Mahfud MD
Mahfud MD Menko Jokowi Ternyata Tidak Takut ke Jenderal Luhut Panjaitan & Said Didu, Alasannya?
Mahfud MD Menko Jokowi Ternyata Tidak Takut ke Jenderal Luhut Panjaitan & Said Didu, Alasannya?
“Penilaian kami di SAM itu setelah melihat dari aspek-aspek legal dalam kasus ini,” tulis Koordinator SAM M Hasbi Abdullah SH melalui rilisnya yang dikirimkan ke tribun-timur.com, Jumat (15/5/2020) malam.
Aspek-aspek tersebut di antaranya, pertama laporan polisi nomor: LP/B/0187/IV/2020/Bareskrim, bertanggal 8 April 2020 dan ditindak lanjuti dengan Surat Perintah Penyidikan, Nomor: SP. Sidik/218/IV/2020/Diti.Pidsiber tanggal 17 April 2020 yang kemudian menjadi dasar pemanggilan Said Didu sangat patut dipertanyakan.
Bagaimana bisa laporan polisi tanggal 8 April 2020 dan dalam rentang waktu yang singkat terbit surat perintah sidik tanggal 28 April 2020?
Bagaimana proses pemeriksaan di tingkat penyelidikannya? Said Didu belum pernah dimintai keterangan sebelumnya (dalam proses penyelidikan)?
Kapan dan bagaimana proses gelar perkara atas kasus ini sehingga telah menyimpulkan telah terjadi dugaan tindak pidana sehingga langsung ditingkatkan statusnya ke tahap penyidikan.
Kedua, proses penyelidikan dan penyidikan kasus ini berpotensi melanggar prosedur penegakan hukum yang harus memenuhi prinsip fair trial.
Prinsip dimaksud antara lain azas kepastian hukum (legalitas), persamaan di depan hukum (equality before the law) dan tidak memihak, profesional dan proporsional dalam menerapkan hukum yakni tidak salah atau berlebih-lebihan dalam menerapkan hukum.
Di mana tahapan proses penanganan perkara pidana harus dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku yakni KUHAP dan UU No. 2/ 2002 ttg kepolisian serta berbagai peraturan teknis di internal.
Antara lain Peraturan Kapolri (Perkap) No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian dan Perkap No. 6 Tahun 2019 terkait Managemen Penyidikan Tindak Pidana.
Ketiga, perlu digaris bawahi dalam konteks kasus ini, pendapat atau kritik yang disampaikan Said Didu adalah menjalankan haknya sebagai rakyat, pemegang kedaulatan negara hukum yang demokratis (baca Pasal 1 UUD1945).
Hak menyampaikan pendapat (termasuk kritik terhadap pejabat publik sebagai pemegang amanah kedaulatan rakyat) yang secara tegas telah dijamin dalam konstitusi (UUD 1945) sebagaimana diatur dalam Pasal 28 E ayat (2).
Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 dan dipertegas lagi dalam ketentuan Pasal 22 ayat (20 dan ayat (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Sehingga delik penghinaan terhadap pejabat publik (Contempt of Power) sama sekali tidak dikenal dalam sistem negara hukum dan negara demokrasi.
Keempat, belum lagi jenis tindak pidana atas laporan kasus ini adalah delik aduan sementara yang mengadukan bukan korban langsung?
“Bukankah delik aduan itu hanya bisa dketahui dan dirasakan oleh orang yang merasa dirugikan/ korban langsung?” kata Hasbi yang juga mantan Direktur LBH Kota Makassar.