Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Covid-19 dan Tesis Masyarakat Risiko

Ditulis Adi Suryadi Culla, Dosen FISIP Unhas dan Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan.

Editor: Jumadi Mappanganro
Dok. Pribadi
Ketua Dewan Pendidikan Sulsel, Andi Suryadi Culla 

Oleh: Adi Suryadi Culla
Dosen FISIP Unhas dan Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan

Istilah masyarakat risiko (risk society) pertama kali dipopulerkan oleh Ulrich Beck dan Anthony Giddens, sosiolog Jerman dan Inggris.

Istilah tersebut sebenarnya merujuk pada kehidupan masyarakat modern, yang disebutkan oleh Beck sedang memasuki modernitas 'baru'.

Bedanya dengan yang lama ditandai pengelolaan kekuasaan dan kekayaan dengan distribusinya. Kini, tantangannya adalah risiko dan cara mencegahnya – dengan orientasi utama keselamatan dan keamanan (safety).

Beck menjelaskan 'risiko' (risk) dimasudkan sebagai, “kemungkinan-kemungkinan kerusakan fisik maupun mental dan sosial yang disebabkan oleh proses teknologi dan proses-proses kehidupan sosial lainnya”.

Proses dimaksudkan dalam masyarakat risiko adalah proses sosial yang kompleks, ekonomi, politik, pembangunan, komunikasi, pendidikan, kesehatan, medis, dan lainnya.

Covid-19 dan Interupsi Alam Terhadap Kebijakan Ketahanan Pangan Indonesia

Dalam masyarakat risiko, masyarakat justru itu diperhadapan keadaan ketidakpastian (uncertainty). Berbagai kemungkinan baik buruk apapun dapat terjadi.

Kata Beck gamblang: “masyarakat berisiko residual telah menjadi masyarakat yang tidak dijamin asuransi” (the residual risk society has become an uninsured society) (Beck 1992).

Dalam masyarakat risiko tidak ada jaminan moralitas atau etika apapun pun untuk menghindarkan diri dari proses kehidupan yang kompleks, dengan segala resiko hidup dapat menimpa kapan dan di mana pun.

Itulah situasi kini, kita memasuki “gerbang era Masyarakat Resiko”. Bukan berarti bahwa semua kehidupan selalu berisiko, tapi bahwa risiko kehidupan senantiasa membayangi, mewarnai, dan mempengaruhi seluruh proses sosial masyarakat.

Maka, menghindari dan mencari solusi atas berbagai risiko yang dialami, menjadi tugas dan tanggungjawab siapapun.

Kesadaran akan hidup yang berisiko, itulah yang patut ditumbuhkan. Dengan tuntutan, untuk menjaga kelangsungan dan keselamatan hidup, dari ketidakpastian menjadi kepastian (certain the uncerteinties).

Karakter penting masyarakat risiko, adalah tumbuhnya tanggung jawab individual. Beck menyebutnya responsible subiect, yakni karakter individu yang memiliki perilaku adaptif dan antisipatif untuk menghindari ancaman risiko.

PSBB Makassar Tidak Berlanjut, Akbar Faizal: Keputusan Berani

Namun, individu dengan karakter tersebut, bukan produk langsung jadi. Tumbuhnya dari kondisi masyarakat yang dibesarkan dalam sistem demokratis.

Karena hanya dalam sistem demokrasi, masyarakat yang bertanggungjawab secara individu dapat dibangun.

Kenapa karakter resposibilitas itu hanya berkembang dalam sistem demokrasi? Karena hanya dalam demokrasi, masyarakat memeroleh ruang dalam membangun refleksi sosial.

Itulah sebab konteks masyarakat risiko, sebagai masyarakat yang sadar atas risiko yang dihadapi atas dirinya dan sekitarnya, dan bertanggung jawab, juga dikarakterisasikan sebagai suatu masyarakat reflektif (reflective society).

Dampak Covid-19

Di tengah hantaman pandemik Covid-19 yang mengguncang dunia saat ini, dan upaya keras masyarakat dunia termasuk Indonesia untuk mengatasi wabah tersebut.

Kita semua seolah dipaksa, untuk sadar dan waspada akan produk pencapaian kemajuan masyarakat modern.

Seolah membenarkan tesis masyarakat risiko yang dihadapi masyarakat modern: betapa manusia tampak tidak siap, malahan tak berdaya, menghadapi resiko hidup dan kematian yang mengancam akibat wabah Covid-19 itu.

38 Tenaga Medis Lutim Positif Corona

Korban sudah sedemikian banyak berguguran, tanpa kenal status sosial, ekonomi, jabatan, kedudukan, dan tingkat pendidikan.

Inilah serangan musuh paling ganas yang pernah dihadapi umat manusia di dunia, meskipun dalam sejarah pernah muncul berbagai wabah ganas namun tak kurang lebih ganasnya wabah visus satu ini -- yang oleh WHO diberikan sebutan “aneh” : Covid 19 – singkatan dari Corona Virus Desease 2019.

Dampak serangannya sedemikian dahsyatnya, menimbulkan krisis sosial akut dan kompleks. Berdampak multiplier (multiflier effect) yang luas: ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan, pemerintahan, dan seterusnya.

Bagaikan serangan asing, tiba-tiba menghantam, siapapun tak pernah menduga. Tak pernah ada proyeksi akan terjadi kekacauan global dalam berbagai aspek, akibat wabah virus mematikan itu.

Lebih dari sejarah virus dan wabah pandemik pun epidemik yang pernah dialami umat manusia sebelumnya, virus kali ini sedemikian dahsyatnya menyerang dan menyebar sedemikian cepatnya.

Dalam waktu hitungan minggu dan bulan, hampir sebagian besar negara mengalami dampaknya.

Prediksi ke depan diwarnai ketidakpastian. Kapan ancaman pandemic ganas itu akan berakhir. Tak satu pun dapat memastikan.

Sampai kapan pun virus itu tetap membayangi, karena terlanjur lahir. Risiko kematian menjerat, sepanjang vaksin Covid-19 belum ditemukan. Kapan vaksi mampu ditemukan, juga tak pasti.

Pj Wali Kota Makassar: PSBB Tak Diperpanjang Diganti Perwali Baru

Setiap negara pun menempuh cara masing-masing, menghadapi riskio Covid 19. Indonesia memilih untuk tidak ekstrim, melalui kebijakan karantina masyarakat secara terbatas.

Istilah yang dipakai: PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Bukan lockdown yg sifatnya karantina total sebagaimana dilakukan sejumlah negara lain – mengunci seluruh wilayah “luar-dalam” – dengan risiko beban ekonomi berat.

Tak masalah suatu negara menolak cara lockdown, tapi dibuat jaminan perangkat kebijakan tepat untuk mencegah penyebaran wabah dan melayani warga terinfeksi.

Tesis Beck
Di tengah kerumitan dan kesulitan menghadapi situasi Covid-19, terasa menyeruak tesis Beck, mengingatkan kita tentang masyarakat risiko.

Serangan wabah itu, mungkin efek samping atau residu kemajuan ilmu pengetahuan. Atau produk kebodohan dan keteledoran akibat perilaku tidak sehat.

Tapi, bisa jadi juga produk konspirasi dan kepentingan politik dan bisnis di antara actor tataran global; lalu menyerang siapapun tanpa kendali, termasuk “sumber awal” wabah tersebut.

Tesis masyarakat risiko sebenarnya bertujuan menggambarkan optimisme, tak hanya karena kemampuan pengetahuan untuk mengatasi dan mencegah risiko.

FOTO: Hujan Beberapa Jam, Jl Pettarani Makassar Tergenang

Namun, yang tak kalah penting, adalah jika manusia mampu membangun kesadaran reflektif. Di sini tampaknya, banyak Negara jika bukan sebagian besar tidak siap.

Apalagi jika perilaku penguasa di suatu negara tak terkontrol standar etika. Efeknya, kesulitan untuk membangun disiplin masyarakat yang bertanggung jawab.

Pandemi Covid-19 menggambarkan kondisi suatu bangsa yang siap atau tidak siap berhadapan era masyarakat risiko.

Butuh kemampuan tak sekadar bagaimana mengelola dan mendistribusikan sumber-sumber kekuasaan dan kekayaan publik.

Tapi, bagaimana mengelola risiko yang dihadapi di tengah dinamika sosial yang kompleks, dan dalam membangun perilaku masyarakat bertanggung jawab dan disiplin.

Tantangan beratnya, sekaigus parameter penting, tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam upaya mengatasi risiko apapun.*

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved