Rumah Ramadhan
Keluarga dan Kekuatan Memaafkan
Tapi memaafkan itu butuh kekuatan jiwa yang dapat menyembuhkan luka bahkan trauma. Terberat adalah pengkhianatan pada pasangan hidup.
Oleh: Firdaus Muhammad
(Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar dan Ketua Komisi Dakwah MUI Sulsel)
"Aku memaafkanmu", kataku jauh sebelum aku benar-benar memaafkannya.
Ungkapan ini penulis kutip dari Cyntia Mendenball. Dia mengisahkan hubungan suatu keluarga yang tersesat dalam hubungan yang keliru dengan orang lain.
Ungkapan kekecewaan dan luapan emosi, takut, benci, patah hati dan pahit menyatu. Namun memaafkan selalu merupakan hal yang benar dilakukan.
Selalu saja kata maaf diungkapkan berulang dengan kata-kata, aku memaafkanmu, berharap suatu waktu itu tidak cukup di lidah tapi melekat di hati.
Adam Clarke ungkap, do'a lebih membutuhkan hati daripada lidah.
• Mafindo Makassar Gagas Gerakan Bantu Saudara dan Tetangga
Kisah ini saya kutip dari buku Kekuatan Memaafkan karya Amy Newmark dan Anthony Anderson.
Salah satu bagiannya mengulas hal-hal buruk dalam cinta dan perkawinan.
Memaafkan dalam arti mengikhlaskan kesalahan pasangan yang mengkhianati janji suci pernikahan, sungguh berat.
Tetapi tindakan itu mulia untuk menata masa depan keluarga lebih baik.
Tapi memaafkan itu butuh kekuatan jiwa yang dapat menyembuhkan luka bahkan trauma. Terberat adalah pengkhianatan pada pasangan hidup.
Maka yang mampu melakukannya adalah sosok yang ikhlas penerima ‘takdir’ atas cintanya yang terkhianati.
Ibarat mencabut paku dari tiang kayu, biar terlepas tapi tetap membekas.
Dalam kehidupan keluarga, sulit menghindar dari perbuatan salah bahkan bisa saja karena sengaja.
Maka sejatinya setiap pasangan menghindari kata maaf dengan tidak melakukan kesalahan yang mengharuskannya minta maaf.
Karena sulit terbebas dari salah itulah sehingga menjadi kewajiban meminta maaf dan terpenting adalah ikhlas memaafkan, sebelum pasangan minta maaf.
Lagi, kehidupan keluarga butuh kekuatan untuk berbesar hati untuk minta maaf dan memaafkan.
Kekuatan memaafkan menjadi pondasi kembali membangun surga dalam rumahnya, baiti jannati. (*)