Narasi Ramadhan
Pandemi Corona itu: Hidangan dari Langit
Syay’, dengan kata lain, bisa disebut sebagai “ujian yang sedikit” saat seseorang dihadapkan dengan rahmat Tuhan yang begitu luasnya
Opini: Syamsu Alam Darwis, (Pemerhati Sosial Keagamaan)
DUNIA kini dirundung wabah maut Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merajalela.
Kini pandemi global sudah mewabah di bulan keempat. Bukannya melandai, kurva kasus global justru menanjak di awal Ramadan ini.
Ini musibah dunia atau ujian?
Atau justru hidangan dari langit? Seperti kisah permintaan pengikut Nabi Isa as. yang memohon diturunkan hidangan dari langit, dan dikabulkan..
Hingga (30/4/2020) ini, sekitar 3,1 juta warga dari 209 negara terinfeksi virus ini.
Jenazah sudah melewati 217 ribu.
Amerika Serikat peraih ‘medali infeksi terbanyak” dengan 1,1 juta kasus, dan angka kematian tembus 60 ribu.
Adapun Indonesia 9,7 ribu warga terinfeksi dengan jumlah kematian mencapai 784 orang.
Warga dunia kini berada dalam satu komando seruan; pakai masker kala keluar rumah, cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, jaga jarak fisik, hindari kerumunan, tidak keluar rumah. Di indonesia ada tambahan, dilarang mudik.
Imbauan global itu adalah upaya memutus mata rantai penularan COVID-19.
Upaya gotong royong ini tumbuh berkembang, mengalir, menjelma dalam bentuk berbagi antar sesama, satu bantu satu, apalagi saat ini bulan Ramadan, pahala donasi, sumbangan dan tali kasih berlipat-lipat ganjarannya di sisi Sang Pencipta.
Aneka bantuan dan saling sokong deras mengetuk pintu-pintu kaum papa, miskin dan tak punya pekerjaan tetap.
Mereka berharap kebutuhan harian dapat terpenuhi, minimal untuk memenuhi Sajian Sahur dan berbuka puasa, meski tak sempurna.
Tak terbilang lembaga amal dan kebajikan telah menyalurkan bantuan sembako, bantuan medis dan peralatan kesehatan bagi para medis, konsultasi agama bagi para pekerja dan buruh yang terkena PHK dan donasi lainnya, ada Baznas, ada Humanitarian Forum Indonesia, Indorelawan, Forum Zakat, PMI, Sekolah Relawan, ACT, Komunitas LPM Indonesia, DD, LAzisMu, Habitat for Humanity Indonesia, NU Care-Lazisnu, Paket Lansia, Lembaga NUO dan lainnya.
Tak ketinggalan kalangan swasta juga ikut andil, termasuk inisiasi-inisiasi perorangan, tiada hari tanpa berbagi.
Tangan-tangan yang tulus ini bagaikan para Malaikat yang mengantarkan Hidangan-hidangan dari langit.
Ibaratnya, mereka menjadi perpanjangan para Nabi, para Wali, para Orang Saleh, hadir saat dibutuhkan.
Menghadirkan hidangan langit, yang tidak saja berupa makanan yang lezat mengeyangkan, bahan pokok, masker tapi juga bimbingan keagamaan secara online.
Seperti kisah permintaan pengikut Nabi Isa as. yang memohon diturunkan hidangan dari langit, dan dikabulkan (QS Al Maidah:112).
• TGB Zainul Majdi Dapat Penghargaan Islam Moderat dari Al Azhar Mesir, Isyarat Jadi Menteri?
• Punggawa dan Punggawi KKS Mesir
Ini adalah modal sosial, aset terbesar, warisan rakyat Indonesia untuk bersama melawan penyebaran virus COVID-19. Gotong royong, jiwa filantropi ini menjadi jati diri bangsa juga sebagai tanda bahwa kita masih benar-benar beragama.
Benar kata Baginda Rasulullah, tetangga kita itu adalah 40 rumah, ke kanan, kiri, belakang dan depan.
Al-Hafidz Ibn Hajar menyatakan, Tetangga mencakup Muslim maupun non Muslim, ahli ibadah maupun ahli maksiat, teman dekat maupun musuh, pendatang maupun penduduk asli, yang suka membantu maupun yang suka merepotkan, yang dekat maupun yang jauh, yang rumahnya berhadapan maupun yang bersingkuran.
Tetangga dengan berbagai karakternya, masing-masing perlu dibantu dan disikapi dengan baik sesuai keadaannya.
Sebutlah wabah ini cobaan. Biar lebih nikmat dan membawa hikmah, kita istilahkan hidangan dari langit.
Hidangan dari langit, bisa juga berupa pikiran-pikiran nalar sehat bagaimana kita tetap menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya, bermunculanlah kebijakan kerja dari rumah, beribadah dari rumah, belajar dari rumah.
Kita tidak lagi akan kembali ke masa sebelum Corona, bisa rapat berjam-jam di hotel mewah, kita sudah berada dalam suasana bekerja secara online, bisa jadi nantinya kita tidak lagi membutuhkan 5 hari kerja di kantor, 6 hari bersekolah, cukup 1-2 hari di sekolah atau di kampus, selebihnya di rumah.
Hidangan dari langit, bisa juga ditandai dengan hadirnya tokoh-tokoh yang memikirkan bagaimana ketahanan pangan kita ke depan, terkait ketersediaan, keterjangkauan, serta kualitas dan keamanan pangan untuk beberapa bulan bahkan beberapa tahun ke depan.
Ada yang memikirkan bagaimana agar karyawan dan buruh tidak di PHK, tidak digaji tapi diganti dengan penyediaan bahan pokok hinga berhentinya wabah.
Ujian kehidupan ini harus kita hadapi bersama-sama, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,” (Q.S. al-Baqarah [2]: 155)

Ibn Asyur, seperti dikutip Prof Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah yang ditulis selama bertugas di Kairo, menyebutkan term syay’ merupakan sebuah bagian kecil dari entitas yang lebih besar.
Syay’, dengan kata lain, bisa disebut sebagai “ujian yang sedikit” saat seseorang dihadapkan dengan rahmat Tuhan yang begitu luasnya (Quraish Shihab, 2005: 364-367).
Mari kita bangun nalar sehat kemanusiaan kita, berderma dari kita untuk kita dengan tetap mengedepankan kearifan lokal di masing-masing daerah, ada yang prioritas membutuhkan sembako, ada juga yang butuh bantuan uang tunai.
“Sayangilah orang-orang yang ada di bumi maka Yang di langit akan menyayangi kamu sekalian”. Ini sesuai dengan Firmah Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 32).