Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Virus Corona

Peneliti Amerika Uji Coba Obat Maag Famotidine untuk Obati Pasien Virus Corona, ini Hasilnya

Peneliti Amerika Uji Coba Obat Maag Famotidine untuk Obati Pasien Virus Corona, ini Hasilnya

Editor: Ilham Arsyam
int
ilustrasi 

TRIBUN-TIMUR.COM - Sebuah penelitian terbaru d Amerika Serikat obat sakit maag saat ini sedang diuji untuk pengobatan Virus Corona

Famotidine adalah obat sakit maag yang tengah diuji untuk pengobatan Virus Corona.

Meski belum terbukti manfaatnya, obat maag ini sudah diburu warga Amerika Serikat.

Mengutip Business Insider, Selasa (28/4/2020), famotidine, antasid dan antihistamin memiliki bahan aktif anti mulas yang sedang diteliti dan dipelajari sebagai kemungkinan pengobatan Covid-19.

Uji coba ini dilakukan para peneliti di Northwell Health di wilayah kota New York.

Wabah Virus Corona di Indonesia Diprediksi Berakhir 100% September, Bandingkan Malaysia & Singapura

Salah satu peneliti, Dr. Kevin Tracey mengatakan beberapa jenis obat ini telah mulai kehabisan stok akibat banyak orang yang menimbun obat-obat anti mulas tersebut.

"Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah famotidine akan berguna dalam pengobatan pasien yang terinfeksi Virus Corona," kata Dr. Tracey.

Bahkan, jika beberapa manfaat ditemukan, pasien dalam penelitian ini akan diberi dosis yang sangat tinggi secara intravena. Ini Jauh lebih banyak dari yang biasa dikonsumsi orang untuk mengobati sakit maag.

Majalah Science melaporkan, para peneliti sedang berusaha menjaga penelitian terhadap obat-obatan yang mungkin bisa dijadikan pengobatan pasien Covid-19dengan sangat hati-hati.

"Jika kita membicarakan hal ini kepada orang yang salah atau terlalu cepat, pasokan obat akan hilang," kata Dr. Tracey.

Di ILC, Refly Harun Minta Jokowi Tak Lagi Pencitraan di Tengah Corona, Reaksi Ngabalin Jadi Sorotan

Di Tengah Pandemi, Pj Walikota Sebut Makassar Alami Deflasi

Manfaat yang mungkin ada pada obat maag seperti famotidine tidak berbeda dengan yang sempat terjadi di awal tahun ini, yakni saat pil anti malaria, klorokuin, disebut dapat mengobati Virus Corona.

Para tokoh hingga Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga menyebut klorokuin dapat mengobati Covid-19

Namun, hydroxychloroquine kembali disebut dapat digunakan untuk memerangi Virus Corona, akibatnya obat ini langsung diburu masyarakat dan menyebabkan pasokannya terus berkurang.

Uji klinis Famotidine

Hingga saat ini, masih belum ada data klinis peer-review yang menunjukkan obat generik lama tersebut bisa bekerja untuk melawan Covid-19

Hydroxychloroquine saat ini yang masih digunakan oleh beberapa orang untuk mengobati penyakit Lupus dan kondisi lainnya.

Sebelumnya, para peneliti di rumah sakit New York telah diam-diam menguji apakah obat mulas yang umum dapat membantu pasien Covid-19  yang kritis.

Para peneliti berafiliasi dengan Feinstein Institutes for Medical Research, peneliti sistem kesehatan yang berbasis di New York, Northwell Health.

Saat ini, uji klinis masih dilakukan untuk melihat manfaat famotidine dengan dosis tinggi dapat membantu pasien yang terinfeksi Virus Corona yang parah dapat bertahan hidup.

Jawaban Menohok Sarwendah Tanggapi Komentar Netizen, Sebut Kamar Betrand Peto Mirip Kamar Pembantu

Peneliti menguji famotidine dengan dosis, 9 kali lipat dari jumlah obat yang biasa dikonsumsi orang untuk mengobati mulasnya, dengan intravena selama tujuh hingga 10 hari.

Pasien dalam penelitian ini juga mendapatkan hydroxychloroquine, pil malaria yang sedang dievaluasi untuk melihat apakah juga dapat mengobati infeksi Virus Corona.

Bukti yang diandalkan para peneliti untuk memulai percobaan mereka adalah anektodal..

Belum ada petunjuk bahwa famotidine berguna dalam memerangi Virus Corona.

racktikle.com

Penelitian ini telah dilaporkan dalam Science Mag belum lama ini.

Uji coba, yang dimulai awal April, pada awalnya dilakukan diam-diam untuk memastikan para peneliti memiliki cukup famotidine untuk menyelesaikan uji coba, yang akan mencakup 1.200 pasien.

"Kami tidak ingin persediaan famotidine ini habis saat digunakan selama uji klinis dalam studi Covid-19 atau untuk penggunaan bagi pasien dengan kebutuhan medis serius," ujar Dr. Tracey yang juga CEO Feinstein Institutes for Medical Research.

Ketakutan para peneliti, tidak hanya karena kemungkinan habisnya stok obat maag ini, tetapi juga kekhawatiran orang akan membeli obat tersebut tanpa bukti ilmiah terkait obat untuk Virus Corona.

Pemerintah Uji Coba Pil Kina untuk Obat Covid-19, Juga Bikin Serum dari Pasien yang Sembuh

Berbagai cara terus dilakukan pemerintah untuk mengatasi dan mengurangi korban pandemi Covid-19.

Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan, salah satu cara yang digunakan adalah menguji coba obat-obatan yang disebut memiliki dampak terhadap Covid-19.

"Tentu saat ini banyak sekali obat diujicobakan di berbagai tempat terutama di luar negeri, seperti Avigan dan Klorokuin."

"Maka kami berinisiatif untuk membuat semacam Multicenter Clinical Trial," ujar Bambang dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR melalui video teleconference, Selasa (14/4/2020).

Multicenter Clinical Trial itu, kata Bambang, pada dasarnya menguji coba obat-obatan yang direkomendasikan, sudah dipakai, atau yang berhasil menangani pasien Covid-19.

"Tentunya harus diperdalam lagi, diuji coba apakah obat tersebut cocok untuk semua pasien."

"Atau obat tertentu cocok untuk pasien dengan kondisi tertentu."

"Nah, ini kami akan lakukan uji coba trial," kata dia.

Bambang mengungkapkan, untuk saat ini pihaknya menugaskan Universitas Padjajaran untuk menguji coba pil kina, apakah memiliki dampak tersendiri.

Pil kina sendiri di dalamnya terdapat kandungan Klorokuin.

Selain itu, Bambang mengatakan pihaknya juga memakai pendekatan penyembuhan yang dikenal dengan Convalescence Plasma, yakni membuat serum dari orang yang sembuh dari Covid-19.

"Ini akan dilakukan Universitas Brawijaya dengan RS Syaiful Anwar di Malang, protokol ujinya sedang disiapkan," jelasnya.

"Demikian juga Biofarma dengan LPNK mencoba untuk membuat serum anti Covid-19."

"Ini tentunya untuk meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap serangan Covid-19," beber Bambang.

Kembangkan Dua Jenis Tes Kit

Menghadapi pandemi Covid-19 yang terus meningkat di Indonesia, Kemenristek/BRIN melakukan inisiatif pengembangan terhadap dua jenis tes kit.

Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan, jenis pertama adalah Non-PCR Diagnostic Test Covid-19, atau yang lebih dikenal dengan nama rapid test di kalangan masyarakat.

"Dengan dipimpin BPPT, jadi dari Non-PCR itu akan ada dua yang dikembangkan, yakni Rapid Diagnostic Test Kit dan Rapid Diagnostic Test Microchip," bebernya.

Dia menjelaskan, Rapid Diagnostic Test Kit berbasis IgG dan IgM, di mana rapid test ini memiliki sensitivitas 75 persen, dan hasilnya bisa diketahui dalam waktu yang relatif pendek, yaitu 5 hingga 15 menit.

Alat ini ditargetkan dalam 6 minggu ke depan sudah bisa diproduksi sebanyak 100 ribu buah.

"Namun memang ada risiko yang namanya false negative, artinya ketika diperiksa negatif."

"Mungkin antibodi belum terbentuk, tapi yang bersangkutan sudah terinfeksi."

"Sehingga harus dilakukan tes lebih lanjut apakah yang bersangkutan tetap negatif atau positif," jelas Bambang.

Sementara, Rapid Diagnostic Test Microchip memiliki basis antigen, yang bisa mendeteksi dari mulai hari kedua infeksi Covid-19.

"Microchip-nya sudah jadi, tapi masih perlu waktu 4 bulan untuk produksi, karena itu kami fokus dulu pada rapid diagnostic test kit," terangnya.

Kemudian, jenis kedua adalah PCR Diagnostic Test Covid-19.

Bambang mengatakan pengembangan terhadap jenis ini diperuntukkan mendeteksi Covid-19 yang disesuaikan dengan transmisi lokal Indonesia.

"Untuk PCR Diagnostic Test Covid-19 telah dilakukan uji akurasi dan validasi protipe strain Asia dan akan disesuaikan dengan transmisi lokal Indonesia," jelasnya.

1.000 Spesimen Per Hari

Menteri Riset Teknologi dan Badan Riset Inovasi Nasional (Menriset/BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pihaknya membentuk konsorsium riset dan inovasi Covid-19.

Dengan adanya arahan dari pemerintah untuk memperluas tes PCR, Bambang mengatakan kini Lembaga Biologi Molekuler Eijkman berusaha meningkatkan kemampuan pemeriksaannya.

"Per hari LBM Eijkman bisa menyelesaikan maksimum 270 spesimen."

"Namun karena kemarin ada arahan untuk memperluas tes PCR, maka diharapkan Eijkman akan meningkatkan kemampuan pemeriksaan," ujar Bambang.

Adapun peningkatan kemampuan pemeriksaan yang ditargetkan adalah menjadi 1.000 spesimen per hari.

"Dari 270 spesimen menjadi 1.000 spesimen per hari," jelasnya.

Bambang mengungkap pihaknya akan memfasilitasi dan memperkuat LBM Eijkman dengan memberikan bantuan berupa alat dan robot.

"Nantinya Eijkman akan mendapat dukungan baik dalam bentuk alat maupun robot untuk mempercepat dan memudahkan pemeriksaan PCR ini," ungkapnya.

Ajukan LIPI

Pemerintah telah memerintahkan peningkatan perluasan tes PCR guna memerangi pandemi Covid-19.

Untuk itu, salah satu upaya yang ditempuh Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro adalah mengajukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk menjadi laboratorium penguji Covid-19 ke Kementerian Kesehatan.

"Saat ini karena sudah ada kebutuhan tadi untuk meningkatkan tes PCR."

"Maka kami sudah mengajukan ke Kemenkes agar LIPI bisa menjadi laboratorium penguji juga," ujar Bambang.

Dia mengungkapkan, LIPI diajukan karena memiliki kapasitas pengujian 1.000 spesimen per hari dan sudah didukung sumber daya manusia (SDM) yang memadai.

Di sisi lain, meski Kemenkes sudah menunjuk puluhan laboratorium di berbagai tempat sebagai tempat tes PCR, Bambang mengaku ada hambatan terkait SDM.

"Dalam hal ini tenaga laboratorium yang harus melakukan pengujian dan menganalisa virus-virusnya," kata dia.

Oleh karenanya, kata dia, LIPI berinisiatif melakukan pelatihan melalui 'Indonesia Memanggil.'

Dan, telah tercatat 800 lebih orang mendaftar untuk dilatih dalam peningkatan kapasitas pemeriksaan menggunakan PCR.

"Lebih dari 800 relawan yang mendaftar dengan background sesuai dari berbagai tempat, TNI, perguruan tinggi, hingga rumah sakit."

"Saat ini pelatihan sedang berlangsung, namun pelatihan tenaga medis itu diharapkan segera selesai."

"Meski ada keterbatasan karena tidak bisa dilakukan secara massal, mengingat juga ini adalah pelatihan untuk tingkat keselamatan laboratorium yang sangat tinggi dan sangat complicated," bebernya. (Vincentius Jyestha)

 (Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Obat Maag Diburu Warga Amerika untuk Virus Corona, Ini Kata Ahli

 

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Peneliti Amerika Ujicoba Obat Maag untuk Pasien Covid-19 yang Parah, Begini Kondisinya, 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved