Kilas Tokyo
Berusaha Move On Saat Masa Sulit
Menurut PM Shinzo Abe, Jepang berat secara hukum menegakkan lockdown keras gaya Wuhan atau Eropa.
Oleh: Muh. Zulkifli Mochtar
Doktor alumni Jepang asal Makassar. Bermukim di Kota Tokyo
Ekonomi di Kota Wuhan – China kini mulai bergeliat lagi.
Sebelumnya, kota metropolis berpenduduk 11 juta saat mengalami lockdown, ada sekitar 50.000 kasus dan lebih dari 2.500 kematian.
Hampir 77% dari total kematian akibat Covid-19 di China.
Setelah kota resmi dibuka minggu ini, banyak pabrik-pabrik kini beroperasi kembali.
Bus umum dan kereta beroperasi, restoran juga mulai buka. Jalan jalan pun mulai dilewati kendaraan lagi.
Menurut warga, kehidupan harus move on lagi. Setelah terhenti masa lockdown selama 76 hari.
• Paramedis, Kita, dan Kurikulum Kehidupan
Berjarak 2.500 kilometer dari situ, kota Tokyo justru jadi agak sepi sejak minggu ini.
Lalu lalang orang di Tokyo Station, Shibuya, Shinjuku juga berkurang drastis. Terutama saat weekend.
Ini setelah PM Shinzo Abe mengumumkan kondisi darurat nasional menyikapi jumlah kasus di Tokyo yang mencapai 1.500 lebih.
Gubernur Tokyo Yuriko Koike meminta kesadaran warga untuk berada di rumah jika tidak ada keperluan mendesak selain keperluan belanja makanan, bekerja jika perlu, berobat atau berolahraga.
Yang saya pahami, sudah style Jepang selalu meminta partisipasi warga berdasar kesadaran diri.
Satu contoh saja, pada saat banyak kota di dunia bersih rapi karena menyediakan banyak tong sampah dan aturan denda ketat masalah persampahan, justru di Tokyo warga susah mencari tong sampah di jalanan.
Mau tak mau, harus sadar sendiri membawa pulang sampah dan memilahnya secara detail di rumah.
Ternyata, tanpa tong sampah dan aturan pun, Tokyo tetap bersih. Untuk pandemik kali ini juga sama.