Arsitek Indonesia
Ternyata Arsitek Indonesia yang Rancang RS Khusus Pasien Corona di Wuhan, Simak Rahasia Cepat Kilat?
Ya, semua rancangan Rumah Sakit Khusus Pasien Corona Huoshenshan, di Wuhan, Provinsi Hubei, China, adalah karya arsitek kelahiran Indonesia.
"Tentu saja ini bukan fasilitas layanan yang lengkap," kata Scott.
• Mata Garuda Jeneponto Motivasi Generasi Muda Lanjutkan Pendidikan
• Rekam Jejak Wakapolda Sulsel Baru Brigjen Pol Halim Pagarra, Pernah Terima Pujian Tito Karnavian
• Diduga Pakai Sabu-sabu, Lelaki Bertato di Pitumpanua Wajo Ditangkap Polisi
Dia menambahkan, ketika merancang sesuatu, hal yang harus dipertimbangkan adalah penggunaan dan kemampuan beradaptasi bangunan selama 75 tahun ke depan.
Nah, China menurut Scott, tidak memiliki kemampuan dalam merancang rumah sakit baru, termasuk Huoshenshan dan Leishenshan.
Scott yang saat ini tengah mengerjakan rumah sakit baru dengan 500 tempat tidur di Chengdu dan dua rumah sakit di Hong Kong menjelaskan, bahwa untuk proyek rumah sakit biasa, waktu yang dihabiskan cukup lama.

Termasuk waktu berkonsultasi dengan pasien, staf medis, administrator layanan kesehatan, dan masyarakat sekitar.
Hal ini untuk memastikan desain bekerja untuk semua kepentingan.
Dengan tidak adanya waktu konsultasi untuk desain khusus rumah sakit corona, pejabat Wuhan pun ditengarai mencontek cetak biru dari Rumah Sakit SARS Xiaotangshan.
China memanfaatkan material prefabrikasi atau beton pracetak sebagai kunci cepatnya proses konstruksi Rumah Sakit Corona Haoshenshan dan Leishenshan, serupa halnya dengan di Xiaotangshan.
• Profil Pemain Teranyar Persib Bandung Zulham Zamrun, Mantan Penyerang Sayap PSM Makassar
• HUT ke 60 Bulukumba, Baliho Besar JMS Terpajang di Kantor Bupati
• BUMN Karir - PT Perkebunan Nusantara XII Buka Program Magang Mahasiswa Bersertifikat, Cek Syarat
Kamar-kamar yang sepenuhnya dirakit dan dibuat oleh pabrik diangkut dengan truk dan ditempatkan di lokasi pembangunan.
Menurut seorang insunyur struktural Knippers Helbig asal Jerman, Thorsten Helbig, teknik pembangunan ini sepenuhnya aman.
Helbig yang mengajar di Cooper Union, New York, menjelaskan, karena unit kamar dirakit di lingkungan pabrik dengan kendali maksimal, perancang dan pembangun dapat memecahkan masalah apa pun dan memastikan semua beton pracetak atau blok modular terpasang sempurna.
Sementara di sisi lain, bangunan cor beton yang merupakan teknik konvensional, sangat bergantung pada kondisi cuaca dan koreografi berbagai kontraktor yang bekerja pada berbagai aspek proyek.
Kendati demikian, penggunaan material beton pracetak bukanlah hal baru.
Jaringan hotel Citizen M dan Marriott International, telah menggunakannya dalam rencana pembangunan mereka.

Material prefabrikasi juga telah digunakan dalam skenario darurat di bagian lain dunia.
Departemen Pertahanan Amerika Serikat, misalnya, dapat dengan cepat mendirikan rumah sakit lapangan untuk diagnosis dan perawatan darurat.
Dia melanjutkan, sejarah China dengan epidemi massal telah mempersiapkan mereka dengan matang dalam menghadapi krisis yang sedang berlangsung di Wuhan.
"Dalam banyak hal, China berada di depan AS dan negara-negara lain dalam menangani infeksi massal, seperti yang pernah mereka alami sebelumnya dengan SARS pada 2003," cetus Scott.
• Dibintangi Gal Gadot Sang Wonder Woman, Ini Sinopsis Film Triple 9, Bioskop Trans TV Malam Ini
• Profil Kapolda Baru Sulbar, Namanya Pernah Kontrovesi di Kasus Gayus Tambunan
• VIDEO: Sempat Berencana Nikah Muda, Cinta Lesty dan Rizky Malah Kandas
China juga dapat memangkas birokrasi ketika akan merancang dan membangun proyek besar seperti ini, terutama saat begitu banyak hal yang harus dipertaruhkan.
Rahasia kunci Ada faktor-faktor penting yang merupakan kunci mempercepat proyek-proyek pembangunan di China yakni kurangnya serikat pekerja, masuknya tenaga kerja murah dari kota-kota provinsi, dan ketersediaan bahan bangunan.
Tetapi ini tidak berarti bahwa standar bangunan China lebih longgar dibandingkan dengan negara-negara Barat.
Helbig yang telah mengerjakan beberapa proyek infrastruktur besar di China termasuk bandara Shenzhen Bao'an dan resor Disney di Shanghai, mengatakan bahwa faktor keselamatan merupakan prioritas di China.
"Mereka tidak melakukan hal-hal gila lagi. Mereka mengevaluasi lebih teliti. Saya merasa ada perubahan sikap selama 10 hingga 15 tahun terakhir," kata Helbig.
Obsesi mereka yang sudah lama ada pada teknik dan arsitektur telah membuat para pengembang dan pekerja konstruksi China unggul dibanding negara lain.
Pada tahun 2016, data Council on Tall Building and Urban Habitat (CTBUH) menyebutkan, China mampu menyelesaikan 84 gedung pencakar langit (setinggi lebih dari 300 meter) dibandingkan dengan Amerika Serikat yang hanya 7 gedung.
Bahkan, Mini Sky City Hunan, gedung pencakar langit 57 lantai, dibangun hanya dalam waktu 19 hari.
Selain itu, China sangat terbuka terhadap teknologi baru dan perubahan teknologi, dan ini benar-benar berbeda dari dunia Barat dalam beberapa hal.
Namun, di balik kemampuan China bekerja dengan cepat, ada sejumlah faktor yang masih tertinggal.
Di antaranya adalah ketiadaan aspek keberlanjutan, dan boros konsumsi energi.
"Saya tidak bisa membayangkan bahwa ini adalah bangunan yang paling optimal," cetus Helbig.
(Kompas.com/Hilda B Alexander)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Huang Xiqiu, Arsitek Indonesia Perancang Rumah Sakit Corona China"
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sekali Lagi, Ini Rahasia China Bangun Rumah Sakit Corona Secepat Kilat"