Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hak Berdaulat di ZEE

Kapal-kapal penangkap ikan China yang menangkap ikan di ZEE Indonesia adalah pelanggaran hukum atau pencurian ikan.

Editor: syakin
zoom-inlihat foto Hak Berdaulat di ZEE
Dok
M Ghufran H Kordi K, Pengamat masalah Perikanan & Kelautan

Selama ini, China menyatakan bahwa kapal-kapal nelayannya berada di wilayah yang disebutnya sebagai zhongguo chuantong yuchang atau wilayah penangkapan ikan tradisional (traditional fishing ground). Klaim tersebut bukan hanya sebatas klaim, tetapi tertera di dalam Sembilan Garis-garis Putus (Nine Dash Line) yang berada di tengah laut dan menjorok masuk ke ZEE Indonesia. Klaim ini didasarkan pada alasan historis yang secara hukum internasional tidak memiliki dasar. Sembilan Garis Putus ini juga tidak jelas koordinatnya bahkan Pemerintah China kadang menyebutnya sembilan, sepuluh, bahkan sebelas garis putus (Juwana, 2016).

Konsep traditional fishing ground atau oleh China disebut zhongguo chuantong yuchang tidak dikenal dalam UNCLOS 1982. Dalam UNCLOS 1982 dikenal konsep traditional fishing rights (Pasal 51) dan keberadaannya harus didasarkan pada perjanjian bilateral. Indonesia mempunyai perjanjian bilateral traditional fishing rights dengan Malaysia dan Australia.

Artinya, kapal-kapal penangkap ikan China yang menangkap ikan di ZEE Indonesia adalah pelanggaran hukum atau pencurian ikan. Karena dilindungi atau dikawal oleh kapal penjaga pantai China, berarti kapal-kapal ikan tersebut adalah pencuri yang dilindungi. Artinya, China adalah negara yang mensponsori penangkapan ikan ilegal (state sponsored illegal fishing).

Indonesia Harus Hadir

Karena ZEE Indonesia adalah wilayah yang bebas, dan hak berdaulat yang diberikan berupa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya, maka Indonesia harus “hadir” di ZEE. Pertama, memperkuat nelayan untuk menangkap ikan di ZEE. Selama ini hanya sedikit kapal ikan yang mampu menangkap ikan di ZEE. Kekosongan kapal penangkap ikan dari Indonesia di ZEE menjadikan kapal-kapal asing berani masuk dan menangkap ikan secara ilegal.

Kedua, peningkatan kemampuan “penguasaan laut” dalam hal ini menambah kekuatan untuk patroli, perlindungan nelayan, dan penegakan hukum di ZEE, baik dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepolisian, maupun Angkatan Laut.

Ketiga, pemerintah dan masyarakat Indonesia dapat mengampanyekan penolakan terhadap hasil-hasil perikanan yang diperoleh secara secara ilegal sebagaimana diatur dalam IUUF (Illegal, Uregulated, Ureported Fishing). Amerika Serikat dan Uni Eropa telah menyusun kebijakan yang akan menghukum pelaku IUUF dengan tidak membeli ikan hasil IUUF. Tentu tidak mudah, namun konsumen di negara-negara maju mempunyai kesadaran yang tinggi terkait dengan penangkapan ikan secara ilegal dan merusak lingkungan.

Keempat, penenggelaman kapal yang tertangkap harus dilanjutkan. Selain berdampak positif terhadap produksi perikanan tangkap dan pendapatan nelayan, Indonesia juga mempunyai “martabat” di mata internasional, baik karena mampu melindungi sumber daya perikanan, maupun menunjukkan kepada dunia bahwa, Indonesia tidak ‘main-main’ dengan pelaku kejahatan, dan siapapun yang hendak mengganggu kepentingan nasional Indonesia. (*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved