Prof Amran Razak Kenang Panglima Puisi Husni Djamaluddin, Syairnya Tentang Tanah Air Bikin Ngakak
Dari puisinya terungkap bahwa Husni Djamaluddin sudah mempersiapkan kematiannya sebelum ajal menjelang
- - -
Dewan Kesenian Makassar (DKM),
20/09-1984
Pergi tinggalkan keriuhan
Husni Djamaluddin terlahir di Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar – Sulawesi Barat, pada 10 November 1934. Ia wafat tanggal 24 Oktober 2004, persis sebulan setelah terbentuk Provinsi Sulawesi Barat.
Almarhum adalah salah seorang ‘tokoh penting’ berdirinya Provinsi Sulawesi Barat. Ia sepertinya, telah menunggu menuntaskan urusan duniawi. Untaian puisinya menunjukkan kesiapan almarhum menuju SurgaNya.
JIKA PADA AKHIRNYA
Jika pada akhirnya
Mata pun katup dan tubuh terbujur kaku
Apa lagi yang sisa
Barangkali aku akan menempuh jarak jauh
Barangkali akan dapat melewati jalan pintas
Barangkali aku bisa segera berada di depan
rumahMu
Barangkali Kau sudi membuka pintu
Barangkali Kau berkenan mengulurkan
tangan
Barangkali Kau tersenyum ramah berkata,
masuklah
Barangkali semua ini sisa mimpi
Yang kubawa dari bumi
Barangkali mimpi ini
Terlalu berani
Dan terlalu berlebih-Iebihan
Barangkali aku tak pantas
Lewat jalan pintas
Barangkali aku tak patut
Kau bukakan pintu
Barangkali aku tak layak
Kau uluri tangan
Barangkali aku tak berhak
Masuk ke dalam rumahMu
Lalu ke mana lagi aku harus pergi
Menyerahkan diri
Setelah mata tertutup
Setelah tubuh terbujur kaku
Ayah Ideologis
Bagi kami aktivis kampus ‘semrawut’ (pimpinan lembaga kemahasiswaan, tokoh pergerakan mahasiswa, dan sesepuh kemahasiswaan) berlatar pengasuh pers mahasiswa-radikal, penggiat seni, penulis buku perlawanan, dan ‘pecinta ulung?’, Husni Djamaluddin tak hanya sebagai to malebbiq tetapi almarhun juga adalah ayah ideologis kami. Ia --- Sang Pencerah, mengisi ruang-ruang kosong kampus.