OPINI: Lima Bom Waktu di Tangan Iwan Bule
Banyak yang berharap, Ketua Umum PSSI hasil Kongres Luar Biasa, 2 November 2019, Komjen Pol Mochammad Iriawan, menjadi motor utama reformasi sepakbola
Akmal Marhali
Koordinator Save Our Soccer
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Banyak yang berharap, Ketua Umum PSSI hasil Kongres Luar Biasa, 2 November 2019, Komjen Pol Mochammad Iriawan, menjadi motor utama reformasi sepak bola Indonesia seperti yang diinginkan Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo.
Baca: Inilah Susunan Komite Eksekutif PSSI 2019-2023, Tak Ada Nama ADS hingga Akbar Faisal
Baca: Iwan Bule Terpilih Sebagai Ketua Umum PSSI, Munafri Arifuddin Bilang Begini
Baca: Mengenal Sosok Mochamad Iriawan, Ketua Umum PSSI Periode 2019-2023
Bahkan, saking gemesnya dengan sepakbola Indonesia, Jokowi saat mengumumkan nama Menpora, Zainudin Amali, menitip pesan khusus: "Sepakbolanya ya, Pak!" Tapi, banyak juga yang pesimis, pria yang menjabat sebagai Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) itu mampu melakukannya.
Maklum, Komite Eksekutif PSSI terpilih, mayoritas diisi orang-orang lama yang ikut mencatatkan sejarah hitam terpuruknya sepak bola Indonesia dengan berbagai kasus yang terjadi.
Ada bom waktu di tangan Pak Iwan Bule. Selain harus menjalankan agenda reformasi, dia juga harus mampu menjinakkan tokoh-tokoh lama yang tak bisa lepas dari konflik kepentingan (conflict interest).

Bila tak mampu menjinakkannya bom waktu itu sewaktu-waktu bisa meledak.
Mampukah Ibul, begitu panggilan Mochammad Iriawan a.k.a Iwan Bule menjadi simbol reformasi sepak bola nasional yang terburuk dalam 20 tahun terakhir atau tetap jadi “boneka” seperti Ketua Umum PSSI sebelumnya?
Jawabannya sangat ditentukan dengan ketegasan Iwan Bule dalam memimpim PSSI belajar dari apa yang dialami Letjen (Purnawirawan) Eddy Rahmayadi.
Yang pasti setumpuk berkas (baca: dalam kardus) bisa meledak setiap waktu bila tak mampu dicarikan solusi terbaiknya. Setidaknya, ada lima masalah utama yang harus diselesaikan cepat, tepat, akurat lewat kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas.
Pertama, terkait rangkap jabatan.
Banyak anggota Komite Eksekutif yang juga menjadi pejabat asprov atau klub. Wakil Ketua Iwan Budianto (Presiden Klub Arema FC), Pieter Tanuri (Presiden Bali United), Yoyok Sukawi (Presiden PSIS), Hasnuryadi Sulaiman (Presiden Barito Putra), Endri Irawan (Pemilik Mitra Kukar) Haruna Soemitro (Manajer Madura United), Yunus Nusi (Ketua Asprov Kaltim), Ahmad Riyadh (Ketua Asprov Jawa Timur) dan Dirk Soplanit (CEO PT LIB).
Rangkap jabatan memang tidak diatur dengan tegas dalam statuta PSSI. Digambarkan hanya secara umum soal potensi konflik kepentingan (Conflict of Interest).
Belajar dari pengalaman sebelumnya rangkap jabatan sangat rawan dan sumber masalah. Karena itu bila nawaitu semua exco benar-benar ingin memperbaiki sepakbola Indonesia, maka mereka harus memilih salah satunya. Sepakbola Indonesia (PSSI) tidak bisa dikerjakan sambilan.
Karena masalahnya seabrek. Harus fokus 24 jam.
Mereka bukan superman atau superboy. Ini waktunya menunjukkan diri bahwa mereka benar-benar ingin mengabdi untuk perbaikan tata kelola sepakbola Indonesia. Pak Iwan Bule harus tegas memberikan penekanan ini dan meminta anggotanya untuk memilih dan segera ambil keputusan.