OPINI: Lima Bom Waktu di Tangan Iwan Bule
Banyak yang berharap, Ketua Umum PSSI hasil Kongres Luar Biasa, 2 November 2019, Komjen Pol Mochammad Iriawan, menjadi motor utama reformasi sepakbola
Kedua, revisi statuta PSSI. Sepertinya banyak yang abai dan tidak membaca. Pada pasal 21 ayat 3 statuta baru yang ditetapkan pada 27 Juli 2019 dibolehkan satu perusahaan memiliki lebih dari satu klub.
FIFA melarang cross ownership. Kok PSSI malah mengizinkan. Ini berbahaya buat industeri sepakbola Indonesia. Akan ada monopoli dan kartel bisnis di dalamnya bila pasal 21 ayat 3 tidak direvisi.
Pastinya, yang memasukkan pasal ini punya kepentingan terselubung. Ini tekel keras yang bisa kartu merah.
Pasal 21 ayat 3 Statuta PSSI harus direvisi. Ini sangat berbahaya. Kita sudah mengalaminya di era galatama dan akhirnya hancur lebur. Dibolehkannya satu perusahaan memiliki lebih dari satu klub akan membuka pintu pengaturan juara, promosi, dan degradasi. Bahkan, bisa jadi alat match fixing. Ini bom waktu yang bisa meledak setiap saat.
Ke depan PSSI juga harus membuat aturan baku prosedur jual beli saham klub agar kasus yang terjadi sebelumnya tak terulang.
Yang dijual adalah sahamnya, bukan gonta-ganti perusahaan yang meniadakan kewajiban masa lalu seperti utang ke pihak ketiga.
Jangan juga ada pejabat PSSI yang menjadi makelar jual beli lisensi klub karena kegiatan jual beli lisensi dilarang FIFA.
Ketiga, tentunya, soal pemberantasan match acting, match setting, dan match fixing yang menjadi penyakit akut sepakbola nasional.
Bahkan, sudah menjadi rahasia umum. Dengan background polisi akan menjadi tantangan tersendiri bagi Iwan Bule untuk memenuhi ekspektasi masyarakat untuk menyatakan perang terhadap kejahatan sepakbola tersebut.
Ini akan menjadi sorotan selama kepemimpinan Iwan Bule. Bila tidak mampu membentengi sepakbola Indonesia dari pelaku kejahatan match fixing dan masuknya bandar-bandar judi ilegal dari luar negeri.
Iwan Bule juga dibebankan tugas lama menyelesaikan kasus para pemangku jabatan di sepakbola yang terlibat kasus. Sampai saat ini belum jelas dituntaskannya. jangan sampai tersandera.
Keempat, soal rivalitas suporter yang selalu berujung kericuhan berbalut anarkisme dan vandalisme.
Sosok Iwan Bule yang berbintang tiga di kepolisian diharapkan bisa menuntaskan perseteruan suporter. Jangan lagi ada korban nyawa di sepakbola.
Suporter harus diedukasi dan disosialisasikan soal regulasi agar mereka paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mendukung timnya. Bila tidak ada aksi dan kembali ada korban jiwa, bintang tiga Iwan Bule dipertaruhkan. Ini bom waktu yang harus dijinakkan.
Plus tentunya menjadi PR adalah kemudahan perizinan pertandingan. Jangan lagi ada pertandingan tanpa suporter tim tamu. Ini sumber konflik horizontal kecuali ada sanksi yang dijatuhkan sehingga tidak boleh datang.
Kelima, bom waktu yang setiap saat bisa meledak adalah soal prestasi timnas. Ekspektasi masyarakat sangat tinggi setelah terakhir juara sea games 1991.
Artinya, sudah 28 tahun puasa prestasi. Timnas yang kuat berasal dari kompetisi yang sehat. Ini menjadi tantangan buat Iwan Bule. (*)