Kurangi Beban Masyarakat Miskin, At-taubah Channel Peduli Wajo Rutin Lakukan Sedekah Jumat
Olehnya, banyak lembaga-lembaga kemanusian yang membawa misi mengentaskan atau setidak-tidaknya mengurangi beban masyarakat miskin.
Penulis: Hardiansyah Abdi Gunawan | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-WAJO.COM, TANASITOLO - Masih banyak masyarakat di Kabupaten Wajo yang hidup di bawah garis layak. Bantuan sosial pemerintah pun juga tak merata.
Olehnya, banyak lembaga-lembaga kemanusian yang membawa misi mengentaskan atau setidak-tidaknya mengurangi beban masyarakat miskin.
Salah satunya adalah At-taubah Channel Peduli Wajo. At-taubah Channel rutin memberikan bantuan ke kaum dhuafa dan anak yatim, melalui program "Sedekah Jumat".
Baca: Memilih Mendikbud Nadiem Makarim, Dengan Cara Ngawur
Program tersebut berkesinambungan dan telah berjalan kurang lebih 9 bulan, tiap hari Jumat. Kali ini, dua kaum dhuafa dan dua keluarga anak yatim disantuni, Jumat (1/11/2019) sore.
Keluarga dhuafa tersebut adalah keluarga Amir (55), yang tinggal di Jl Sulawesi, Sengkang dan Baderia (70), yang tinggal di Desa Pakkanna, Kecamatan Tanasitolo.
Amir sendiri tak mampu lagi bekerja, padahal dirinya memiliki 8 anak yang mesti ditanggung.
Baca: Maju di Pilkada Maros, Ilham Nadjamuddin: Saya Siap dengan Segala Resiko
Sementara, Baderia cuma bertahan hidup berdua dengan saudaranya di rumahnya di Desa Pakkanna, dengan mengandalkan upah sebagai buruh tenun.
Kondisi Amir dan Baderia pun memprihatinkan, sama-sama sudah tak bisa melihat.
Sementara, dua keluarga anak yatim yang disantuni berada di Desa Empagae, Kecamatan Tanasitolo.
Baca: BPJS Ketenagakerjaan Palopo Bayar Klaim Rp 73,6 Miliar Tahun 2019
Adalah keluarga Indo Angka (40), yang memiliki tiga anak dan keluarga Bungawati (30) yang memiliki satu anak. Kedua perempuan tersebut sudah tak memiliki suami.
Rasa syukur dan tangis haru cuat di wajah mereka masing-masing.
Getir hidup diceritakan. Ada yang tak pernah tersentuh bantuan pemerintah, ada pula yang baru mendapatkan bantuan.
Baca: KABAR BURUK Mahfud MD, Baru Seminggu Jadi Menkopolhukam, Foto Anaknya Sudah Dipakai Menipu
"Alhamdulillah, kita sangat bersyukur atas bantuan ini, semoga para penyumbang senantiasa dimurahkan rezekinya," kata Baderia.
Sebelum disantuni, At-taubah Channel Peduli Wajo terlebih dahulu melakukan survei, agar bantuan dan sumbangan tepat sasaran.
Bantuan yang diberikan memang tak seberapa, setidaknya mampu mengurangi beban kaum dhuafa di Kabupaten Wajo.
Baca: Buntut Kericuhan Suporter di GBT, Persebaya Kena Sanksi Berlapis dari Komdis, Ini Rinciannya
Menurut Mediator Anak Yatim dan Kaum Dhuafa At-taubah, Muhammad Akbar Gunawan, sumbangan yang disalurkan melalui program sedekah Jumat ini berasal dari pelbagai pihak.
Ada dari komunitas CB Indonesia, pengusaha kayu di Kabupaten Wajo, serta sejumlah donatur tetap At-taubah Channel Peduli Wajo.
"Alhamudulillah, kita sudah menyalurkan sedekah Jumat ke dua kaum dhuafa dan keluarga anak yatim, terima kasih masih mempercayakan kami sebagai perantara sedekahnya," katanya.
Baca: Rekam Jejak Karier Dewi Rezer, Tetap Kompak dengan Mantan Suami demi Anak
At-taubah Channel Peduli Wajo merupakan wadah sedekah yang dibina oleh Iptu Chandra Said Nur, yang saat ini merupakan Kanit Reskrim Polsek Tempe, dan dijalankan bersama sejumlah jurnalis yang bertugas di Kabupaten Wajo.
Selain santunan kepada kaum dhuafa, juga At-taubah Channel Peduli juga rutin menyantuni anak yatim, penghafal Alquran, serta memberikan bantuan modal kepada kaum dhuafa.
Baca: Rekam Jejak Karier Dewi Rezer, Tetap Kompak dengan Mantan Suami demi Anak
Sudah ada empat kabupaten yang dijamah oleh At-taubah Channel Peduli Wajo, yakni Kabupaten Wajo sendiri, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Bine dan Kabupaten Bulukumba.
Bila anda memiliki kelebihan rezeki dan hendak menyisihkan dapat menyalurkannya di nomor rekening 504601000359503 (BRI) atau 0445326618 (BNI) atas nama Muhammad Akbar Gunawan. Atau dapat menghubungi melalui nomor ini 0821 - 8848 - 9770.
Baca: Amir Hidup dalam Kemiskinan Tak Dipedulikan Pemkab Wajo
Amir Hidup dalam Kemiskinan Tak Dipedulikan Pemkab Wajo
Masih banyak masyarakat miskin di Kota Sengkang, Kabupaten Wajo, yang tak tersentuh bantuan pemerintah.
Salah satunya Amir (55), yang cuma tinggal menumpang di salah satu rumah warga di Jl Sulawesi.
Kehidupan Amir sungguh miris. Dirinya yang semestinya menjadi tulang punggung keluarga, tak mampu lagi mencari nafkah untuk istri dan delapan anaknya.
Baca: Bakso Cinta Hingga Patah Hati Ada di Pangkep, Seporsi Rp 15 Ribu
Sebab, sudah 3 tahun Amir menderita katarak.
Untuk makan sehari-hari saja, Amir cuma mengandalkan istrinya, Ina (40) yang kerja serabutan.
"Sudah seminggu ini tinggal di rumah, kadang kalau dipanggil kerja ada lagi, biasa juga cuci piring," kata Ina, saat disambangi kediamannya, Jumat (1/11/2019).
Baca: 7 Tahun di Balik Jeruji Besi, Ini Potret Terbaru Angelina Sondakh Gendong Yuni Shara, Kapan Bebas?
Amir dan keluarganya yang cuma menumpang tinggal di rumah kerabatnya tersebut, kadang juga tak makan sehari.
Bahkan, dua anaknya yang sempat di sekolahkan pun tak lagi lanjut.
"Yang nomor empat sama lima itu kelas 2 SD, tapi sudah berhenti," katanya.
Baca: BPOM Mamuju Edukasi Millenial Bahaya Kosmetik Ilegal
Sebelum menumpang hidup di Jl Sulawesi, Amir sempat memiliki tempat tinggal di Jl Andi Macca Amirullah.
Namun, kondisi rumahnya reot dan tak memungkinkam lagi untuk ditempati.
Keinginan untuk memperbaikinya cuma sekadar keinginan, mengingat tak ada biaya untuk itu. Makan saja susah.
Baca: UMK Makassar Naik atau Turun di 2020? Ini Respon Kadisnaker
Menyikapi hal tersebut, Mediator Anak Yatim dan Kaum Dhuafa At-taubah, Muhammad Akbar Gunawan pun menyarankan agar Ina mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan sedekah bulanan dari Masjid At-taubah Pasar Sentral Sengkang.
"Insya Allah, kita akan bantu setiap bulannya," katanya.
Baca: Belum Teken NPND, KPU Pangkep dan Selayar Kembali Dipanggil Mendagri
Guru Nining Suryani Hidup dalam Kemiskinan, Gaji Hanya Rp 350 Ribu dan Tinggal di WC
Guru Nining Suryani hidup dalam kemiskinan, gaji hanya Rp 350 ribu dan tinggal di WC.
Inilah potret buruknya tingkat kejahteraan guru honorer di Tanah Air.
Gaji jauh dari cukup dan kehidupan pun memiriskan.
Namun, itu tak mengurangi semangatnya untuk mengabdi.
Sudah dua tahun, Nining Suryani (44) dan keluarganya tinggal di WC sekolah tempatnya mengabdi.
Guru honorer di SDN Karyabuana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, itu terpaksa memutuskan tinggal di WC sekolah karena tidak punya rumah.
WC tersebut berada di lingkungan sekolah dan sehari-hari masih dipakai oleh guru dan siswa.
Oleh Nining dan suaminya, Ebi Suhaebi (46), sebagian WC tersebut lalu dimodifikasi.
Mereka lalu menambah ruangan lain di sebelahnya untuk kamar dan tempatnya berjualan jajanan sekolah.
"Bekas WC jadi tempat masak, kalau tidur di samping WC, ada ruangan dibangun bantuan dari kepala sekolah," kata Nining di SDN Karyabuana 3, Cigeulis, Senin (15/7/2019).
Rumah Roboh
Menurut Nining, semua berawal saat rumahnya roboh karena lapuk.
Lantaran tidak ada pilihan lain, dia meminta izin pihak sekolah menggunakan WC sekolah untuk tinggal sementara.
Awalnya, pihak sekolah sempat melarang, tetapi akhirnya mengizinkan lantaran tidak ada lagi tempat untuk Nining dan keluarga tinggal.
"Kepala sekolah membantu belikan kayu, saya dan suami yang bangun. Alhamdulillah bisa nyaman tinggal di sini," ujar dia.
Digaji Rp 350 Ribu
Nining mengaku tidak bisa menyewa rumah dengan kondisi keuangan yang minim.
Gaji sebagai guru honorer sebesar Rp 350.000 per bulan tidak cukup untuk menyewa rumah.

Bahkan, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja masih kurang.
Sementara itu, suaminya hanya bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu.
"Gaji saya sebagai guru hanya Rp 350.000, cair tiga bulan sekali," kata ibu beranak dua ini.
Kedua anaknya hanya pulang sesekali.
Anak pertamanya kerja di Jakarta, sedangkan yang kedua bersekolah di MTs sekitar 40 km dari Cigeulis.
Nining berharap, gajinya sebagai guru bisa naik, apalagi dia sudah mengabdi sebagai guru selama 15 tahun.
Ibu dua anak ini punya alasan khusus mengapa tetap bertahan sebagai guru honorer kendati gajinya kecil.
Dia masih menyimpan harapan untuk diangkat menjadi PNS dan mendapat penghasilan yang sesuai dengan pengabdiannya.
"Kalau enggak diangkat juga enggak apa-apa, setidaknya ada kebijakan dari pemerintah berapa kenaikan per bulan. Mau kecil mau besar saya ikhlas terima," kata Nining.
Sayangnya, tahun demi tahun berlalu, status Nining belum naik juga.
Berbagai upaya sudah dilakukan, termasuk kuliah lagi untuk mendapatkan gelar sarjana.
Nining mengaku sempat merasa putus asa dan menyerah.
Apalagi usianya saat ini sudah melebihi batas ambang persyaratan menjadi PNS.
Sempat pula tebersit niat untuk berhenti mengajar, tapi urung mengingat salah satu anaknya masih perlu biaya sekolah.
"Anak saya yang kedua sekarang masih sekolah di pesantren, tiap bulan butuh biaya," kata dia.
Cita-cita Nining
Sebelum tinggal di toilet sekolah, Nining tinggal di sebuah rumah petak di dekat sekolah.
Namun, dua tahun lalu rumah tersebut roboh lantaran sudah lapuk.
Keinginan Nining kini hanya satu, dia bisa punya tempat tinggal sendiri yang layak sehingga bisa ditinggali oleh keluarga kecilnya.
Sekretaris Camat Kecamatan Cigeulis Encep Hadikusuma mengaku prihatin dengan keadaan Nining yang tinggal di sekolah.
Dia mengatakan, pihaknya sudah mengupayakan akan memindahkan Nining ke tempat yang layak.
"Kami sudah sepakat dari pihak kecamatan dan guru-guru untuk membuatkan rumah, secepatnya akan dibangun," kata dia.
Terima Bantuan
Cerita Nining tinggal di WC kemudian viral.
Akhirnya, dermawan memberi bantuan kepada dia.
Salah satu bantuan yang diterima adalah material untuk membangun rumah.
"Alhamdulillah sudah dapat bantuan untuk bangun rumah, saya bersyukur, seperti mukjizat, cepat sekali," kata Nining, Selasa (16/7/2019).
Nining mengatakan, bantuan berupa material tersebut sebagian sudah berdatangan di lokasi rumah yang akan dibangun, yang berada tidak jauh dari sekolah.
Lokasi tersebut dulunya merupakan bekas rumah Nining yang roboh dua tahun lalu.
Pantauan di lokasi calon rumah Nining yang akan dibangun sudah terdapat tumpukan material batu.

Sedangkan tanah untuk pembangunan rumah sudah dibatasi oleh tali berwarna merah ukurannya sekitar 6x6 meter.
Suami Nining, Ebi Suhaebi (46) mengatakan, pembangunan rumah rencananya dilakukan mulai, Rabu (16/7/2019).
Menurut Ebi, semua urusan pembangunan dikerjakan oleh pihak yang menyumbang.
"Mulai dari material sampai yang membayar tukang itu dari pemerintah, kami hanya terima beres saja," kata Ebi.
Sebelumnya, Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengatakan, pihaknya akan memberikan bantuan kepada Nining untuk pembangunan rumah.
Bantuan tersebut bukan berasal dari APBD melainkan dari patungan mulai dari bupati hingga kepala dinas.
"Minggu ini kita urunan, terkumpul Rp 7 juta atau Rp 10 juta kita perbaiki rumahnya. Kalau menunggu dari APBD harus tahun depan, jadi kami patungan dulu untuk perbaiki rumahnya," kata dia.
Jika rumah tersebut sudah jadi, kata Irna, Nining dan keluarganya harus pindah ke rumah baru dan tidak diperkenankan untuk tinggal di toilet lagi.
"Tapi kalau beliau mau buka warung di sana, silakan. Tapi tidak untuk ditempati, tidak untuk dihuni," kata dia.(*)