OPINI
Memilih Mendikbud Nadiem Makarim, Dengan Cara Ngawur
Ditulis Ketua Umum APTISI Pusat; Ketua Dewan Pembina APPERTI dan Ketua Dewan Pembina PT Teknik & Sains Indonesia.
Oleh: M. Budi Djatmiko
Ketua Umum APTISI Pusat; Presiden GERAAAK Indonesia; Ketua Dewan Pembina APPERTI, Ketua Dewan Pembina PT Teknik & Sains Indonesia; Ketua Umum HPTKes Indonesia; dan Ketua Dewan Pembina APPSIHI
SETIAP keputusan pasti ada harga yang harus dibayar. Demikian juga keputusan Presiden Joko Widodo dalam memilih para pembantunya, salah satunya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Penunjukan Nadiem sempat menjadi trending topic di media sosial dan di kalangan mayarakat pada umumnya serta dikalangan sekolah dan kampus khususnya membicarakan kemendikbud baru.
Tidak perlu berpandangan buruk sebelum semuanya kita buktikan, apa yang akan terjadi jika memang nanti beberapa janji menteri tidak terbukti atau sebaliknya jika terbukti, pasti akan banjir pujian dari berbagai pihak.
Presiden Jokowi mengatakan tidak bisa menyenangkan semua pihak, karena jatah menteri hanya 34. Memang tidak bisa menyenangkan semua pihak tetapi harusnya memilih sesuatu yang paling ideal atau resikonya terkecil dari keputusan yang akan diambilnya.
Amir Hidup dalam Kemiskinan Tak Dipedulikan Pemkab Wajo
Maju di Pilkada Maros, Ilham Nadjamuddin: Saya Siap dengan Segala Resiko
Pilihan Ngawur
Hujatan dan cercaan terhadap Prabowo dan Nadiem luar biasa pedasnya, beda dengan pengangkatan menteri lainnya. Hal ini bisa dipahami yang paling banyak bicara memang orang kampus, selain para politikus.
Namun biasanya kalau orang kampus bicara dengan membuat argumen, fakta, data, hipotesis dan kesimpulan, bukan hanya stereotip saja. Hal yang menjadi pemicu utamanya adalah latar belakang sang menteri yang melenial ini, yang latar belakangnya bukan akademisi.
Mantan bos Go-Jek itu dianggap tidak cocok memimpin kementerian yang dipenuhi akademisi orang-orang pintar dan berpendidikan tinggi, dan bukan berarti Nadiem buka orang pintar, karena kepinatarannya berbeda, dia pinar bisnis, pengusaha.
Walaupun, tentu waktulah yang akan menjawab nanti. Tidak bisa dalam masa yang sangat singkat, hitungan hari kita bisa dapat menilai akan pestasi seseorang.
Diskusi di media sosial sangat hangat, menyikapi berbagai sisi kehidupan Nadiem dari kesuksesan membangun Gojek, sehingga menjadi pahlawan bagi pengangguran saat awal berdirinya Go-Jek hingga dia dituduh sebagai kapitalis yang mengisap darah kaum miskin penarik ojol dengan berbagai janji palsunya dan sisi kehidupan keluarga yang berbeda agama (tulisan Djoko Edhi S, “Nadiem Mundurlah”).
Tentu jika membaca berbagai tulisan miring di media sosial tentang sisi kehidupan Nadiem, pasti kita akan menyatakan Presiden Jokowi ngawur dalam memilih dan menetapkan menteri melineal ini, dan salah menempatkan di menteri pendidikan yang harus menghasilkan anak didik yang berakhlak mulia.
Tunggu Dulu
Sah-sah saja orang memiliki berbagai sudut pandang terhadap kehidupan dan kepribadian Nadiem ini. Tapi, saya memiliki keyakinan mantan CEO Go-Jek itu mampu menyambungkan kebutuhan dunia bisnis dengan dunia pendidikan, terutama di bidang inovasi teknologi, yang selam ini tidak dimiliki oleh pendahulunya.
Tentunya diharapkan bahwa peran teknologi dan peran inovasi digital di sektor pendidikan kita ini akan bisa membawa pendidikan lebih efekti, efisien, tuntas dan berkualitas.
Bakso Cinta Hingga Patah Hati Ada di Pangkep, Seporsi Rp 15 Ribu
7 Tahun di Balik Jeruji Besi, Ini Potret Terbaru Angelina Sondakh Gendong Yuni Shara, Kapan Bebas?
Terutama masalah terbesar dalam pendidikan di Indonesia, yaitu sistem dan birokrasi yang panjang dan tidak efisien, tentu datangnya Nadiem dalam waktu singkat hal ini dapat diselesaikan, tetapi disisi lain akan menutup celah oknum yang memang mendapatkan keuntungan disini.
Tapi hati-hati dengan teknologi digital ala GO-JEK, akan berdampak pada karyawan dibawah kemendikbud akan menganggur digantikan oleh sistem digitalisasi komputer, karena birokrasi akan transparan dan akan segera dilakukan secepatnya oleh Nadiem, mestinya.