Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

HZB Palaguna, Pelopor Akta Kelahiran Gratis

Apa yang dilakukan HZB Palaguna kemudian menjadi pijakan para aktivis peduli anak untuk tanpa henti mendorong dilakukannya perubahan regulasi

Editor: syakin
DOK
Rusdin Tompo, Penulis dan Fasilitator Sekolah Ramah Anak 

Oleh Rusdin Tompo
(Penulis dan Fasilitator Sekolah Ramah Anak)

Mengenang Gubernur Sulawesi Selatan periode 1993-2003 Haji Zainal Basri (HZB) Palaguna berarti mengingat legacy-nya terkait program akta kelahiran gratis. Purnawirawan Mayor Jenderal TNI itu, menjadi bagian dari success story advokasi pencatatan kelahiran di Sulsel.

Palaguna begitu responsif terhadap advokasi yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulsel dan jaringan LSM peduli anak, pada masa awal gerakan kepedulian tentang pentingnya pencatatan kelahiran diwacanakan.

Posisinya sebagai Gubernur Sulsel benar-benar diartikulasikan bagi kepentingan terbaik anak, sebagaimana salah satu prinsip yang dianut oleh Konvensi Hak Anak (KHA).

Sejarah

Sejarah advokasi akta kelahiran (birth registration dan birth certification) di Tanah Air terbilang alot dan berliku. Sebelum orangtua bisa mengakses layanan publik pengurusan akta kelahiran dengan relatif mudah seperti sekarang, penerapan regulasi akta kelahiran begitu diskriminatif dan mengabaikan hak-hak anak.

Padahal, akta kelahiran merupakan pengakuan legal pertama negara terhadap seorang anak. Dalam akta kelahiran, bukan hanya tertera identitas keperdataan dan identitas sosial, tapi juga identitas kewarganegaraan, yang dijamin oleh Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

Sekadar kilas balik, ketika itu, hampir tidak dilihat relevansi pencatatan/akta kelahiran dengan pemenuhan hak anak dan isu perlindungan anak. Pengurusan akta kelahiran malah menjadi target PAD di sejumlah daerah, termasuk Makassar.

Kala itu, untuk mengurus selembar akta kelahiran, orangtua mesti merogoh kocek belasan hingga puluhan ribu rupiah sebagai retribusi ganti biaya cetak. Tidak mengherankan jika akumulasi persoalan akta kelahiran berakibat pada rendahnya kepemilikan akta kelahiran di kalangan anak-anak.

Berdasarkan laporan Unicef, tahun 1998, hanya sekira 50%-69% anak Indonesia yang kelahirannya tercatat di Kantor Catatan Sipil. Prihatin dengan kondisi ini, Palaguna segera bergerak begitu disodorkan kenyataan bahwa hampir setengah anak-anak tidak tercatat kelahirannya.

Mantan Pangdam VII/Wirabuana itu kemudian menerima tawaran kerja sama Unicef dan LPA Sulsel untuk menggelar “Lokakarya Pemberian Akta Kelahiran bagi Anak Jalanan dan Anak Miskin” di Baruga Sangiangseri, Makassar, 9 November 1999.

Lokakarya dalam rangka peringatan 10 Tahun Konvesi Hak Anak itu mengusung tekad: “Tahun 2000 Anak Bebas Tanpa Akta”. Sebagai bukti komitmennya, sehari setelah pencanangan, atau tepat pada Hari Pahlawan, 10 November 1999, Palaguna menyerahkan 100 akta kelahiran secara simbolis kepada anak-anak dari berbagai latar belakang. Antara lain, pemulung, pengamen, tukang becak, penjaja kue, dan anak eksodus Timor Timur.

Sulsel terbilang cepat menindaklanjuti “Deklarasi Jakarta tentang Pencatatan Kelahiran Anak” di Indonesia, yang dicetuskan pertengahan September 1999.

Selalu Hadir

Apa yang dilakukan HZB Palaguna kemudian menjadi pijakan para aktivis peduli anak untuk tanpa henti mendorong dilakukannya perubahan regulasi tentang pencatatan kelahiran. Sebagai pemimpin, Palaguna hadir dengan mengambil langkah-langkah konkret. Lelaki kelahiran Bone, 9 Maret 1939 itu juga menunjuk Kanwil Sosial, Kanwil Kesehatan, BKKBN, dan instansi terkait untuk mendukung penuntasan gerakan akta kelahiran gratis ini. Melalui Pemda Tingkat I Sulsel, beliau membantu pembiayaan lebih dari 5.000 akta kelahiran anak, yang didaftarkan melalui LPA Sulsel.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved