Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mahasiswa Unhas Ditangkap Demonstrasi Terancam 12 Tahun Penjara, Kombes Dicky: Dia Bawa Bom

Penjelasan kasus oleh Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani, digelar di ruang rapat Polrestabes Makassar, Kamis malam.

Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Imam Wahyudi
darul/tribun-timur.com
Penyidik Polrestabes Makassar menggelar konferensi pers terkait ditangkapnya para perusuh saat demonstrasi di depan Kampus Unhas, Kamis (26/9/2019) sore. Penjelasan kasus oleh Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani ini, digelar di ruang rapat Polrestabes Makassar, Kamis malam. 

Dalam kesempatan itu, Syarah memposting kata-kata bernada ujaran kebencian. Bunyinya 'bersama keparat negara'.

Postingan itu disertai potongan lembaran SKCK milik Syarah. Postingan tersebut akhirnya menjadi bahan penyelidikan polisi.

Meski demikian, Syarah menegaskan, postingan itu tidak bermaksud menyudutkan siapapun termasuk Polres Gowa.

Akan tetapi, Syarah kecewa terhadap oknum aparat kepolisian yang memukuli mahasiswa dalam aksi unjuk rasa.

"Saya melakukan postingan itu mungkin bentuk kekecewaan terhadap beberapa oknum kepolisian yang melakukan tindakan rpresif kemarin terhadal mahasiswa," ujarnya, Kamis malam (26/9/2019) di Mako Polres Gowa.

Dia berharap kejadian ini bisa menjadi pelajaran untuk semua pihak agar lebih baik. Tak lupa, ia menyampaikan permohonan maaf kepada Polres Gowa.

"Saya minta maaf sebesar-besarnya," ucapnya.

Pemeriksaan Syarah turut didampingi ayahnya Amir Muhidin yang juga melakukan permintaan maaf atas kelakuan putrinya itu.

"Sebagai orang tua menyampaikan permohonan maaf kepada kepolisian terutama Polres Gowa. ini menjadi pembelajaran bagi kita semua," ungkapnya.

Polisi Diduga Tebang Pilih

Dalam kasus ini, aparat kepolisian diduga tebang pilih dalam menangani kasus yang mengangkut UU ITE.

Polisi disebutkan memproses secara cepat kasus ujaran kebencian yang melibatkan mahasiswa.

Apalagi, insiden kekerasan yang melibatkan aparat terhadap mahasiswa tengah hangat pasca demonstrasi penolakan RUU KPK.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Sulsel Abdul Aziz Saleh.

"Patut diduga polisi tebang pilih. Kenapa hanya mahasiswa yang diproses. Padahal banyak kasus serapa berseliweran di media sosial," kata Aziz kepada Tribun.

Aziz menyampaikan, ada banyak kasus serupa yang mengandung unsur ujaran kebencian kepada aparat belakangan ini.

Menurutnya, ujaran kebencian itu muncul merespon aksi kekerasan aparat kepada mahasiswa yang menyampaikan apresiasi.

Bila ingin menerapkan UU ITE, kata Aziz, polisi tidak boleh memproses satu kasus saja. Apalagi aparat memilik cyber crime. Penegakan hukum harus diterapkan tanpa pandang bulu.

"Postingan mahasiswi itu memang bisa masuk ranah UU ITE. Tapi, kalau mau menangkap, jangan hanya satu. Proses semua dong," katanya.

"Ada banyak ujuran seperti itu yang beredar di media sosial. Cyber crime polisi jangan memproses kasus mahasiswa saja dong," bebernya.

Aziz juga menyayangkan penanganan kasus kekerasan oleh oknum aparat yang lambat. Jauh berbeda dengan kasus dugaan ITE mahasiswa.

Ia menegaskan, polisi sebagai aparat keamanan memiliki protap dalam menangani aksi unjuk rasa. Tak boleh asal pukul mahasiswa.

Apalagi, katanya, aksi unjuk rasa yang dilakukan di muka umum dijamin oleh undang-undang. Termasuk kerja-kerja jurnalis yang turut dipukul polisi.

"Bagaimana dengan ratusan mahasiswa yang dipukul aparat? Kapolda Sulsel semestinya memproses oknum personelnya yang terlibat kekerasan kepada mahasiswa," bebernya.

"Penanganan demonstrasi itu ada protapnya. Tapi polisi memukuli mahasiswa, hukum tidak boleh pandang bulu," tegasnya.

Kepala Unit Bank BRI Malakaji Ditangkap Polres Gowa, ini Kasusnya

Basiruddin Nurdin (43) kini harus berurusan dengan aparat kepolisian Polres Gowa.

Kepala Unit Bank BRI Malakaji ini ditahan atas kasus penggelapan dana nasabah Bank.

Tak tanggung-tanggung, jumlah dana yang digelapkan Basiruddin mencapai Rp 784.100.000.

Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga menuturkan, kasus penggelapan dana nasabah ini terungkap ketika Tim Internal Bank BRI melakukan inspeksi mendadak (sidak), 11 Juli 2019 lalu.

Wow, Tahun Ini Pemkab Enrekang Anggarkan Rp 12,9 M untuk Makan Minum

Pantau Perpustakaan Tudang Sipulung Lutim, Ini Harapan Tim Verifikasi Nasional

Perwira Polres Wajo Jadi Pembina Upacara di Sejumlah SMP, Ini Tujuannya

Sidak dilakukan dengan memeriksa kas sistem dan kas fisik.

Tim menemukan adanya selisih atau kekurangan dana kas sistem dan fisik.

Belakangan diketahui selisih ini merupakan akibat penggelapan dana yang dilakukan oleh pimpinan Unit BRI ini.

"Selisihnya mencapai Rp 784 juta," kata Shinto di Mapolres Gowa, Senin (29/7/2019) siang.

Perwira polisi dua melati ini melanjutkan, selisih uang tersebut diambil pelaku secara bertahap.

Pelaku mengambil uang ketika karyawan lain telah. Uang tunai diambil dari dalam brankas.

Pihak Bank awalnya sempat memberi waktu kepada pelaku mengganti kerugian.

Wow, Tahun Ini Pemkab Enrekang Anggarkan Rp 12,9 M untuk Makan Minum

Pantau Perpustakaan Tudang Sipulung Lutim, Ini Harapan Tim Verifikasi Nasional

Perwira Polres Wajo Jadi Pembina Upacara di Sejumlah SMP, Ini Tujuannya

Namun dalam jangka waktu yang diberikan, pelaku tidak memberikan respon.

Polisi akhirnya menangkap kepala unit Bank ini di kediamannya, Kelurahan Malakaji Kecamatan Tompobulu Kabupaten Gowa.

Ia ditangkap tanpa perlawanan, Kamis tanggal 18 Juli 2019 lalu.

"Penyidik menetapkan pelaku sebagai tersangka pada 19 Juli 2019 dan telah dilakukan penahanan," imbuh Shinto.

Pelaku diketahui beralamat di BTN Agang Jen'ne Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto.

Wow, Tahun Ini Pemkab Enrekang Anggarkan Rp 12,9 M untuk Makan Minum

Pantau Perpustakaan Tudang Sipulung Lutim, Ini Harapan Tim Verifikasi Nasional

Perwira Polres Wajo Jadi Pembina Upacara di Sejumlah SMP, Ini Tujuannya

Pelaku kini terancam 15 tahun penjara serta dendam sekurang-kurangnya  Rp. 10 Milyar.

Tersangka dijerat dengan pasal berlapis.

Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU RI No.10 Tahun 1998 tentang perubahaan atas UU RI No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,  dan atau Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan. (*)

Laporan Wartawan Tribun Timur @bungari95

Langganan Berita Pilihan 
tribun-timur.com di Whatsapp 
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur

Follow akun instagram Tribun Timur:

Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved