Tribun Wiki
TRIBUNWIKI: Profil dan Kepahlawanan La Madukkelleng, Diabadikan Jadi Nama Jalan di Makassar
Armada La Maddukkelleng berangkat menuju Makassar melalui Mandar dan kemudian terlebih dahulu singgah di Pulau Sabutung.
Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Ina Maharani
Armada La Maddukkelleng membalas tembakan meriam itu dengan gencar. Gubernur Makassar, "Johan Santijn" (1733-1737) mengirim satu pasukan orang-orang Belanda yang ditemani oleh Ancak Baeda Kapitang Melayu menuju Pulau Lae Lae.
Hampir seluruh pasukan tersebut ditewaskan oleh La Maddukkelleng bersama pasukannya. Melalui pelabuhan Gowa dia diterima oleh kawan seperjuangannya I Mappasempek Daeng Mamaro, Karaeng Bontolangkasa yang sebelumnya sudah dikirimi surat.
Lalu kemudian Tumabbicara Butta (Mangkubumi) Kerajaan Gowa, I Megana juga datang menemui La Maddukkelleng. Kemudian diadakanlah pertemuan yang membicarakan rencana strategis dan taktik menghadapi tentara Belanda.
Setelah armada VOC tidak dapat mengalahkan armada La Maddukkelleng, mereka melanjutkan pelayaran menuju Bone dan tiba di Ujung Palette.
Ratu Bone We Bataru Toja, yang merangkap jabatan Datu Soppeng, sejak tahun 1667 menjadi sekutu Belanda, mengirim pasukan untuk menghadang armada La Maddukkelleng, dan menyampaikan bahwa Topasalanna Bone (orang bersalah terhadap Bone) dilarang masuk melalui sungai Cenrana.
Suruhan La Maddukkelleng menyampaikan balasan bahwa La Maddukkelleng, Sultan Pasir, menghormati raja perempuan dan tidak akan melalui sungai Cenrana, tetapi melalui Doping (wilayah Wajo) ke Singkang.
Dalam Musyawarah dengan Arum Pone (merangkap Datu Soppeng), Arung Matowa Wajo mendapat tekanan dari Raja Bone untuk menyerang dan tidak memberi kesempatan masuk.
Arung Matowa Wajo menjawab bahwa berdasarkan perjanjian pemerintahan di Lapaddeppa antara Arung Saotanre La Tiringeng To Taba dengan rakyat Wajo (1476) yang berbunyi Wajo adalah negeri maradeka "Merdeka" di mana hak-hak asasi rakyat dijamin.
Dengan melalui proses negoisasi dan dengan persiapan yang mantap, La Maddukkelleng dengan pasukannya masuk melalui Doping. Tanggal 24 Mei 1736 ditambah dengan tambahan pasukan 100 (seratus) orang Wajo, sehingga diperkirakan kurang lebih 700 (tujuh ratus) orang ketika tiba di Sengkang.
Karena La Maddukkelleng masih menghormati Hukum Adat Tellumpoccoe (persekutuan antara Wajo, Soppeng dan Bone), dia berangkat ke Tosora untuk menghadiri persidangan dengan kawalan 1.000 orang.
Tuduhan pun dibacakan yang isinya mengungkap tuduhan perbuatan La Maddukkelleng mulai dari sebab meninggalkan negeri Bugis sampai pertempuran yang dialaminya melawan Belanda. La Maddukkelleng lalu membela diri dengan alasan-alasan rasional dan menyadarkan akan posisi orang Bugis di hadapan Belanda.
Karena demikian maka tidak mendapat tanggapan dari Majelis Pengadilan Tellumpoccoe.
La Maddukkelleng kemudian ke Peneki memangku jabatan Arung yang diwariskan ayahnya, namun dalam perjalanan tidak dapat dihindari terjadinya peperangan dengan kekalahan di pihak pasukan Bone.
La Maddukkelleng dijuluki Petta Pamaradekangi Wajona To Wajoe yang artinya tuan/orang yang memerdekakan tanah Wajo dan rakyatnya.
Karena La Salewangeng (pemangku Arung Matowa Wajo) usianya sudah cukup lanjut untuk menyelesaikan segala persoalan, maka melalui suatu mufakat Arung Ennengnge (Dewan Adat), ia diangkat sebagai Arung Matowa Wajo XXXIV. Pengangkatannya tersebut dilaksanakan di Paria pada hari Selasa tanggal 8 November 1736.
Dalam pemerintahannya, tercatat berhasil menciptakan strategi pemerintahan yang cemerlang yang terus menerus melawan dominasi Belanda dan membebaskan Wajo dari penjajahan diktean Kerajaan Bone, juga keberhasilan memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Wajo.
Biodata
Nama lengkap: La Madukelleng
Tempat, tanggal lahir: Belawa, Wajo, Sulawesi Selatan, 1700
Wafat: Sengkang, 1765
Sumber foto: wikipedia.org