Tribun Wiki
TRIBUNWIKI: Profil dan Kepahlawanan La Madukkelleng, Diabadikan Jadi Nama Jalan di Makassar
Armada La Maddukkelleng berangkat menuju Makassar melalui Mandar dan kemudian terlebih dahulu singgah di Pulau Sabutung.
Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Ina Maharani
La Maddukkelleng yang pada saat itu baru saja disunat dan lukanya belum sembuh benar, turut serta dalam perkelahian yang mengakibatkan jatuhnya korban di pihak Bone dan La Maddukkelleng berhasil membunuh 11 orang, di mana waktu itu usia La Maddukkelleng juga baru 11 tahun.
Dalam suasana darurat, Arung Matowa Wajo beserta para pengikutnya terpaksa pulang ke Wajo melalui Sungai Walennae.
Beberapa saat setelah Arung Matowa Wajo La Salewangeng tiba di Tosora, maka datanglah utusan Raja Bone untuk meminta agar La Maddukkelleng diserahkan ke Raja Bone untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tapi Arung Matowa Wajo mengatakan bahwa La Maddukkelleng tidak berada Wajo. Walaupun tidak percaya pada penjelasan Arung Matowa mengenai keberadaan La Maddukkelleng, utusan raja Bone itu kembali ke Bone dengan tangan hampa.
Mareka tidak bisa memaksakan kehendak untuk membawa La Maddukkelleng karena ada ikrar yang telah disepakati antara kerajaan Bone, Soppeng dan Wajo di Timurung pada tahun 1582, bahwa tiga kerajaan itu harus saling mempercayai.
Atas kejadian tersebut, hubungan kerajaan Wajo dan kerajaan Bone kurang harmonis, dan untuk menjaga agar hubungan baik ke dua kerajaan tersebut tetap terjaga, maka La Maddukkelleng memutuskan untuk pergi merantau.
Sebelum ia berangkat, La Maddukkelleng datang menghadap dan meminta restu Arung Matowa Wajo dan Dewan Pemerintah Wajo (arung bentempola). Saat itu bertepatan dengan selesainya pembangunan gedung tempat penyimpanan harta kekayaan di sebelah timur masjid Tosora serta gedung padi di Tellu Limpoe)
Arung Matoa bertanya, “aga bokongmu?”, (apa bekalmu?). La Maddukkelleng menjawab, bekalku adalah tiga ujung "Tellu Cappa" yaitu Ujung lidah, ujung pedang dan ujung kemaluan "Cappa Lila, Cappa Kalewang dan Cappa Laso (Kemaluan)".
Menjelang kepergian La Maddukkelleng, anggota Dewan pemerintah Kerajaan Wajo "La Tenri Wija Daeng Situju" berpesan agar ia tidak melupakan negeri Bugis khususnya "Tanah Wajo"
Pada tahun 1714, La Maddukkelleng disertai sejumlah pengikutnya berangkat dari Peneki dengan menggunakan perahu pinisi menuju Johor (Malaysia sekarang).
Lontarak Sukunna Wajo memberitakan bahwa La Maddukkelleng dalam perjalanan bertemu dengan saudaranya bernama Daeng Matekko, yang menjadi seorang saudagar kaya Johor.
Hal ini membuktikan bahwa lama sebelumnya orang-orang Wajo sudah merambah jauh negeri orang. Selama masa petualanagannya, La Maddukkelleng berhasil membangun kerjaan di Klantan, Trengganu dan Malaya.
Jejak petualangan
Selama di perantauan La Maddukkelleng masih memegang adat tata dan norma kerajaan Wajo, La Maddukkelleng sebagai pimpinan.
La Maddukkelleng mengangkat La Banna To Assa sebagai panglimanya. Mereka membangun armada laut yang terus mengacaukan pelayaran di Selat Makassar.