57 Pasangan di Gowa Memilih Bercerai Setelah Idul Fitri, Ada yang Pisah Sehari Usai Salat Ied
57 Pasangan di Gowa Memilih Bercerai Setelah Idulfitri, Ada yang Pisah Sehari Usai Salat Ied
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Waode Nurmin
TRIBUN-TIMUR.COM, SUNGGUMINASA - Pengadilan Negeri Agama mencatat ada 57 kasus perceraian terjadi di Kabupaten Gowa pasca Idulfitri 1440 Hijriah atau tahun 2019.
Perceraian tersebut terjadi dalam kurun waktu Kamis 6 Juni atau sehari setelah lebaran hingga Selasa 18 Juni 2019 hari ini.
Angka perceraian tersebut didominasi oleh permintaan pihak istri.
Rinciannya 44 cerai gugat, yakni perceraian yang diajukan oleh istri, serta 13 cerai talak atau perceraian yang diajukan oleh pihak suami.
Kepala Pengadilan Negeri Agama Kabupaten Gowa Ahmad Nur mengatakan ada beragam faktor yang memicu perceraian di Kabupaten Gowa.
Baca: Cerai Gugat Dominasi, Humas Pengadilan Agama Maros: Wanita Butuh Kepastian
Baca: Ini 3 Faktor Utama Perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Enrekang
Baca: Hingga Pertengahan Juni 2019, Pengadilan Agama Enrekang Terima 174 Perkara Perceraian
Meski demikian, Ahmad mengatakan perceraian di Kabupaten Gowa bukan disebabkan oleh reuni-reuni sekolah pasca lebaran.
"Banyak penyebabnya. Mulai dari masalah perselisihan kedua belah pihak secara terus menerus, masalah ekonomi keluarga, masalah pihak ketiga, serta efek media sosial," kata Ahmad Nur kepada Tribun Timur, Selasa (18/6/2019).
Ahmad Nur melanjutkan, beragam permasalahan tersebut menjadi pemicu perselisihan dalam rumah tangga tersebut. Hingga akhirnya pihak suami atau istri mengajukan perceraian.
"Yang dominan itu adalah masalah ekonomi. Ada juga yang pernikahan di usia muda, ya itu juga ada juga gangguan pihak ketiga yang bermula dari media sosial," tambah Ahmad Nur.
Ahmad Nur melanjutkan, pihaknya juga selalu berupaya melakukan mediasi apabila ada pihak yang mengajukan cerai. Pengadilan agama memberi jalan damai setiap kali ada gugatan perceraian.
"Kami juga berupaya melakukan mediasi kepada kedua belah pihak. Jadi sebelum persidangan dimulai, kedua belah pihak kami mediasi," papar Ahmad Nur.
"Kami lakukan upaya mediasi. Siapa tahu mereka masih bisa mempertahankan rumah tangganya. Siapa tahu perceraian yang mereka ajukan hanyalah dipicu perselisihan sepele. Atau hanya emosi sesaat lalu mengajukan cerai," tandas Ahmad Nur.
Baca: Cerai Gugat Dominasi, Humas Pengadilan Agama Maros: Wanita Butuh Kepastian
Baca: Ini 3 Faktor Utama Perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Enrekang
Baca: Hingga Pertengahan Juni 2019, Pengadilan Agama Enrekang Terima 174 Perkara Perceraian
Dapatkan news video terbaru di kanal YouTube Tribun Timur:
Follow juga akun Instagram tribun-timur.com:
A
Ini 3 Faktor Utama Perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Enrekang
Sebanyak 174 perkara perceraian diterima Pengadilan Agama Kabupaten Enrekang hingga pertengahan bulan Juni 2019 ini.
Dari jumlah 174 gugatan perkara yang diterima lebih didominasi oleh cerai gugat atau istri yang mengajukan gugatan.
Jumlahnya lebih dari setengah ketimbang, gugatan yang diajukan oleh pihak laki-laki yang jumlahnya tak sampai seperempat dari total gugatan yang masuk.
Baca: Baznas Enrekang Bantu Pengobatan Hasmawati, Penderita Kanker Serviks Asal Bambapuang
Baca: Hujan Sepekan, Sejumlah Fasilitas Publik di Tallu Bamba Enrekang Rusak Akibat Longsor
Baca: Sambut Perdes Zakat, Komisioner Baznas Enrekang: Potensi Zakat di Desa Rp 700 Juta Tiap Tahun
Menurut Panitera Pengadilan Agama Enrekang, Muh Tang, ada tiga faktor utama yang menjadi alasan penyebab utama perceraian yang terjadi.
Faktor tersebut adalah ekonomi, pihak ketiga (selingkuh) dan juga faktor media sosial (medsos).
"Ada tiga penyebab utamanya, yakni ekonomi, pihak ketiga atau selingkuh dan juga media sosial," kata Muh Tang pada TribunEnrekang.com, Selasa (18/6/2019) siang.
Ia menjelaskan, tiga faktor itu memang selaku dijadikan momok dalam setiap gugatan cerai yang masuk ke Pengadilan Agama.
Sebab, hal itu tak bisa dipungkiri saat ini menjadi trend di masyarakat, khususnya faktor Medsos yang tidak terkontrol sehingga merusak bahtera rumah tangga.
Padahal, Muh Tang mengatakan setiap perkara perceraian yang ditangani selalu diupayakan agar bisa diperbaiki atau dipertahankan bahtera keluarganya.
Tapi memang, banyak dari mereka yang menggugat mengaku tak cocok lagi dan tak tahan lagi sehingga harus bercerai sebagai solusi.
Meski sebenarnya, semua hal tersebut sebenarnya bisa diatasi oleh para pasangan suami istri jika bisa saling komitmen untuk saling melengkapi.
Kedua belah puhak harus bisa menahan diri dan saling mengerti satu sama lain agar bahtera rumah tangga masih bisa dipertahankan.
"Kuncinya, suami harus punya rasa tanggung jawab dan istri juga harus mengerti dan saling pengertian dan juga perbaiki akhlaq masing-masing," ujarnya. (tribunenrekang.com)
Laporan Wartawan TribunEnrekang.com, Muh Azis Albar
Langganan Berita Pilihan
tribun-timur.comdi Whatsapp
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur