OPINI
OPINI - Air Itu
Penulis adalah Dosen KBK Fisika Bumi UNM Makassar, Peneliti Karst dan Ketua Physical Society of Makassar Cabang Makassar
Uang yang diperoleh berupa PAD Kota yang selalu bertambah tiap tahun bukan tidak mungkin akan digunakan kembali – tentu, dengan benefit yang lebih besar – hanya untuk membeli kembali lahan yang memang pada awalnya sebagai daerah embun air, terutama daerah bagian timur dan selatan kota.
Perlu dilakukan rancangan ulang terhadap tatakota dengan memerhatikan ketersediaan air sebagai input pembangunan.
Pemerintah kota Makassar dengan pemerintahan baru harus secara tegas dan konsisten menyiapkan kawasan penampangan air, jika mengedepankan pembangunan berkelanjutan.
Air yang melimpah pada musim penghujan menjadi barang langka di musim kemarau. Beberapa bagian kota sulit mendapatkan suplai air PDAM pada musim kemarau ketersediaan air bersih akan menipis.
Baca: VIDEO: Delapan Fakta Dua Gadis Jatuh Di Indekos B17 Graha Modern Jaya Makassar
Tiba saatnya, warga kota sadar akan terjadinya degradasi lingkungan. Air hujan yang sejatinya sebagai berkah, kadang datang sebagai bencana.
Pemangku kepentingan (Pemerintah, Legislatif, LSM dan lainnya) diharapkan tidak melihatnya sebagai kehendak alam, dan akibat lain yang menyertainya (perubahan iklim, hanya dampak turunan dari badai yang memang harus diteruma, dan alasan lainnya).
Isu keterlangkaan air dan menuju kekeringan yang dimulai tahun 2019 ini hendaknya menjadi sosialisasi bersama. Penduduk Sulawesi Selatan sekitar 8 juta orang dengan 1,5 juta orang berada di Makassar membutuhkan air yang sedemikian besar.
Jika dirata-ratakan kebutuhan air penduduk Sulawesi Selatan (sekitar 100 liter setiap warga/hari) akan mencapai 800 juta liter per hari. Warga Makassar 1.500 juta liter perhari.
Bayangkan dalam sebulan, setahun sudah berapa? Saat ini, sekitar 1,9 milyar orang hidup di daerah yang terancam krisis air.
Sekitar 1,8 milyar orang mengonsumsi air yang tidak layak minum, karena terkontaminasi polutan. Secara global, 80% air limbah dibuang kea lam tanpa melalui proses pengolahan.
Jumlah orang beresiko terdampak banjir akan meningkat dari 1,2 milyar saat ini ke 1,6 milyar pada tahun 2050. Dalam 14 tahun terakhir, hutan disekitar daerah aliran sungai berkurang sekitar 22%.
Baca: 2018 Pertamina Kucurkan Rp 11,7 Miliar Modal Bergulir Kemitraan
Air sebagai anugrah Allah SWT hendaknya dipelihara dan tetap dipertahankan kelestariannya dengan menentukan secara tegas kawasan resapan air.
Warga hendaknya dibiasakan untuk berhemat menggunakan air. Kawasan timur dan selatan kota perlu dilakukan pemetaan, sehingga lahan kosong tidak berubah menjadi daerah permukiman.
Beberapa ruang dari bagian tersebut dijadikan resapan air tanpa mengurangi estetika kota sebagai daerah metropolitan.
Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana Walikota pada awal-awal pemerintahannya ingin menjadikan kanal-kanal itu sebagai tempat rekreasi dan wisata bagi warga masyarakat.