OPINI
OPINI - Pembangunan dan Keadilan Sosial
Penulis adalah Dosen Fisip Unismuh Makassar dan Sekretaris Koalisi Kependudukan dan Pembangunan Sul-Sel
Menurut Prof Tahir Kasnawi, Pembangunan Kependudukan merupakan bagian dari Pembangunan Sosial, yang fokus pada rekayasa pembangunan kependudukan untuk memenuhi hak-hak dasar manusia dalam mencapai kesejahteraan hidup.
Pembangunan kependudukan ini menurut penulis tentu saja salah satu upaya untuk mencari solusi, terutama dalam upaya memberdayakan potensi masyarakat kalangan bawah agar mereka bisa terlibat langsung dalam pembangunan ekonomi dan menikmati hasil-hasil pembangunan secara keseluruhan.
Melalui program kependudukan dan keluarga berencana dan pembangunan kependudukan sebagaimana diungkap Prof Tahir Kasnawi pemerintah antara lain telah melakukan peningkatan kualitas hidup.
Menurut penulis ini penting terutama dalam pendidikan dan peningkatan derajat kesehatan. Selanjutnya menjamin akses pendidikan yang sederajat bagi laki-laki dan perempuan, memajukan keadilan dan kesetaraan gender.
Mengintegrasikan kebijakan kependudukan dengan kebijakan pembangunan terkait dan memperkuat kerjasama antara pemerintah, organisasi nasional dan internasional serta dunia usaha.
Baca: Balas Dendam? Andi Arief Akan Bikin Perhitungan dengan Karni Ilyas dan Ancam Mahfud MD
Tantangan
Yang terakhir disebutkan di atas menurut penulis ini penting sebab ada fenomena berkembang, telah terjadi tumpang tindih kebijakan misalnya program keluarga berencana berupaya untuk menekan angka kelahiran dengan semboyan “Dua Anak Cukup”, sementara ada kebijakan dari instansi lain misalnya keluarga harapan yang memberi kontribusi dalam bentuk dana kesehatan bagi mereka yang bersalin.
Selain itu ada kesan bahwa sebagian pemerintah daerah pasca desentralisasi, Keluarga Berencana dianggap program yang kurang penting, bukan memberi kontribusi pada peningkatan Pendapatan Ali Daerah (PAD), malah menguras isi kas daerah, akibatnya Keluarga Berencana secara kelembagaan mengalami disrupsi, sekurang-kurangnya digabung dengan dua atau tiga instansi, celakanya dana operasional yang harus diterima pun semakin berkurang.
Menurut Dr Paulus Uppun yang tampil sebagai pembicara kedua mengemukakan bahwa persepsi pemimpin tentang penduduk sangat menentukan kebijakan kependudukan, di masa Orde Lama penduduk itu dianggap sebagai potensi, bukan riziko, ini yang disebut Pronatalis.
Baca: Vlogger ini Ungkap Jebakan Utang China, Kemenkeu Akhirnya Ungkap Jumlah Utang Indonesia ke Tiongkok
Persepsi berbeda dilakukan oleh Soeharto di masa Orde Baru,melihat penduduk dan KB sebagai program yang harus didukung dalam rangka pengendalian penduduk. Rezim yang dikenal anti-natalis inilah yang menekan pertumbuhan dari sekitar 2,32 % pada tahun 1971, menjadi1,97 % tahun 1980, selanjutnya tahun 1990 turun lagi menjadi 1,45 %.
Penurunan laju pertumbuhan penduduk yang signifikan ini menandai betapa kuatnya komitmen Presiden Soeharto terhadap KB.
Mudah-mudahan di Era Reformasi yang redup ini bisa menghidupakn kembali lentera KB untuk keberhasilan pembangunan yang berkeadilan. Semoga!(*)
Peserta didik masa kini memiliki ruang yang besar dan cakupan yang luas untuk mengakses informasi dan tidak hanya terpaku dalam lingkup sekolah apalagi ruang kelas. Mereka dengan mudah dapat mengakses berbagai ilmu dari media, khususnya internet.
Dengan memperbaharui pengetahuan dan keterampilan, guru dapat mengatasi kekhawatiran ancaman tergantikannya peran mereka oleh internet dan mesin. (*)
Catatan: Tulisan ini telah dipublikasikan juga di Tribun Timur edisi print, Senin 11 Maret 2019