Jenderal TNI Baju Preman Dibentak Bintara Gegara Salah Parkir, Jangan Kaget Jawaban Sang Jenderal
Sosok Jenderal TNI yang satu ini sering menjadi pembicaraan karena merupakan orang kepercayaan Presiden Soeharto
jenderal TNI Baju Preman Dibentak Bintara Gegara Salah parkir, Jangan Kaget Jawaban Sang Jenderal
TRIBUN-TIMUR.COM - Sosok jenderal TNI yang satu ini sering menjadi pembicaraan karena merupakan orang kepercayaan Presiden Soeharto.
Apapun tentang dirinya selalu menarik perhatian netizen.
Mulai dari cerita pemecatannya, aksi heroik melindungi Presiden Soeharto, hingga kisah dirinya ibentak bawahan berpangkat Bintara.
Kok bisa? Cek selengkapnya di sini:
Identitas merupakan hal utama yang harus dirahasiakan oleh seorang intelijen, meskipun pangkatnya jenderal TNI sekalipun.
Baca: Millenial Kabupaten Wajo Siap Ciptakan Zero Accident
Baca: Harga Avtur Di Soekarno-Hatta Rp 7.960 Per Liter, di Sultan Hasuddin Ternyata Segini
Pengalaman menarik pernah dialami mayor jenderal (Mayjen) TNI Benny Moerdani yang kala itu tergabung dalam intelijen TNI
Benny Moerdani yang saat itu berpangkat mayor jenderal TNI, harus menjaga kerahasiaan identitasnya dari personel TNI lain
Seperti dilansir dari buku 'Pada buku Benny: Tragedi Seorang Loyalis' yang ditulis Julius Pour
Cerita itu bermula ketika Benny Moerdani pergi ke Markas Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).
Baca: Ramai Ratusan Ribu Hektar Tanah Dikuasai Prabowo, Ira Koesno: Apakah Jokowi Skak Mat Prabowo?
Baca: Samsung Galaxy M20 di Indonesia Harga Rp 2 Jutaan, Beli Online Dapat Promo, Hanya Sampai 21 Februari
Baca: BMKG: Wajo Diprediksi Berswan Pagi, Siang Hujan dan Malam Berawan

Benny Moerdani mengendarai mobilnya tanpa mengenakan seragam dinas.
Dia berkendara ke kantor yang terletak di kawasan Medan Merdeka Barat.
Setiba di lokasi, ia langsung memarkirkan kendaraannya di lokasi terdekat dari pintu masuk.
Lokasi parkir itu merupakan tempat khusus bagi perwira tinggi militer.
Tanpa pikir panjang, seorang penjaga berpangkat bintara yang berasal dari satuan marinir menghardiknya.
Penjaga itu meminta Benny memindahkan mobilnya ke lokasi parkir lain.
Bagaimana respon Benny Moerdani?
Baca: Jokowi Singgung Unicorn dalam Debat, Apa itu hingga Bikin Prabowo Takut Uang Lari ke Luar Negeri?
Baca: Kronologi Ledakan di Parkir Timur GBK Saat Nobar Debat Capres 2019 Kejadian Pas Saya Joget
Baca: Masih Ada Waktu Pendaftaran dan Finalisasi SNMPTN 2019, Perhatikan Waktu Login Sesuai NISN Kamu!
Benny Moerdani diam saja.
Dia tidak marah dan hanya diam mengikuti perintah marinir tersebut.
"Mungkin memang salah saya sendiri, kok waktu itu pakai pakaian preman," ujar Benny Moerdani.
'Menyusup' Dalam Operasi Pembebasan Pesawat Woyla
Meski jabatannya adalah sebagai Kepala Pusat Intelijen Strategis, Letjen Benny Moerdani malah 'menyusup' diantara para prajurit Kopassus dan turut serta dalam operasi pembebasan pesawat Woyla, yang saat itu tengah ditimpa aksi pembajakan
Tragedi pembajakan pesawat DC 9 Woyla merupakan sebagai peristiwa terorisme pertama dalam sejarah maskapai penerbangan Indonesia.
Saat itulah Komando Pasukan Sandi Yudha (Koppasandha) atau yang sekarang bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) memperlihatkan kehebatannya.
Seperti dilansir dari buku Benny Moerdani Yang Belum Terungkap' ,Tempo, PT Gramedia, 2015

Pada 28 Maret 1981, pesawat DC 9 Woyla dengan rute Jakarta-Medan itu transit di Bandara Talangbetutu Palembang.
Beberapa saat setelah lepas landas menuju Bandara Polonia Medan, pembajakan itupun terjadi.
Pembajak pesawat milik Garuda Indonesia ini adalah kelompok yang menamakan dirinya sebagai Komando Jihad.
Pesawat dengan nomor penerbangan 206 itu dibajak di udara antara Palembang-Medan sekitar pukul 10.10 WIB.
Pesawat DC 9 Woyla tersebut kemudian dibelokkan menuju bandara internasional Penang, Malaysia.
Terdapat 48 penumpang di dalam pesawat, meliputi 33 penumpang terbang dari Jakarta dan sisanya dari Palembang.
Pesawat DC 9 Woyla akhirnya tiba di Penang sekitar pukul 11.20 WIB untuk mengisi bahan bakar.
Saat itu, pembajak menurunkan seorang penumpang bernama Hulda Panjaitan.
Pembajak juga tidak memberitahukan ke mana tujuan mereka berikutnya.
Berhubung pesawat DC 9 Woyla ini hanya digunakan untuk rute dalam negeri, maka tidak dilengkapi peta untuk rute penerbangan internasional.

Baca: Aklamasi, Fajar Pimpin Ikatan Apoteker Indonesia Bone
Baca: Umegah Gerabah Takalar, dari Gentong ke Sepatu, Produk Tembus Hotel
Baca: Dzikir Bersama, Bupati Adnan Apresiasi Kinerja Relawan Bencana
Usai melontarkan tuntutannya pada pemerintah Indonesia, pesawat DC 9 Woyla kemudian diterbangkan ke Bangkok
Puncak pembajakan pesawat DC 9 Woyla terjadi pada 31 Maret 1981, di Bandara Mueang, Bangkok, Thailand.
Karena saat itulah dilaksanakan Operasi pembebasan
Kala itu, pasukan yang diterjunkan adalah pasukan Grup 1 Koppasandha.
Operasi tersebut di bawah komando Kepala Pusat Intelijen Strategis, Letjen Benny Moerdani.
Adapun Letkol Infanteri Sintong Panjaitan ditunjuk menjadi pemimpin operasi di lapangan.
Pada Selasa (31/3/1981) sekitar pukul 02.30 WIB, pasukan Kopassus mulai bergerak setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Thailand.
Saat penyerbuan, pasukan terbagi dalam lima tim.
Tiga tim bertugas menyerbu ke dalam pesawat, dua lainnya bersiaga di luar.
Tim pertama dipimpin Kapten Untung Suroso yang akan masuk dari pintu darurat depan.
Tim kedua dipimpin Letnan Dua Rusman AT yang bertugas menyerbu dari pintu darurat atas sayap kiri pesawat.
Adapun pemimpin tim ketiga adalah calon perwira Ahmad Kirang yang masuk melalui pintu ekor pesawat.
Sekitar pukul 02.00, tim bergerak mendekati pesawat dengan menaiki mobil VW Komi.
Para pasukan Kopassus, termasuk Benny Moerdani berdesak-desakan dalam mobil itu.
"Saya duduk di atas anak-anak. Injek-injekan," kata Benny Moerdani dalam buku Benny: Tragedi Seorang Loyalis.
Berjarak sekitar 500 meter dari ekor pesawat, para pasukan pun mulai berjalan kaki.
Saat itulah Benny Moerdani menyusup ke barisan tim Ahmad Kirang.
Penampilannya berbeda dari yang lain. Benny Moerdani memakai jaket hitam dan menenteng pistol mitraliur.
Letkol Infanteri Sintong Panjaitan yang menjadi pemimpin operasi lapangan menjelaskan bahwa kehadiran Benny itu di luar skenario.

"Ini di luar skenario," ujarnya dalam buku 'Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.'
Namun pada akhirnya Sintong membiarkan Benny Moerdani untuk tetap dalam pasukan.
Setelah pesawat berhasil dikuasai pasukan Kopassus, Benny Moerdani lagi-lagi melakukan aksi tak terduga.
Benny Moerdani tiba-tiba masuk ke pesawat sambil menenteng pistol bersama Kolonel Teddy.
Benny Moerdani kemudian menuju kokpit dan menyuruh Teddy untuk memeriksa panel elektronik Woyla.
Setelah dinyatakan aman dari ancaman bom yang diaktifkan melalui sirkuit pesawat, Benny Moerdani lantas mengambil mikrofon.
"This is two zero six. Could I speak to Yoga, please?" kata Benny.
Yoga Soegomo yang berada di ruang crisis center di menara bandara pun merespons.
"Operasi berhasil, sudah selesai semua," ujar Benny Moerdani melapor.
Operasi pembebasan itupun berjalan sukses.
Kopassus hanya butuh waktu tiga menit untuk menumpas para pembajak dan membebaskan para sandera.
Berani Tegur Soeharto, Kenapa Jenderal Moerdani Dipecat dan Soeharto Pun Menyesal?
Cukup banyak certita dalam sejarah panjang pemerintahan Presiden Soeharto sebagai Presiden RI ke-2.
Selain kisah gaya kepemimpinannya, ada juga tentang sahabat sekaligus pejabatnya kala itu, Benny Moerdani.
Sejak masih berpangkat Kapten TNI AD, Benny Moerdani sudah menjalin hubungan yang akrab dengan Presiden kedua RI Soeharto yang pada era 1960-an sudah berpangkat Mayor Jenderal.
Pak Harto sangat mengagumi Benny karena piawai dalam strategi tempur dan memecahkan masalah secara intelijen.
Sehingga urusan pelik baik di dalam maupun di luar negeri selalu dipercayakan kepada Benny yang dikenal sangat loyal terhadap Pak Harto.
Misalnya saja ketika Indonesia terlibat konflik politik dan militer dengan Malaysia (1964), Pak Harto yang merasa pemecahan secara militer tidak menguntungkan Indonesia, lalu memutuskan untuk mengambil langkah intelijen serta diplomasi.
Tugas yang sebenarnya sangat berat dan tidak dikehendaki oleh Presiden Soekarno itu, diam-diam diserahkan kepada Benny dan berhasil gemilang.
Indonesia dan Malaysia pun kembali berdamai serta terhindar dari bentrok militer yang bisa sangat merugikan kedua negara.
Baca: Jadi Penentu Prancis Melaju ke Final, Samuel Umtiti Pecahkan Rekor 60 Tahun Lalu
Baca: Hasil dan Cuplikan Gol Prancis vs Belgia: Gol Semata Wayang Bek Barcelona Bawa Prancis ke Final
Baca: Bali United v PSM Makassar, Pembalasan Kenangan Buruk 2017, Lengkap Prakiraan Pemain
Ketika Pak Harto menjabat Presiden RI kedua hingga lebih dari 30 tahun (1967-1998), Benny Moerdani pun terus dipercaya sebagai ‘tangan kanan’ Pak Harto untuk menangani masalah keamanan, hubungan diplomatik dengan negara lain, dan sekaligus pengawal Presiden yang sangat loyal dan setia.
Tapi meski menjadi seorang loyalis Pak Harto, Benny ternyata seorang yang kritis dan berani memberi masukan serta teguran kepada Pak Harto.
Benny Moerdani memang berprinsip meskipun dirinya seorang loyalis Pak Harto, dirinya bukan tipe penjilat dan suka menjatuhkan orang lain dengan memberikan informasi tidak benar.
Baca: Akun Ini Bongkar Foto-foto Langka Para Public Figure, Mulai Artis Hingga Anggota Kerajaan Inggris
Benny bahkan berprinsip, ia harus bisa menjauhkan Pak Harto dari orang-orang yang suka menjilat atau orang yang suka menfitnah demi mendapat perhatian dari Pak Harto.
Pada 1984 sejumlah menteri merasa risau dengan anak-anak Pak Harto yang sudah tumbuh dewasa dan mulai berbinis tapi dengan memanfaatkan kekuasaan bapaknya.
Bisnis anak-anak Pak Harto bahkan merambah ke soal pembelian alutsista yang seharusnya ditangani pemerintah dan ABRI/TNI bukan oleh warga sipil.
Baca: Ramainya MAXimal Nonton Piala Dunia Bareng Telkomsel di Pasar Segar
Baca: Bek Bali United Waspadai Gerakan Rizky Pellu
Baca: Baznas Bone Salurkan Zakat ke Koban Banjir di Lea
Ketika ada kesempatan bermain billiard dengan Pak Harto, Benny Moerdani yang saat itu menjabat sebagai Panglima ABRI memberanikan diri ‘menegur’ Pak Harto terkait bisnis anak-anak Pak Harto yang sudah merambah ke mana-mana dan terkesan memonopoli.
Pak Harto ternyata tidak terima oleh teguran Benny yang dianggap sangat kurang ajar dan setelah itu hubungan Pak Harto-Benny Moerdani memburuk.
Benny Moerdamo kemudian dicopot dari Panglima ABRI meski belakangan Pak Harto menolak jika pencopotan Benny akibat ‘teguran maut’ yang telah dilakukannya.
Pada Agustus 2004 Pak Harto menjenguk Benny yang sedang sakit keras dan terbaring di Rumah Sakit RSPAD, Jakarta.
Di depan Benny, Pak Harto secara terus-terang mengakui bahwa teguran yang pernah dilontarkan Benny pada tahun 1984 ternyata benar.
Akibat bisnis anak-anaknya yang ikut memicu krisis ekonomi dan kemarahan rakyat terhadap keluarga Pak Harto, pada 21 Mei 1998, kekuasaan Pak Harto tumbang.
Baca: Kronologi Ledakan di Parkir Timur GBK Saat Nobar Debat Capres 2019 Kejadian Pas Saya Joget
Baca: Jokowi Singgung Unicorn dalam Debat, Apa itu hingga Bikin Prabowo Takut Uang Lari ke Luar Negeri?
Baca: Prabowo Kritik Program Bagi Sertipikat Tanah, Balasan Jokowi Tak Kalah Menohok No 2 Senyum Itu HGU
Pak Harto juga menyatakan kepada Benny, jika teguran Benny itu dipatuhi, dirinya tidak akan sampai lengser dari kursi Presiden akibat demo besar-besaran dan kerusuhan sosial yang terjadi di mana-mana.
Sumber:
Benny Moerdani Yang Belum Terungkap, Tempo, PT Gramedia, 2015.
Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan, Julius Pour, Yayasan Kejuangan Panglima Sudirman 1993.
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :
Follow juga akun instagram tribun-timur.com:
(Surya/TribunTimur)