CITIZEN REPORTER
Belajar Sembari Bermain di Hawaii dan Keunikan Masjid di Negara Bagian AS Ini
Masjid di Hawaii, tak ada celengan. Yang ada mesin electronic data capture (EDC) yang memungkinkan jamaah memberikan donasi dengan kartu debit/kredit.
Penulis: CitizenReporter | Editor: Jumadi Mappanganro
Kami juga berkesempatan berbelanja di berbagai macam pusat perbelanjaan yang sangat menggoda dengan harga dan pilihan barang, khususnya pakaian dan asesorisnya, yang kebanyakan jauh lebih murah dan beragam dibandingkan di negara asal kami masing-masing.
Campuran kehidupan yang serius pada hari-hari kuliah dan kehidupan yang santai di akhir pekan, mengenalkan kami dengan istilah ‘study hard but play harder’.
Baca: Tutup Rakor Pendidikan, Nurdin Abdullah: Jabatan Kepsek Jangan Pakai Amplop
Baca: DPRD Makassar Minta Gubernur Angkat Pejabat Wali Kota yang Mengerti
Sebagai seorang muslim, saya tetap berusaha menjalankan kewajiban ritual salah satunya adalah shalat jumat.
Di Honolulu, praktiknya cukup menantang. Selain cuman ada 1 mesjid di pulau Oahu, waktu tempuhnya pun lumayan lama dari kampus kami, sekitar 30 menit mengendarai mobil.
Mesjidnya tidak punya nama khusus, kalau kita mencarinya di internet yang muncul adalah nama lembaga pengelolanya yaitu Muslim Association of Hawaii (MAH).
Di setiap kesempatan beribadah di sana, saya selalu bertemu dengan muslim lain dari Indonesia, baik mereka yang sudah menetap di Hawaii atau pendatang seperti saya.
Yang unik di masjid ini adalah penyediaan mesin EDC (electronic data capture) yang memungkinkan jamaah memberikan donasi kepada masjid dengan menggunakan kartu kredit atau debit.
Mesin EDC ini menggantikan peran celengan masjid, yang memang tidak disediakan.
Baca: New Avanza dan New Veloz Resmi Mengaspal di Makassar
Baca: Tersangka Korupsi Proyek Laston PPI Bontobahari Bulukumba Bakal Bertambah
Di akhir periode studi kami di sana, dilaksanakan acara International Night.
Sifatnya santai, penampilan budaya local masing-masing negara peserta, termasuk menjamu ‘orang tua asuh’ (maksudnya keluarga local yang menerima kami tinggal bersama) untuk mencicipi makanan khas negara-negara kami.
Saya yang tidak memiliki kemampuan memasak yang mumpuni, terselamatkan oleh bantuan komunitas Indonesia di Hawaii.
Salah satu Ibu anggotanya menawarkan dan menyediakan rendang dang gado-gado buatannya sebagai perwakilan menu Indonesia, secara gratis.
Kelihatannya kedua hidangan tersebut cocok juga dengan lidah orang-orang Hawaii, buktinya semuanya ludes. (*)