Mogok Kerja Dokter di RSUD Salewangang Maros, Pengamat Hukum: Pakai Petisi dan Pasien Bisa Menggugat
Ada tiga hal yang dituntut oleh dokter, yakni meminta Bupati Maros, Hatta Rahman untuk mereformasi sistem manajemen RSUD.
Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Arif Fuddin Usman
Laporan Wartawan Tribun Timur, Nur Fajriani R
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Puluhan dokter yang tugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Maros adakan aksi mogok kerja, selama dua hari, Senin-Selasa (17-18/12/2018).
Aksi tersebut mendapat perhatian khusus dari Bupati Maros, Hatta Rahman dan Wakil Bupati, Harmil Mattotorang.
Hatta dan Harmil didampingi anggota DPRD Maros datang ke RSUD Salewangang untuk memediasi antara dokter, manajemen dan Plt Direktur RSUD Salewangang Maros Maryam Haba.
Baca: Nasi Goreng Janda Laris Raih Juara Terfavorit di Lomba Masak HUT ke-56 Kowal
Baca: VIDEO: Suasana Sidang Tertutup Atas Kasus Pembakaran Rumah di Jl Tinumbu, Keluarga Korban Protes
Ada tiga hal yang dituntut oleh dokter, yakni meminta Bupati Maros, Hatta Rahman untuk mereformasi sistem manajemen RSUD.
Kemudian meminta BPK untuk melakukan audit secara menyeluruh, transparansi klaim BPJS, serta rekap data pasien yang telah dilayani terakit status pembayarannya.
Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Syamsudin Rajab (44) mengatakan aksi mogok kerja tersebut bukanlah cara yang tepat, malah hal tersebut dapat merugikan pasien.
“Seharusnya jalan yang ditempuh itu bukan mogok tapi langkah-langkah yang seperti buat langkah cerdas membuat petisi,” katanya kepada Tribun Timur, Selasa (18/12/2018).
Menurut Syamsuddin Rajab, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan selain melakukan mogok kerja.
Mekanisme Pembayaran
Langkah pertama mempertanyakan ketentuan rumah sakit masing-masing yang bersangkutan bagaimana mekanisme pembayaran jasa medis apakah setiap bulan atau setiap prakter dibayar atau diakhir bulan digabung dengan gaji pokok.
Langkah kedua yang dilakukan yaitu buat petisi atau somasi yang berisi tentang kejelasan berkaitan dengan pembayaran dari jasa yang dijanjikan oleh pihak rumah sakit.
Baca: Sidang Kesaksian Pacar Korban Kasus Pembakaran Rumah Tertutup untuk Umum, Ada Apa?
Baca: VIDEO: Suasana Sidang Tertutup Atas Kasus Pembakaran Rumah di Jl Tinumbu, Keluarga Korban Protes
Kemudian langkah ketiga yang dikatakan Syamsuddin, respon kedua pihak dan rumah sakit serta dokter dengan cara persuasif.
Jika tidak ada jalan keluar dari langkah tersebut dokter dapat mengadukan ke Bupati. Selanjutnya bisa diadukan di DPRD sebagai fungsi pengawasan terhadap penggunaan anggaran daerah.
“Jika masih belum ada jalan keluar, langkah hukum dengan dasar perbuatan yang dapat diduga dengan adanya penyimpangan dana,” tambahnya.
Menurutnya, dokter ada dua kualifikasi, ada dokter yang statusnya sebagai ASN (Pegawai Negeri) dan ada kerja di rumah sakit dengan posisi kontrak.
“Beda-beda cara komplennya dokter status ASN dan kontrak,” katanya.
“Yang punya hak mogok sebenarnya adalah dokter yang status kontrak,” tambahnya.
Rawan Digugat
Sebagai seorang pengamat hukum, Syamsuddin berharap rumah sakit segera membayar jasa medis untuk para dokter
Syamsuddin mengatakan, jika pasien merasa keberatan karena aksi mogok hingga tidak dilayani dokter pasien, maka mereka dapat menggugat pihak rumah sakitnya.
Baca: Wagub Sulsel Andi Sudirman Bersama Kapolda Irjen Umar Bahas Keamanan Natal di Harper Makassar
Baca: Dituntut 10 Tahun, Pengedar Narkoba Ini Menangis di Hadapan Majelis Hakim Saat Bacakan Pembelaan
“Jadi kalau pasien merasa dirugikan, rumah sakitnya yang digugat, bukan dokternya,” tambahnya.
“Seharusnya kalau ada petisi ataupun gelaja dokter malas bekerja mestinya direktur rumah sakit bisa panggil dokter-dokter untuk rapat dan menanyakan apa masalah yang terjadi,” tambahnya.
Menurut Syamsudin, terkadang ada kejahatan yang terjadi di lingkungan rumah sakit sendiri. Ini terkait transparansi di pihak manajemen.
Follow juga akun instagram official kami:
“Kadang-kadang duitnya sudah ada untuk pembayaran jasa medisnya tapi pimpinan rumah sakit tidak langsung berikan ke dokternya,” ujarnya.
“Dia simpan dulu di bank atau dia peruntukkan yang lainnya. Sehingga dokter biasanya protes,” pungkasnya. (*)