Opini
OPINI Aswar Hasan: Isu Fee Proyek dan Quo Vadis Transparansi di Sulsel
Penulis adalah dosen FISIP Unhas, Koordinator Pemantauan Putusan KIP Sulsel, dan aktif sebagai penggiat diskusi Forum Dosen Majelis Tribun Timur.
Oleh Aswar Hasan
Dosen FISIP Unhas, Koordinator Pemantauan Putusan KIP Sulsel dan aktif sebagai penggiat diskusi Forum Dosen Majelis Tribun Timur
Jayadi Nas Benarkan Ada Bagi-Bagi Fee Proyek Untuk Pejabat Pemprov. Demikian judul berita online Tribun Timur, Rabu, 7 November 2018.
Demikian pernyataan Jayadi selaku Tim TP2D Pemprov Sulsel yang membidangi komunikasi. Menurutnya, fee itu diberikan melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Sulsel melalui pengerjaan proyek.
Berita itu langsung ramai diperbincangkan di berbagai tempat, mulai dari warung kopi hingga di sela- sela perkuliahan mahasiswa.
Soal kebocoran anggaran proyek pemerintah, memang ramai menggelisahkan kita akhir-akhir ini.
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa telah terjadi kebocoran uang negara mencapai Rp. 45,6 Triliun.
Dari kebocoran tersebut, Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara menyampaikan adanya temuan 447 hasil pemeriksaan yang terindikasi pidana.
Baca: Peringati Hari Pahlawan, Pemkot Makassar Beri Penghargaan ke Atlet dan Mantan Atlet
Informasi tentang adanya kebocoran anggaran proyek pemerintah, jauh sebelumnya sudah pernah diributkan oleh hasil penelitian ekonom Prof Sumitro Djojohadikusumo yang menyebutkan adanya kebocoran dana pengadaan barang /jasa dari setiap proyek pemerintah yang mencapai 30-50 persen.
Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui penasehatnya, Abdullah Hehamahua, mengatakan bahwa lembaga KPK juga menemukan adanya kebocoran anggraran proyek pembanguanan hingga 35 persen.
Dari total kebocoran tersebut, 90 persen terjadi pada sektor pengadaan barang.
Berdasarkan laporan Bank Dunia bahwa kebocoran juga terjadi di sektor konstruksi sekitar 10 hingga 50 persen.
Indikasi kebocoran itu dapat ditandai dari banyaknya proyek pemerintah yang tidak tepat waktu, tidak tepat sasaran, kualitas dan efisiensi di luar standar.
Baca: Mencuri di Kolaka, Batti Diciduk Timsus Polda Sulsel di Makassar
Di samping itu, banyak perencanaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga penggunaannya tidak tepat sasaran.
Akibatnya, masa pakai lebih pendek yakni hanya mencapai sekitar 30 hingga 40 persen.
Itu pun kontraktor tersandera memberikan sejumlah persen komisi (fee) yang harus disetor pantia pengadaan dan PPK (Pimpro) kepada atasan, dengan dalih belanja organisasi (Kompas.com, 7 Maret 2011).