KISAH NYATA - Berkah Lailatul Qadar, Pohon Pun Rebah Jemput Imam Lapeo di Campalagian
Diyakini, beribadah pada malam mulia itu pahalanya seperti beribadah 1.000 bulan.
TRIBUN-TIMUR.COM - Malam Lailatul Qadar atau malam seribu bulan adalah malam yang dirahasiakan Allah kepada Umat Muslim di Bulan Suci Ramadan.
Karena misteri, umat berlomba-lomba memburu pahala dan berkahnya.
Diyakini, beribadah pada malam mulia itu pahalanya seperti beribadah 1.000 bulan.
Lalu kapan Lailatul Qadar itu sebenarnya? Wallahua'lam bishawab.
Baca: KISAH NYATA: Lailatul Qadar Turun di Daerah ini, Warga Berlarian Mengira Masjid Terbakar
Selain di Mangkoso Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan (Sulsel), malam Lailatul Qadar juga disaksikan dan diyakini pernah turun di Lapeo, Kecamatan Campalagiang Sulawesi Barat (Sulbar).
Baca: Catat! Pendaftaran CPNS 2018 Awal Juli, Ini Perbedaan Dokumen Lulusan SMA, Diploma, dan Sarjana

Lailatul Qadar diyakini mendatangi Anre Gurutta Haji (AGH) Ambo Dalle saat sedang iktikaf di Masjid Mangkoso pada tahun pertama pembukaan pondok pesantren, 1939.
Tiga belas tahun kemudian, Lailatul Qadar datang menjemput Imam Lapeo di Campalagian, waktu itu masih dalam wilayah Sulsel, tahun 1952.
Baca: Selain Guru dan Perawat, Ini 2 Jurusan Paling Beruntung di CPNS 2018, Pendaftaran Awal Juli Ini
Mantan Ketua Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Unhas, (almarhum) As’ad Bua sering menyampaikan kisah Lailatul Qadar turun menjemput Imam Lapeo.
Baca: Detik-detik Tewasnya Razan Najjar, Perawat Palestina yang Ditembak Tentara Israel saat Tolong Pasien
Menurutnya, Imam Lapeo menghembuskan nafas terakhir dengan tenang dalam usia 114 tahun, pada hari Selasa, tanggal 17 Juni 1952 di Lapeo, bertepatan 27 Ramadhan 1362 H.
Baca: BIKIN NANGIS! Razan Najjar Relawan Perawat Lakukan Ini Sebelum Tewas Ditembak Tentara Israel
“Malam itu, suasana sangat tenang tanpa hembusan angin di Lapeo. Segala benda, alam dan pepohonan rebah sujud, seberkas cahaya menerobos kegelapan. Imam Lapeo mengalami malam Lailatul Qadar dan keesokan harinya beliau wafat,” kata As’ad Bua, suatu ketika di Fakultas Sastra Unhas.
Malam itu, Imam Lapeo diyakini “sudah tiada” di dunia fana.
Sejumlah masyarakat yang pernah mengangkat jenazah Imam Lapeo ke halaman masjid Imam Lapeo tempat pemakaman, mengaku, seakan hanya mengangkat kain kafan, sangat ringan.
Salah seorang cucu Imam Lapeo, Ahmad Arfah Mubasyarah, mengaku tidak tahu banyak tentang kejadian spiritual kakeknya itu.
"Saya juga hanya mendengarnya dari beberapa orang, termasuk dari dosen saya di Fakultas Sastra itu," ujar Arfah, yang juga Alumnus Sastra Arab Unhas, Rabu (29/6/2016) malam.
Makam Imam Lapeo di sisi utara Masjid Nuruttaubah di Lapeo, lebih disebut dengan sebutan ‘Masigi Lapeo’ hingga kini masih menjadi tujuan ziarah dan wisata spiritual di Sulbar.