opini
OPINI: Pilkada Langsung dan Partai Politik
Karena itu, kehadiran parpol lokal adalah sebuah keniscayaan sekaligus konsekuensi desentralisasi.
Selain bisa menghemat anggaran politik dan meredam potensi konflik sosial di masyarakat yang sangat merugikan, juga merupakan perwujudan sila ke-4 Pancasila yang sebenar-benarnya sekaligus menguatkan peran dan posisi politis DPRD terhadap bupati/walikota.
Namun, kalaupun harus tetap menjalankan pilkada langsung, ada beberapa hal yang mesti dikaji kembali, khususnya dalam rangka memberikan output yang benar-benar bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat sebagai buah dari demokrasi.
Harus diakui bahwa aneka masalah yang lahir dari pilkada langsung, khususnya yang terkait dengan masih rendahnya kualitas kepemimpinan kepala daerah dan lemahnya pengawasan oleh DPRD, banyak disebabkan oleh proses politik yang belum sehat.
Keterlibatan partai politik (parpol) dengan agenda politik nasional seperti dewasa ini sedikit banyak telah ikut menciderai proses demokratisasi di daerah.
Tidak jarang muncul calon kepala daerah yang sebenarnya bukan kader partai tetapi karena satu dan lain hal, justru didorong untuk maju dalam kontestasi pilkada.
Panjangnya struktur partai hingga ke tingkat nasional juga membuka ruang transaksi politik bagi siapa saja yang ingin berkiprah di dunia politik.
Dewasa ini, mereka yang cerdas dan cakap lahir batin menjadi pemimpin namun tidak memiliki uang memadai, menghadapi pilihan yang benar-benar sulit ketika hendak mengikuti pilkada.
Karena itu, kehadiran parpol lokal adalah sebuah keniscayaan sekaligus konsekuensi desentralisasi.
Logikanya, jika desentralisasi memberi otonomi luas kepada kepala daerah untuk mengelola wilayahnya, maka seharusnya sistem politiknya juga mesti sesuai dengan geopolitik di daerah yang bersangkutan. Karena itu, parpol yang terlibat dalam prosesi pilkada seyogyanya juga adalah parpol lokal.
Parpol lokal di sini bukanlah model parpol yang menjadi bagian struktural dari parpol pusat seperti saat ini, melainkan partai yang memang dibentuk oleh rakyat di daerahnya masing-masing dalam cakupan wilayah propinsi, sebagaimana yang saat ini tengah berjalan di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Dengan memberdayakan parpol lokal, proses demokratisasi bisa berjalan lebih baik karena rakyat lebih mudah mengakses dan berpartisipasi aktif dalam sistem politik.
Rakyat tidak hanya 'memili' tetapi juga dapat 'menentukan' siapa calon pemimpin mereka. Bukankah ini yang kita inginkan? (*)