FIK Minta KPK Awasi Ranperda KSP Reklamasi CPI di Makassar, 'Lihat Kasus Sanusi'
Proyek yang digarap Ciputra Surya Tbk bekerja sama PT Yasmin Bumi Asri, reklamasi pantai seluas 157 hektar.
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM- Koordinator FIK Ornop Sulsel Asram Jaya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi penyusunan ranperda Kawasan Strategis Provinsi (KSP) untuk proyek reklamasi pantai barat Kota Makassar, Center Point of Indonesia (CPI) atau COI.
Proyek yang digarap Ciputra Surya Tbk bekerja sama PT Yasmin Bumi Asri, reklamasi pantai seluas 157 hektar.
Alasan Asram, bercermin pada kasus OTT Mohamad Sanusi, baca: Bos Agung Podomoro Land Ditahan KPK Usai Suap Sanusi
"Apa yang terjadi di DKI Jakarta terkait ranperda ZWP3K, bisa terjadi di pesisir pantai kota Makassar, CPI, yang dilakukan oleh Pemprov Sulsel," kata Asram Jaya kepada tribun-timur.com, Minggu (3/4/2016).
Sanusi ditangkap karena diduga menerima suap Rp 1,14 miliar oleh pihak PT Agung Podomoro Land (APL).
Dugaan suap terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K) dan Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta.
"Beda wilayah, tapi konteks masalah itu mirip. Legislator dan eksekutif mencoba mendorong Ranperda rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (KSP) CPI, kawasan pusat bisnis terpadu," kata Asram.
Apa yang dilakukan oleh Sanusi, lanjut Asram, adalah bentuk jual beli kebijakan (korupsi kebijakan) yang melibatkan legislatif dan pemodal.
"Kerawanan dugaan praktik korupsi kebijakan pada proses penyusunan Ranperda KSP CPI oleh Pemprov Sulsel dan legislatif, berpeluang besar memungkinkan terjadi.
Pemprov Sulsel telah menggelontorkan APBD Sulsel Rp 162 miliar untuk menimbun pesisir, pengadaan lahan CPI. Kini areal 157 hektar CPI itu dikelola Ciputra dan Yasmin.
Kelak, setelah reklamasi rampung, Ciputra menguasai 107 hektar untuk kawasan bisnis perhotelan, pemukiman mewah, dan sebagainya. Sisanya 50 hektar untuk Pemprov Sulsel.
Olehnya itu, FIK Ornop meminta kepada Pansus Ranperda KSP CPI/COI Pemprov Sulsel, bercermin pada kasus tertangkapnya Mohammad Sanusi, sebagai peringatan keras dan pembelajaran berarti dalam proses penyusunan Ranperda ini.
Kedua, FIK meminta KPK mengawasi proses penyusunan Ranperda KSP CPI ini, sebab hal yang terjadi di DKI Jakarta rawan terjadi juga di Sulawesi Selatan.
Kami akan bersurat ke KPK, untuk memantau proses penyusunan ranperda KSP CPI ini.
Ketiga, FIK melihat ada upaya sistematis untuk memaksakan Raperda KSP COI sebagai pembenaran untuk melakukan reklamasi, yang memunculkan pertanyaan besar untuk kepentingan siapa reklamasi tersebut?"
Baca juga:
[Danny: Proyek CPI Paling Besar Pelanggarannya]
[Gubernur Syahrul Minta Danny Urus Proyek Reklamasi CPI]
[Soal CPI, KPK Bisa Tahan Gubernur]
[Legislator: CPI Masalah Besar]
[CPI, Rintisan SYL, Jatuh ke Tangan Ciputra]
[ACC: CPI Bikin Rantasa Makassar]
[Pemprov Kembali Ajukan Anggaran Tambahan Pembangunan CPI]
[Pemprov-Pemkot Memanas di CPI]
DPRD Sulsel: CPI Ilegal
Rapat bidang perekonomian (Komisi B) DPRD Sulsel dengan Biro Perekonomian dan Biro Kerja Sama Sekretariat Provinsi Sulsel, Jumat (5/9/2014), mengungkap bahwa perjanjian kerja sama antara Pemprov Sulsel dengan investor, PT Yasmin Bumi Asri, dalam proyek reklamasi lahan Centre Point of Indonesia (CPI) di pantai barat Makassar adalah ilegal.
Anggota DPRD menilai, perjanjian kerja sama bernomor 252/VII/ Pemprov/2013 dan 231/YBA/VII/2013 tanpa melalui persetujuan pihak legislatif.
Selain itu, 67,5 persen dari 157,23 hektar total lahan CPI akan menjadi milik PT Yasmin, sisanya milik pemprov (32,5 persen).
"Dari mana dasarnya 106 hektare ke swasta, 50 hektare untuk pemprov," ujar anggota Komisi B, Jumardi Haruna, Jumat sore.
Jumat (29/8/2014), rapat Komisi D bidang pembangunan DPRD Sulsel juga memprotes soal tidak dilibatkannya legislator provinsi dalam proses perjanjian kerja sama ini.
Rapat pekan lalu itu, dihadiri Kepala Dinas Pengembangan Sumber Daya Air Sulsel Yamin Yakob, Kepala Dinas Tata Ruang Sulsel Andi Bakti Haruni, dan penanggung jawab proyek CPI Soeprapto Budisantoso.
Secara terpisah, kemarin, Wali Kota Makassar Danny Pomanto, juga mengungkapkan bahwa proyek CPI sudah memiliki izin.
Hanya saja, pernyataan Danny ini dibantah tiga pejabat eselonnya;
Kadis Tata Ruang Pemkot Makassar (Irwan R Adnan), Kabag Pemerintahan (Sri Sulsilawati), dan Kabag Pertanahan Makassar (Mario Said), mengonfirmasi proyek yang sudah menghabiskan anggaran APBD provinsi senilai Rp 164 miliar, itu belum memperoleh izin dan proses rekomendasi reklamasi CPI.
Temuan Kopel
Sebelum protes legislator bergulir, Komite Pemantau Legislatiff (Kopel) Indonesia, sudah melansir temuannya terkait dengan kejanggalan dalam proyek CPI.
Kopel menilai ada dua kejanggalan di dalam kerja sama itu. Pertama proses penganggaran dan pemenang tender.
Dari sisi penganggaran, temuan Kopel, CPI telah menghabiskan APBD senilai Rp 164 miliar, termasuk anggaran dari pinjaman Pusat Investasi Pemerintah senilai Rp 23 miliar.
Gubernur pernah menyampaikan jika CPI akan menggunakan anggaran dari APBN (dari Jakarta), bukan APBD. Namun, kenyataannya, proyek ini justru memakai anggaran provinsi.
Dari sisi pemenang tender, ada 11 perusahaan pemenang. Perusahaan itu menjalankan proyek penimbunan sertapembangunan jalan dan jembatan.
Kesebelas perusahaan itu, yakni PT Tiga Bintang Griyasarana, CV Intan Jaya Konstruksi, PT Elang Perkasa Indosakti, PT Haka Utama, PT Karya Mandiri Surya Sejahtera, CV Citra Lestari Mandiri, CV PutriTunggal, PT Cipta Bening Dewata, PT Karya Mandiri Surya Sejahtera, PT Tiga Bintang Griyasarana, dan PT Elang Perkasa Indosakti. PT Karya Mandiri, PT Tiga Bintang , dan PT Elang Perkasa, dua kali menang tender.
Ketika Danny Nyatakan CPI Benar
Kala kampanye Pilwali Makassar, Senin (9/9/2013), Danny Pomanto mengungkapkan CPI pelanggaran, menimbun laut, dan salah besar.
Namun, setelah 118 hari menjabat, Wali Kota ke-11 Makassar ini menyebut megaproyek di bibir pantai barat Makassar ini, sudah mengantongi izin dan bukan pelanggaran.
Hari itu, Danny bilang Yes "Artinya kalau dulu saya ngomong itu salah karena persyaratannya belum terpenuhi kalau saya ngomong sekarang baik karena persyaratannya sudah terpenuhi artinya dulu saya ngomong salah dan sekarang saya ngomong sudah benar artinya tidak ada kata saya yang bohong dari dulu," kata Danny kepada tribun-timur.com, Jumat (5/9/2014) siang.
Di hari yang sama, kemarin, tiga dari empat pejabat otoritatif soal izin dan pemerintah di Pemkot Makassar ketika itu, justru mengatakan; No.
Tiga pejabat eselon yang berkata tidak itu, adalah Kadis Tata Ruang Irwan R Adnan.
"Belum pernah ada izinnya itu CPI."
Kabag Pemerintahan Pemkot (Sri Sulsilawati) juga bilang tidak.
"Setahuku belum, tapi tanya kabag pertanahan." Penegasan CPI tidak berizin juga, dikemukakan Kabag Pertanahan Makassar (Mario Said).
"Belum ada izin dan proses rekomendasi reklamasi CPI,"
Sedangkan yang masih ragu adalah Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Makassar, M Jamain.
"Saya tidak tahu," katanya.
Tribun kemudian menanyakan alasan izin dan rincian izin yang dimaksud Danny namun Danny enggan merinci.
"Izin seperti dokumen perizinan atau rekomendasi pemanfaatan ruang, rekomendasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Makassar, izin lokasi reklamasi."
Selanjutnya, izin pelaksanaan reklamasi, analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal, perjanjian kerja sama dengan Pemkot Makassar, dan rekomendasi Menteri Perhubungan.
"Sekarang semua persyaratan sudah dipenuhi, jangan selalu membenturkan saya dengan orang lain, semoga Allah memberikan ganjaran kepada Anda sesuai apa yang ada dalam hatimu dan pikiranmu, Insya Allah," tulis Danny.
"Kalau Anda bermaksud jahat dan ada konspirasi Insya Allah, Allah akan memperlihatkan kekuasaan dan kebesarannya," tegasnya.
Kabag Pertanahan Makassar Mario Said menyampaikan selama bagian pertanahan "pisah" dari bagian tata Pemerintahan, tidak pernah ada proses izin dan rekomendasi reklamasi CPI.
"Iye belum ada izinnya itu CPI. Saya selama ini belum pernah ada proses rekomendasinya, kan izin itu harus melalui rekomendasi wali kota, baru disposisi setelah izin 123, banyak dinas harus dilalui,"katanya.
Kordinator Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah tidak heran jika Danny Pomanto berang ditanya soal CPI.
"Danny dulu yang gambar itu CPI," kata Syamsuddin kepada tribun, Jumat (5/9/2014).
Syamsuddin mengingatkan agar Pemkot Makassar berhati-hati soal CPI karena bermasalah. Ia bahkan menantang Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo bicara dugaan korupsi APBD Sulsel Rp 164,1 miliar untuk CPI.
"Semakin banyak komentar semakin terbuka masalahnya. Data Kopel itu kuat. Itu sudah melalui tahapan penelitian yang panjang. Bagaimana gubernur mempertanggungjawabkan anggaran CPI?. Dulunya (CPI) untuk istana negara dan sudah ratusan miliar uang APBD habis ke sana. malah sampai harus ngutang Rp 23 miliar. Sekarang malah dia (SYL) ubah menjadi istana rakyat. Penyusunan anggaran itu tidak bisa dilakukan tiba masa tiba akal. Dia harus terencana dan melalui kajian yang komprehensif. Dan terpenting harus melalui persetujuan DPRD," jelas Syamsuddin.
CPI adalah kawasan megaproyek multifungsi yang digagas Gubernur Sulsel
Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada tahun pertama periode perdana pemerintahannya di Sulsel, 2009.
Syahrul berencana di kawasan seluas 157 hektar itu akan dibangun pusat bisnis, hotel, perkantoran, hiburan modern, dan lapangan golf, busway, monorel, helipad, dan seterusnya.
Proyek yang tidak masuk RPJMD Syahrul-Agus ini punya dua nama setelah sekali ganti nama. Awalnya, dinamakan Equilibrium Center Park (ECP).
Belakangan, berubah nama jadi Center Point of Indonesia (CPI) atau Central of Indonesia (COI).(tribun-timur.com/ilo)