Batasan Hukum Zina yang Mewajibkan Rajam atau Cambuk di Depan Publik
Ustaz Ammi Nur Baits, mengatakan, hukum rajam atau cambuk buat orang yang berzina adalah wewenang pemerintah.
Allah menjelaskan tentang hukuman had dan masalah hak dengan penjelasan umum. Seperti firman Allah,
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا
“Pencuri laki-laki dan pencuri wanita, potonglah kedua tangannya..”
Atau firman Allah,
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
“Pezina lelaki dan pezina perempuan cambuklah masing-masing 100 kali cambukan..”
Atau firman Allah
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً
”Orang yang menuduh wanita baik-baik berzina dan dia tidak bisa mendatangkan 4 saksi, pukullah dia 80 kali…”
Dan kita tahu bahwa orang yang diperintahkan untuk melakukan suatu perbuatan, dia orang yang mampu melakukan perbuatan itu, sementara orang yang tidak mampu, tidak wajib melakukannya… dan perintah semacam ini sifatnya fardu kifayah bagi yang mampu. Bentuk kemampuan itu adalah keterlibatan sultan (penguasa). Oleh karena itu, wajib menegakkan had bagi penguasa atau wakilnya. (Majmu’ Fatawa, 34/175).
Kedua, di negara kita, pemerintah tidak menyelenggarakan hukuman had. Sementara rakyat tidak boleh proaktif dengan melaksanakan hukuman had sendiri. Sehingga mereka yang melakukan pelanggaran dengan ancaman hukuman had, tidak bisa ditegakkan hukuman had untuknya.
Ketiga, bukan syarat diterimanya taubat zina, dia harus dihukum had, baik cambuk maupun rajam. Dan bagian paling penting bagi mereka yang melakukan maksiat semacam ini adalah bertaubat. Memohon ampunan kepada Allah Ta’ala.
Jika seseorang serius bertaubat, dan Allah mengampuninya, statusnya sebagaimana orang yang tidak memiliki dosa.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ، كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ
“Orang yang bertaubat dari dosa, seperti orang yang tidak memiliki itu dosa.” (HR. Ibnu Majah 4250, baihaqi dalam al-Kubro 20561 dan dihasankan al-Albani).
Dan ketika seseorang tidak lagi dianggap memiliki dosa, tidak ada hukuman baginya.
Keempat, Jangan ceritakan hal ini kepada siapa pun, termasuk orang yang ingin menikah dengan Anda. Bahkan termasuk kepada lelaki yang nantinya akan menjadi suami anda. Menceritakan hal ini kepada orang lain justru akan menimbulkan masalah baru. Simpan kejadian ini untuk diri Anda sendiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ
“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508)