Entrepreneurship dan Inovasi Ala Amerika
Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus izin usaha di Indonesia?
Penulis: Aldy | Editor: Aldy
Pertanyaan itu disampaikan kepada peserta Peserta International Visitor Leadership Program (IVLP) yang diundang khusus ke Amerika Serikat (AS), dua bulan lalu.
Sebuah pertanyaan yang "menguji kejujuran" kami sebagai peserta IVLP tersebut karena sesungguhnya mereka sudah punya data tentang mahalnya mengurus surat izin berusaha di Indonesia.
IFC dengan detil menjelaskan hasil survey mereka di tahun 2011 yang telah dipublish di website mereka (www.doingbusiness.org) yang memperlihatkan betapa Indonesia masih masuk dalam deretan negara yang dianggap "sulit" dalam kemudahan melakukan bisnis (peringkat 126 dari 183).
Sementara Singapura adalah negara yang paling dianggap mudah dalam penerapan regulasi untuk melakukan bisnis, diikuti oleh Hongkong, Selandia Baru, dan AS sendiri.
Hal yang agak lucu dan miris ketika salah seorang konsultan IFC menanyakan apakah data yang mereka umumkan seputar besaran biaya dan waktu pengurusan izin usaha di Indonesia sudah sesuai dengan pengalaman rombongan kami ketika mengurus perizinan usaha.
Untuk sesaat, rombongan terdiam dan saling bertatapan kebingungan apakah akan menjawab dengan jujur atau tidak.
Namun akhirnya, dengan malu hati, anggota rombongan dari kalangan pengusaha muda mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman mereka, biaya yang mereka keluarkan sebenarnya lebih besar dari data IFC,.
Demikian pula dengan lamanya waktu ketika mereka mengurus perizinan. Para konsultan IFC akhirnya tertawa memaklumi dan berterima kasih atas keterusterangan kami dalam mengkonfirmasi data mereka.
Diundang Khusus
Para peserta kegiatan ini adalah mereka yang direkomendasikan oleh Kedutaan AS di suatu negara kepada Pemerintah AS. Peserta tidak mendaftar untuk mengikuti program ini namun diseleksi berdasarkan kiprah para peserta secara profesional di suatu bidang dan memutuskan untuk mengundang mereka.
Penulis diundang karena kiprahnya dalam mengelola kegiatan kewirausahaan di Pusat Kewirausahaan Universitas Negeri Makassar (UNM) sejak tahun 2009 dan staf ahli Wali Kota Makassar Bidang Psikologi dan Pendidikan sejak 2010.
Kami diudang IVLP dalam bidang entrepreneurship and innovation bersama tujuh peserta lainnya dari Indonesia yakni Diana Chalil (dosen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara), Nurullita Berlianti (Direktur CV Magnet Zone, Surabaya), Sani Nurhasanah (pemilik kelompok tani ternak Mekar, Garut), Muhammad Andy Zaky (CEO & Kepala Editor PT Teknopreneur Indonesia, Bandung), FNU Juwanda (CEO Nuesto Technology, Bandung), Arief Widhiyasa (CEO Agate Studio, bandung), dan Sedek Bahta (Ketua Hubungan Internasional Ikatan Pemuda Muhammadiyah, Jakarta).
Ada Demo
Setelah diterima secara resmi oleh Mr Charles B Kellet, penanggung jawab proyek ini dari Kementerian Luar Negeri AS didampingi oleh Ms Amy Reed (Program Officer dari World Learning), maka selanjutnya acara kami diisi dengan pertemuan dengan para profesional. Antara lain berdiskusi mengenai budaya entrepreneurial Amerika dengan Richard Linowes (profesor dari Kogod School of Business, American University) dan berkunjung ke Biro Statistik Tenaga Kerja untuk mendapatkan informasi mengenai data wirausaha di AS dari Mr Akbar Sadeghi.
Juga dilakukan pertemuan dengan Ms Jane Boorman yang menerangkan tentang kegiatan US Small Business Administration (SBA), sebuah organisasi yang telah bekerja sejak 1953 dan memiliki beragam kegiatan untuk membantu pengembangan wirausaha bagi masyarakat di AS, baik berupa pemberian pinjaman, pemberian konsultasi bisnis dan konsultasi hukum, pemberian pelatihan, dan sebagainya.
Di Washington, kami sempat menyaksikan serombongan demonstran yang sedang menyuarakan protes mereka kepada pemerintah atas pengangguran yang terjadi saat ini.
Mereka berkumpul di suatu lokasi di dekat gedung World Learning tempat pertemuan kami dan mendirikan tenda-tenda untuk bermalam di lapangan tersebut selama protes mereka.
Amerika ternyata masih menghadapi permasalahan pengangguran yang tinggi sejak krisis melanda negaranya beberapa waktu lalu. Negara adidaya ini masih memiliki warga yang menuntut kesejahteraan hidup.
Wirausaha Muda
Selain di Washington, rombongan juga mengunjungi Kota
New York. Lokasi kami menginap di salah satu hotel yang letaknya di samping gedung WTC yang menjadi sasaran bom bunuh diri, 9 September 2001.
Acara utama di kota ini adalah menghadiri The Kairos Global Summit 2012, suatu yayasan nirlaba yang didirikan pada 2008 dan beranggotakan 700 mahasiswa dari 14 negara yang telah merintis kegiatan wirausaha dan melakukan inovasi dalam pengembangan bisnis mereka.
Menyenangkan melihat para wirausahawan muda tersebut melakukan konferensi membahas tentang humantelligence, suatu terobosan di bidang biomedik yang dapat menjadi peluang bisnis di masa datang, dan berdiskusi dengan metode berpikir out of box untuk menghasilkan ide-ide bisnis yang kreatif dan inovatif, serta memamerkan produk dan jasa mereka di gedung New York Stock Exchange.
Satu hal yang menarik adalah cara berpakaian mereka selama summit ini sudah layaknya para businessman professional, menggunakan stelan jas formal berdasi bagi para mahasiswa dan stelan kerja layaknya wanita karier yang telah mapan bagi para mahasiswi.
Expo produk usaha diikuti oleh 50 jenis usaha yang telah diseleksi dan dinilai paling inovatif dalam bidang pendidikan, clean energy, healthcare, teknologi, commerce, dan lainnya.
Produk yang dipamerkan antara lain program pemetaan kondisi hutan di suatu wilayah dengan memanfaatkan satelit, pembuatan website yang dapat menghubungkan mahasiswa dari berbagai negara untuk bertukar informasi seputar kegiatan wirausaha.
Universitas Negeri Makassar pun ikut didaftarkan pada website tersebut. Expo mahasiswa sesungguhnya juga sudah sering dilaksanakan di Makassar atau di wilayah lainnya di indonesia. Umumnya didominasi oleh produk handycraft, garmen, atau makanan yang diarahkan ke franchise.
Masih jarang mahasiswa kita menggeluti jenis usaha yang menggunakan teknologi informasi, kecuali jika expo tersebut khusus untuk bidang technopreneur.
Karena program IVLP ini juga bertujuan untuk mengenalkan budaya , maka di New York peserta juga diberi kesempatan untuk menikmati pertunjukkan seni. Pilihan jatuh pada pertunjukan di Broadway, yakni phantom of the opera, yang merupakan pertunjukkan terlama di Broadway.
kota new york yang padat dan sibuk juga memberikan suasana seperti selalu ingin bergegas jika sedang berjalan di tengah keramaian penduduk. Tanpa sadar, kita pun terikut berlari-lari kecil di antara orang-orang yang sedang bergegas di jalan.***
Oleh;
Ismarli Muis
Dosen Psikologi UNM, Peserta International Visitor Leadership Program (IVLP) di Amerika Serikat