Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

UMP Sulsel 2026 Belum Ditentukan

UMP Sulsel 2026 belum ditentukan. Dewan Pengupahan menunggu formulasi Kemenaker. Buruh mendesak kenaikan 10 persen agar daya beli kembali normal.

tribun timur
HEADLINE TRIBUN – Tampilan utama Tribun Timur cetak edisi Senin (17/11/2025) soal tuntutan buruh kenaikan UMP 10 persen. Dewan Pengupahan menunggu formulasi Kemenaker. Buruh mendesak kenaikan 10 persen agar daya beli kembali normal. 
Ringkasan Berita:
  • UMP Sulsel 2026 belum ditentukan, Dewan Pengupahan menunggu formulasi Kemenaker. Buruh mendesak kenaikan 10 persen agar daya beli kembali normal. 
  • Kepala Disnakertrans Sulsel menegaskan keputusan masih menunggu pusat. Sementara buruh angkut di Pelabuhan Makassar mengaku UMP tidak menyentuh mereka, dengan penghasilan harian jauh di bawah standar.
 

 

MAKASSAR, TRIBUN - Besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulsel 2026 belum ditentukan.

Dewan pengupahan masih menunggu formulasi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), sementara di sisi lain serikat buruh mendesak kenaikan UMP sebesar 10 persen.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, Jayadi Nas, mengatakan pertemuan awal dewan pengupahan telah dilakukan.

Dalam pembahasan awal tersebut, acuan digunakan masih merujuk pada formulasi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

“Jelas di keputusan MK 168, disesuaikan dengan KHL daerah. Ada rumusnya dari sana, tergantung inflasi daerah, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya,” ujarnya, Minggu (16/11/2025).

Meski mulai menyusun formula, Jayadi menegaskan belum ada keputusan mengenai besaran kenaikan maupun penetapan UMP 2026.

Pihaknya masih menunggu aturan resmi dan rumus perhitungan dari Kemenaker.

“Belum sampai di situ (membahas angka kenaikan). Kita menunggu petunjuk dan rumus dari pusat,” kata Jayadi.

Dalam rapat dewan pengupahan, Jayadi mencoba mempertemukan usulan buruh dan pengusaha.

Ia menilai penetapan UMP harus mempertimbangkan keseimbangan kedua belah pihak agar tidak merugikan pekerja maupun perusahaan.

“Semua ada hitung-hitungannya. Yang penting semua happy. Pengusaha harus memahami kehidupan pekerja yang punya keluarga dan butuh fokus bekerja. Itu jadi pertimbangan,” jelasnya.

Ia meminta buruh memahami kondisi perusahaan yang harus tetap sehat untuk berkontribusi pada perekonomian.

“Buruh dan pengusaha dua sisi mata uang yang saling melengkapi,” ujarnya.

Pembahasan UMP masih panjang dan keputusan dapat diumumkan pada 21 November atau bahkan Desember, sebelum tahun berganti.

Di sisi lain, Ketua KSPSI Sulsel, Basri Abbas, menegaskan tuntutan buruh agar UMP Sulsel 2026 naik 10 persen.

Ia meminta perhitungan UMP kembali berbasis KHL, apalagi Mahkamah Konstitusi telah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, sehingga aturan turunannya—termasuk PP Pengupahan—tidak dapat digunakan.

“Untuk 2026 ini, UMP buruh minimal naik 10 persen. Itu agar daya beli buruh yang selama ini terpuruk dapat kembali normal,” kata Basri Abbas.

Tahun 2025, UMP Sulsel naik 6,5 persen menjadi Rp3.657.527. Buruh berharap tahun 2026 UMP naik menjadi Rp4.023.279, sesuai perhitungan kenaikan 10 persen atau Rp365.752 dari UMP yang berlaku saat ini.

Buruh Pelabuhan

Kabar rencana kenaikan UMP menjadi angin segar bagi banyak pekerja, khususnya karyawan swasta.

Namun kabar itu sama sekali tak menyentuh para buruh angkut barang di Pelabuhan Makassar, Jl Nusantara, Kecamatan Wajo.

Bagi mereka, UMP bukanlah topik yang akrab di telinga. Bahkan, mendengarnya pun terasa asing.

“Kami buruh harian, dapat uang dari penumpang,” ujar Muhammad Nasir (38), satu dari puluhan buruh angkut barang yang menunggu di depan gerbang Pelabuhan Makassar, Sabtu (15/11/2025).

Muhammad Nasir bukan sekadar buruh angkut.

Ia tenaga honorer Provost Satpol PP Pemkab Maros. Sudah 16 tahun mengenakan seragam Praja Wibawa sejak diterima pada 2009.

Gajinya sebagai honorer Satpol PP sangat jauh dari standar kesejahteraan.

“Gaji saya itu berjenjang. Dulu Rp250 ribu sampai Rp500 ribu. Sekarang Alhamdulillah naik, Rp750 ribu per bulan,” ucap ayah dua anak itu.

Nominal tersebut bahkan tidak mendekati UMP Sulsel saat ini yang berada di angka Rp3,6 juta.

Demi menutup kebutuhan keluarga, Nasir harus bekerja ekstra keras.

Sejak 2012, Nasir mulai menambah penghasilan sebagai buruh angkut barang di Pelabuhan Makassar. Semenjak itu, akhir pekan bukan lagi waktu berkumpul dengan keluarga.

Setiap hari ia menempuh perjalanan 36 kilometer dari rumahnya di Jl Poros Bantimurung, Maros, menuju Pelabuhan Makassar.

Hal itu sudah ia lakukan selama sembilan tahun terakhir. “Kalau dibilang cukup, itu jauh dari cukup. Tapi Alhamdulillah, dicukup-cukupkan saja,” ujarnya lirih.

Pekerjaan sebagai buruh angkut bukan sekadar angkat barang. Dibutuhkan tenaga besar, mental kuat, serta sapu tangan yang selalu siap mengusap keringat.

Ketika sebuah mobil memasuki gerbang pelabuhan, para buruh spontan bersiaga. “Kalau ada mobil penumpang masuk, biasa lomba-lomba masuk tawarkan jasa,” kata Nasir.

Jika penumpang bersedia, ia akan mengangkat barang hingga ke tempat tidur dalam kapal sesuai tiket.

Begitu juga ketika kapal sandar, Nasir harus berdesakan menaiki tangga kapal demi menawarkan jasa.

“Kalau sampai jatuh ke laut belum ada. Tapi kalau teman luka kepala karena tersangkut di pintu, sudah pernah,” katanya.

Upah yang didapat Nasir bervariasi, sepenuhnya berdasarkan kesepakatan dengan penumpang. Koper kecil: Rp20.000–30.000, barang berat seperti beras 50 kg ke atas: sekitar Rp50.000.

Namun itu belum bersih. “Kalau misalkan Rp100 ribu, keluar 20 persen untuk mandor,” jelasnya.

Di Pelabuhan Makassar, terdapat dua perusahaan outsourcing menaungi sekitar 600 buruh angkut. Mereka dibedakan melalui seragam hijau dan cokelat.

Tidak setiap hari Nasir membawa pulang uang. Ada kalanya ia hanya dapat untuk membeli bensin, bahkan pernah pulang tanpa membawa apa-apa. “Kadang tidak ada sama sekali,” ungkapnya.

Malam itu, Nasir bersama buruh berseragam hijau lainnya kembali mengadu nasib.

Dua kapal penumpang dijadwalkan berangkat dari Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar: KM Tulong Kabila pukul 18.30 Wita dan KM Nggapulu pukul 21.30 Wita.

Mereka berharap, setidaknya ada penumpang bersedia menggunakan jasa mereka.(qih/mba)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved