Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemprov Sulsel

3 Alasan Mutasi Nakes Sulsel, Pengamat Minta Dinkes Dengarkan Curhatan

Dinkes Sulsel mutasi 800 nakes ke sejumlah RS dan OPD. Pengamat minta kebijakan dengarkan curhatan nakes, terutama soal keluarga dan beban kerja.

Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Sukmawati Ibrahim
Dok tribun
MUTASI NAKES – Kepala Dinas Kesehatan Sulsel Ishaq Iskandar (kiri) dan Pengamat Pemerintahan Prof Firdaus Muhammad (kanan). Pemprov Sulsel telah mutasi 800-an PNS nakes. Prof Firdaus meminta pertimbangan khusus bagi nakes yang kesulitan pindah daerah. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Ratusan tenaga kesehatan (nakes) Sulawesi Selatan dimutasi ke sejumlah fasilitas kesehatan milik Pemprov dan OPD.

Sebanyak 800 nakes, terdiri dari dokter, perawat, apoteker, dan administrator kesehatan berstatus PNS, dipindahkan ke rumah sakit daerah seperti RS La Mappapenning Bone, RSKD Gigi dan Mulut, serta klinik milik OPD Sulsel.

Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ishaq Iskandar, menyebut ada tiga alasan utama di balik redistribusi ini.

Pertama, optimalisasi kinerja rumah sakit.

Kebijakan ini bertujuan mengurangi jumlah pegawai agar biaya operasional lebih efisien dan belanja SDM tetap terjaga.

"Rasio belanja dan pendapatan BLUD RS tidak sehat. Maka SDM dialihkan ke OPD yang membutuhkan. Ini bagian dari penyehatan RS," jelas Ishaq, Minggu (31/8/2025).

Kedua, optimalisasi sumber daya.

SDM difokuskan pada layanan prioritas agar efisiensi dan efektivitas meningkat.

"Temuan Inspektorat dan BPK menunjukkan perlunya pemerataan beban kerja PNS di lingkup Pemprov," lanjutnya.

Ketiga, penyesuaian kebutuhan rumah sakit.

Redistribusi ini menekan jumlah pegawai yang tidak sesuai kebutuhan.

"Rasio belanja operasional RS tidak efektif. RS harus menanggung sendiri lewat dana BLUD masing-masing," ujarnya.

Baca juga: Pemprov Sulsel Mutasi Hampir 800 Nakes, Sekda: Ada RS Kelebihan Tenaga

Pengamat pemerintahan, Prof Firdaus Muhammad, menilai mutasi nakes wajar karena berdampak pada peningkatan karier.

Namun, ia mengingatkan agar kebijakan ini dipertimbangkan matang, terutama bagi nakes dengan kendala keluarga.

"Tempat tinggal terpisah, biaya besar, gaji tidak mencukupi," jelasnya kepada Tribun-Timur.com.

Ia menyebut dinamika kebijakan pemerintah sedang disorot.

Setelah isu pajak, kini mutasi nakes ikut jadi perhatian.

"Perlu dengarkan suara nakes sebagai bagian dari suara rakyat," katanya.

Menurutnya, nakes memang harus siap ditempatkan di mana pun, tetapi tetap perlu ruang diskusi untuk alasan tertentu.

"Pertimbangkan aspek kemanusiaan. Mereka terpisah dari keluarga, berdampak pada layanan RS," ujarnya.

"Apalagi PPPK yang ditempatkan di RS menggantikan posisi senior, padahal sebagian masih butuh pendampingan nakes profesional," lanjutnya.

Sekretaris Daerah Sulsel, Jufri Rahman, menegaskan status nakes tetap di tingkat provinsi.

Ia menyebut kebijakan ini bukan mutasi, melainkan rotasi kerja.

Tim khusus Dinkes telah menganalisis pemetaan nakes selama beberapa bulan.

"Disebar sesuai analisis kebutuhan beban kerja. Dimutasi tetap di provinsi, ini rotasi," tegas Jufri di Rujab Gubernur Sulsel, Kamis (28/8/2025).

"Misalnya dari RS Labuang Baji ke RS La Mappapenning karena butuh ahli paru. Di sini ada dua ahli radiologi, RS lain butuh, ya dikirim satu," lanjutnya.

Penempatan juga dilakukan ke unit kerja OPD. Jika ASN nakes ditempatkan di Dinas Perhubungan, maka perlu dibentuk layanan klinik.

"Misal ke Dishub, maka perlu bikin klinik," ujarnya.

Jufri menyebut ada RS dengan jumlah nakes melebihi ketentuan. Hal ini membebani anggaran RS.

"Sebagian RS over. RS sebagai BLUD membiayai diri sendiri. Semakin banyak pegawai, penghasilan makin banyak dibagi," katanya.

BLUD merupakan sistem pengelolaan keuangan untuk unit pelaksana teknis daerah agar pelayanan publik lebih efisien dan fleksibel.

Jufri tak menampik adanya protes dari ASN. Menurutnya, mutasi harus dilakukan secara selektif.

"Mutasi harus hati-hati, selektif, dan terpola. Tidak boleh asal," ujar pria kelahiran Gowa.

Ia menambahkan, kepala RS harus mengetahui kebutuhan nakes dan memetakan sektor yang berlebihan agar kekurangan bisa ditutup lewat rotasi. (*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved