Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

BBM Langka di Sulsel

Nelayan di Palopo Tak Terdampak Kelangkaan BBM Berkat Surat Rekomendasi Pemkot

Mereka tetap bisa mengakses BBM dengan lancar berkat surat rekomendasi resmi dari Dinas Perikanan Kota Palopo.

Penulis: Andi Bunayya Nandini | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM/Andi Bunayya Nandini
NELAYAN PALOPO - Sejumlah perahu serta bagang tampak tidak berlayar dan memilih bersandar di sekitar Pelabuhan Tanjung Ringgit Palopo, Selasa (7/10/2025). Nelayan mengaku tak kesulitan mendapat BBM untuk melaut karena adanya rekomendasi dari Dinas Perikanan Kota Palopo. 

Fandi menjelaskan, BBM merupakan kebutuhan penting dalam operasional usahanya, terutama untuk kendaraan antar-jemput layanan laundry.

“Kami menggunakan jasa antar jemput laundry bagi pelanggan yang memesan secara online, sehingga BBM sangat penting bagi keberlangsungan operasional usaha kami,” kata Fandi, Senin (6/10/2025).

Ia mengungkapkan, sulitnya mendapatkan BBM berdampak langsung terhadap peningkatan biaya operasional. “Peningkatan cukup signifikan, di kisaran 6 sampai 10 persen,” sebut lulusan Unismuh Makassar itu.

Kenaikan biaya tersebut juga ikut menurunkan omzet usahanya. Selain itu, Fandi harus mengantre lama di SPBU untuk mendapatkan BBM bagi kendaraan operasionalnya.

“Biasanya kami datang lebih awal ke SPBU agar tetap kebagian dan bisa mengisi kendaraan operasional secara penuh demi menjaga kelancaran usaha,” jelasnya.

Fandi berharap pemerintah segera menindaklanjuti dan mengatasi kelangkaan BBM agar pelaku UMKM yang bergantung pada bahan bakar bisa kembali beroperasi secara normal.

“Ini penting agar biaya operasional bisa kembali seperti dulu, dan kegiatan usaha kami tetap berjalan dengan baik sehingga bisa terus berkembang,” pungkasnya.

Pengendara Resah

Antrean panjang kendaraan terjadi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Makassar dalam beberapa hari terakhir.

Antrean kendaraan tampak mengular hingga ke bahu jalan, terutama di jalur pengisian Pertalite.

Kondisi ini membuat sebagian pengendara memilih beralih ke Pertamax demi menghindari antrean panjang, meski harus mengeluarkan biaya lebih dengan selisih harga sekitar Rp2.000 per liter.

Salah satunya dialami Daeng Tawang (62), sopir angkot atau pete-pete rute AP Pettarani–Kampus Unhas.

“Terkadang saya menunggu sampai 20 menit karena mobil sudah menumpuk ke belakang,” ujar Daeng Tawang saat ditemui di lokasi mangkalnya di pertigaan Jl AP Pettarani–Jl Sultan Alauddin, Makassar, Senin (6/10/2025).

Di tengah sepinya penumpang, ayah enam anak ini mengaku harus menanggung biaya operasional lebih besar karena terpaksa membeli Pertamax saat antrean Pertalite terlalu panjang.

“Kalau antrean Pertalite sudah panjang, biasa saya beralih ke Pertamax, apalagi kalau ada mahasiswa yang mau cepat pulang,” ujarnya.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved