Opini
Seragam Gratis dan Politik Keberpihakan
Pemerintah Kota Parepare mengusulkan anggaran bantuan seragam SMA dalam Rapat Paripurna DPRD.
Oleh: Rusdianto Sudirman
Dosen Hukum Tata Negara IAIN Parepare
TRIBUN-TIMUR.COM - Polemik seragam SMA gratis mencuat ke permukaan pada penghujung tahun 2025.
Pemerintah Kota Parepare mengusulkan anggaran bantuan seragam SMA dalam Rapat Paripurna DPRD.
Namun, usulan ini ditolak mentah-mentah oleh DPRD Parepare.
Alasannya lugas dan tegas, Pemkot tidak memiliki kewenangan untuk menganggarkan bantuan seragam SMA karena pengelolaan pendidikan SMA sepenuhnya berada di bawah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Di banyak daerah, wacana seragam sekolah gratis kembali memicu perdebatan.
Ada yang menuduhnya populis, ada pula yang menyebutnya tak memiliki dasar hukum.
Namun polemik ini sesungguhnya memperlihatkan satu hal: sebagian pihak masih gagal membaca mandat besar yang diberikan undang-undang kepada pemerintah daerah untuk memastikan pendidikan tidak lagi menjadi beban yang menjerat keluarga miskin.
Seragam sekolah, bagi sebagian besar orang tua, bukan sekadar kain yang dijahit rapi. Ia adalah pengingat tentang kewajiban yang harus mereka tunaikan di awal tahun ajaran. Harga kain naik. Ongkos jahit melonjak.
Banyak keluarga harus rela menunda kebutuhan lain demi memastikan anaknya tidak datang ke sekolah dengan seragam lusuh yang membuat mereka minder sejak hari pertama.
Dalam konteks inilah kebijakan seragam gratis yang digagas pemerintah daerah menemukan relevansinya.
Undang-undang tidak hanya membolehkan, tetapi memberi ruang yang sangat jelas bagi pemerintah kota dan kabupaten untuk menghadirkan program inovatif yang meringankan beban warganya.
Urusan pendidikan memang menjadi kewenangan bersama.
Pemerintah daerah ditugaskan memperluas akses, menurunkan beban biaya, dan menjamin tidak ada anak yang tertinggal karena hambatan ekonomi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/2025-10-14-Rusdianto-Sudirman.jpg)