Opini
Muhammadiyah Worldview
Worldview berguna memberi penjelasan mengenai realitas dan makna eksistensi; berperan dalam keberlangsungan dan perubahan moral sosial.
Oleh: Dr. Ilham Kadir, MA
Pengampu Mata Kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan, UNIMEN
TRIBUN-TIMUR.COM - SECARA etimologis worldview berasal dari bahasa Inggris, yaitu world berarti dunia, dan view berarti pandangan.
Dalam bahasa Indonesia worldview diartikan sebagai pandangan dunia, pandangan alam, dan pandangan hidup. Diartikan juga sebagai falsafah hidup, filsafat hidup, dan filosofi.
Secara terminologis, worldview adalah: sistem kepercayaan asasi yang integral dalam pikiran dan perasaan manusia; dimensi atau ruang lingkup worldview meliputi perasaan dan pikiran manusia.
Worldview berguna memberi penjelasan mengenai realitas dan makna eksistensi; berperan dalam keberlangsungan dan perubahan moral sosial.
Worldview menjadi asas perilaku manusia termasuk aktivitas ilmiah dan teknologis; menjadi faktor penting dalam penalaran saintifik yang dalam kajian sains serupa dengan paradigma, worldview seperti halnya paradigma,menyediakan nilai, standar dan metodologi, (Muslih, dkk., 2025: 4).
Dalam pandangan Clifford Geertz, worldview berguna sebagai models of reality sekaligus sebagai model for action, karena berguna untuk menjelaskan mengenai hakikat segala sesuatu dan juga menyediakan bagi manusia mental blueprint yang memandu pelakunya.
Demikian pula, Brian Walsh memandang bahwa worldview adalah sebuah kerangka logis yang menyediakan penjelasan mengenai berbagai pertanyaan puncak dalam kehidupan seseorang.
Penjelasan logis tersebut berfungsi untuk memberikan rasa keamanan emosional bagi yang bersangkutan.
Selajutnya worldview dapat digunakan sebagai alat mengevaluasi berbagai tindakan yang pernah dilakukan dan menentukan tindakan yang perlu dilakukan pada masa mendatang.
Karena bersifat filosofis, ilmiah, dan sistematis, worldview berguna untuk menata berbagai gagasan, perasaan, dan nilai dalam satu ikatan pandangan yang terintegrasi mengenai kenyataan, kemudian dapat digunakan sebagai standar untuk menilai berbagai perubahan norma dan budaya yang terjadi di tengah masyarakat.
Secara teknis worldview dibangun di atas berbagai konsep yang tercipta dalam benak seseorang. Jika dilacak, berbagai konsep konsep-konsep tersebut merupakan kumpulan pertanyaan dasar dalam kehidupan.
Sebagaimana konsep tentang Tuhan, hakikat tempat hidup manusia di dunia, standar baik dan buruk, permasalahan hidup manusia dan solusinya, hakikat bahagia, hidup setelah kematian, konsep tragedi, dan seterusnya.
Artinya ranah worldview meliputi alam fisika dan metafisik, filsafat dan sains, dan segala apa yang ada dalam fikiran, pemahaman, hingga praktik dan tindakan. Maka pada dasarnya setiap manusia memiliki worldview masing-masing.
Inilah yang dimaksud oleh Hamid Fahmy Zarkasyi bahwa “Setiap kepercayaan, bangsa, kebudayaan atau peradaban dan bahkan setiap orang mempunyai worldview masing-masing”, (Zarkasyi, 2025: 3).
Jika worldview dikaitkan dengan suatu kebudayaan maka spektrum maknanya dan juga termanya akan mengikuti kebudayaan tersebut.
Esensi perbedaan terletak pada faktor-faktor dominan dalam pandangan hidup masing-masing yang boleh jadi berasal dari kebudayaan, filsafat, agama, kepercayaan, tata nilai sosial, atau lainnya.
Faktor tersebut yang menentukan cara pandang dan sikap manusia yang bersangkutan terhadap apa yang ada pada alam semesta ini, serta luas dan sempitnya spektrum maknanya.
Ada yang terbatas pada kesini-kinian (dunia-pragmatis), ada yang terbatas pada dunia fisik hingga alam metafisika hingga alam di luar kehidupan dunia (akhirat).
Muhammadiyah merupakan persyarikatan dengan worldview yang menjadi titik tolak dalam menyusun framework atau kerangka kerja.
Dasar pemikiran para tokoh pendiri Muhammadiyah sangat jelas, dan dituangkan dalam “Fikih Tata Kelola Persyarikatan” bahwa visi dan misi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dalam al-Quran ditemukan bahwa visi manusia diciptakan untuk beribadah (QS. Az-Zariat[51]: 56).
Sedangkam misi manusia adalah memakmurkan dan membangun bumi (QS. Huud[11]: 62), tujuannya (ghaayah) untuk kesalehan spritual (aqaamuus-shalaah), kesejahteraan materil (wa aatuuz zakaah), ketertiban dan ketentraman hidup dalam masyarakat dengan menegakkan amar ma’ruf nahy munkar, (QS. Al-Hajj[22]: 41), (Himp. Putusan Tarjih Muhammadiyah-3, 2018: 87).
Namun, salah satu aspek yang sangat fundamental bagi setiap organisasi adalah “kemandirian”, sebab selama sebuah komunitas, paguyuban, organisasi, hingga negara tidak mampu berdikari, maka selama itu pula akan menjadi bulan-bulanan pihak eksternal yang menjadi penyandang dana.
Muhammadiyah menyadari begitu pentingnya membangun kemandirian persyarikatan dengan mewujudkan tata kelola profesional tanpa benturan dan pertentangan kepentingan serta pengaruh/tekanan dari pihak mana pun juga, yang tidak sesuai dan/atau menyimpang dari prinsip pergerakan Muhammadiyah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keterikatan dalam menetapkan tindakan hanya terikat pada ketentuan Allah ta’aala dan Rasul-Nya. Persyarikatan Muhammadiyah menyadari bahwa pengelolaan persyarikatan merupakan tanggungjawab kolektif semua jajaran.
Terlihat jelas bahwa worldview Muhammadiyah berbasis pada wahyu, al-Quran dan as-Sunnah, artinya segenap framework atau kerangka dan program kerja tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai ajaran Islam.
Spektrumnya tidak terbatas pada kini dan di sini. Tetapi kini, di dunia, alam kubur hingga alam akhirat.
Orientasi hidup warga Muhammadiyah tidak boleh pragmatis, hanya untuk diri, keluarga, dan warga persyarikatan saja. Tapi harus menembus batas lingkungan keluarga, daerah, lembaga, organisasi, negara dan agama.
Spektrum kerja warga Muhammadiyah berbasis pada worldview bahwa agama untuk maslahat, atau maslahat framework Muhammadiyah menembus sekat-sekat suku, ras, agama, hingga negara.
Warga persyarikatan harus menyadari bahwa ketika menjadi bagian dari Muhammadiyah, manfaat hidupnya tidak sebatas mengumpulkan materi untuk zona nyaman, perut dan ‘di bawah perut’.
Sebab kata Ali bin Abi Thalib, “Orang yang tujuan hidupnya hanya mengumpulkan bekal untuk isi perutnya, maka nilainya di mata Allah dan manusia hanya sebatas apa yang keluar dari isi perutnya”.
Di sinilah pentingnya memahami worldview Muhammadiyah bahwa beragama adalah untuk mewujudkan maslahat, dan maslahat secara bahasa adalah kebaikan dan kebermanfaatan.
Lawan kata dari mafsadat, kehancuran dan ketidak-manfaatan.
Dan tentu, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi selain dirinya, Khaerun naas anfa’uhum linnaas,” begitu sabda Nabi yang dirawikan Imam Muslim.
Kini usia Persyarikatan Muhammadiyah sudah 113 tahun, (18 November 1912-18 November 2025) dengan mengusung tema “Membangun Kesejahteraan Bangsa”.
Secara filosofis kesejahteraan tidak mungkin lahir dari ruang hampa, tanpa didukung perangkat yang tepat.
Sebab kesejahteraan adalah buah dari peradaban yang berlandaskan pada ilmu dan sains, dan teknologi yang ketiganya merupakan produk dari pendidikan yang berkualitas.
Melalui lembaga pendidikan berkualitas, integrasi ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah, inilah yang mampu melahirkan generasi unggul, melahirkan saintis dan ulama, politisi, tokoh pembaharu yang membangun bangsa dan negara sesuai kapasitas dan keahlian.
Sebab dalam persyarikatan Muhammadiyah, bukan wadah untuk bertanya, Saya dapat apa dan berapa?
Tetapi dimana pun berada apa yang engkau dapatkan untuk Islam, berapa banyak jasa dan sumbangsih yang engkau berikan untuk agama dan bangsa.
Dan tidak perlu mendeklarasikan diri sebagai golongan paling toleran, dan paling NKRI, sebab seringkali jadi anomali.
Merasa toleran tapi membubarkan pengajian yang tidak sepaham dengannya, merasa NKRI tapi akhirnya ketahuan korupsi, dst.
Warga Muhammadiyah tidak perlu diragukan totalitasnya membangun bangsa.
Tidak sekadar bertanya, Apa yang Muhammadiyah berikan pada negara? Tetapi apa yang negara telah berikan untuk Muhammadiyah.
Sebab setiap nafas, fikiran, gerak, amal, yang terakumulasi dalam Muhammadiyah Worldview niatnya hanya karena Allah dan untuk menegakkan sendi agama, Amar ma’ruf nahy munkar.
Muhammadiyah worldview sama saja dengan islamic worldview. Selamat Milad Persyarikatan Muhammadiyah ke-113. Mari bersama Membangun Kesejahteraan Bangsa!
| Kelisanan di Era Didital |
|
|---|
| Pelayaran Kedua Sang Nahkoda Ulung, Estafet Kepemimpinan untuk Kejayaan Universitas Hasanuddin |
|
|---|
| Kedaulatan Digital dalam Penyelenggaraan Pemilu |
|
|---|
| Pidana Mati di Indonesia: Antara Keadilan dan Kemanusiaan |
|
|---|
| Reorientasi Makna Pendidikan di Era Digital, Saatnya Pembelajaran Berpihak pada Manusia |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/20251003-Dr-Ilham-Kadir.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.