Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Kerentanan Warga Pulau Makassar: Ombak Menguat, Layanan Menyusut

Kecamatan ini awalnya bagian dari Kecamatan Ujung Tanah yang kemudian dipisahkan untuk meningkatkan kualitas layanan publik.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Yusnianti Mahasiswa Program Studi Administrasi Publik, Universitas Hasanuddin 

Oleh: Yusnianti

Mahasiswa Program Studi Administrasi Publik, Universitas Hasanuddin

TRIBUN-TIMUR.COM - Sebagai daerah yang memiliki wilayah kepulauan, selayaknya Pemerintah Kota Makassar memiliki komitmen tata kelola pulau yang lebih responsif dengan dengan kebutuhan warga pulau dan adaptif dengan perubahan iklim.

Salah satu upaya penting yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar adalah membentuk Kecamatan Kepulauan Sangkarrang pada 2015 dengan tiga kelurahan, Barang Lompo, Barang Caddi dan Pulau Kodingareng.

Kecamatan ini awalnya bagian dari Kecamatan Ujung Tanah yang kemudian dipisahkan untuk meningkatkan kualitas layanan publik untuk masyarakat kepulauan. 

Namun pada kenyataannya kebijakan wilayah kepulauan ini belum didukung dengan kebijakan yang lebih teknis sehingga tata kelola pulau Kota Makassar masih kurang responsif terhadap kondisi nyata di pulau tersebut.

Keberadaan pulau yang dekat dengan kota besar sudah semestinya mendapatkan akses layanan dan pembangunan yang memadai, namun ironisnya, warga justru menghadapi berbagai kesulitan mendasar yang tidak ditangani secara komprehensif.

Fakta layanan publik di pulau ini sangat minim dan menunjukkan kelemahan sistemik dalam pengelolaan layanan publik.

Tidak semua pulau memiliki fasilitas kesehatan yang memadai sehingga warga harus dilarikan ke pulau lain atau ke Kota Makassar untuk mendapatkan perawatan yang lebih layak.

Aspek pendidikan hanya tersedia hingga tingkatan SMP, memaksa anak-anak menyeberang atau tinggal jauh dari keluarganya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Keterbatasan aspek spasial dan abrasi pantai mengancam pemukiman masyarakat. Kebutuhan pokok air bersih semakin sulit didapatkan sehingga warga harus membeli pasokan air bersih.

Selain itu, akses transportasi warga pulau dan pendatang tidak aman dan nyaman serta tidak bisa diakses oleh kelompok rentan.

Dermaga Kayu Bangkoa sebagai salah satu dermaga utama sangat tidak layak dengan fasilitas publik yang kotor, akses yang tidak aman, tidak ada tempat tunggu yang nyaman, serta terkesan dikelola serampangan.

Hal ini menjadi ironis ketika warga dimintai membayar retribusi namun pemerintah tidak menyediakan fasilitas yang memadai.

Fakta ini lemahnya komitmen Pemerintah Kota menjadi pemerintahan kepulauan yang responsif dan adaptif.

Selain itu, perekonomian masyarakat pulau sepenuhnya tergantung dari aktivitas nelayan dan hasil laut tanpa diversifikasi usaha sehingga mereka sangat rentan terhadap ketidakstabilan hasil tangkapan.

Tekanan lingkungan juga semakin nyata terlihat pada kerusakan terumbu karang yang semakin meluas dan tanggul yang perlu pemeliharaan mendesak.

Selain itu, akses dan kesediaan bahan bakar perahu mendukung operasional perekonomian nelayan seringkali tidak menentu dengan harga yang lebih mahal.

Kondisi yang menunjukkan warga pulau semakin rentan secara sosial dan ekonomi dengan beban yang lebih berat tanpa dukungan maksimal dari pemerintah.

Meskipun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menginisiasi lima program ekonomi biru tahun 2024.

Lima program tersebut yakni perluasan target kawasan konservasi perairan, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budidaya perikanan ramah lingkungan, pengelolaan berkelanjutan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta penanganan sampah plastik di laut melalui program Bulan Cinta Laut. 

Namun upaya ini masih belum terimplementasi baik di wilayah kepulauan Makassar. Upaya pengelolaan berkelanjutan pesisir belum maksimal dengan pembangunan tanggul rapuh yang mengancam permukiman dan keselamatan.

Sehingga sebagian besar wilayah pulau semakin lama semakin tergerus ombak karena abrasi menimbulkan kerentanan ruang hidup bagi warga pulau.

Pengelolaan sampah pulau menjadi salah satu momok utama yang membuat ekosistem laut semakin terancam dengan limbah rumah tangga yang dibuang di laut.

Program konservasi dan kuota ikan pun berjalan tanpa edukasi atau dukungan praktis bagi nelayan.

situasi ini memperlihatkan bahwa pendekatan top-down pemerintah gagal menjawab kebutuhan spesifik pulau yang cenderung menjadi formalitas administrasi tanpa adanya dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat kepulauan di Makassar

Dari sini terlihat bahwa pembangunan wilayah kepulauan tidak bisa hanya dengan mengandalkan kebijakan nasional yang generik, melainkan harus berdasarkan partisipasi warga untuk menyesuaikan kondisi dan masalah warga pulau sebenarnya.

Tanpa keterlibatan warga pulau, program ekonomi biru tersebut hanya sekedar simbolik dan tidak menyelesaikan masalah kesejahteraan maupun keberlanjutan lingkungan. 

Oleh sebab itu, pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang tegas, berbasis partisipasi, dan menyasar seluruh masalah kritis di wilayah kepulauan Makassar.

Pemerintah perlu mengintegrasikan lima program ekonomi biru oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2024 dengan benar-benar memperhatikan kondisi dan sumberdaya lokal agar berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah Kota Makassar sebaiknya mendesain road map kebijakan ekonomi biru yang berbasis masyarakat pulau dengan pelibatan aktif warga pulau disemua proses formulasi, implementasi dan monitoring evaluasi kebijakan.

Selain itu, reformasi tata kelola kepulauan berbasis ekonomi biru yang adaptif sebaiknya dikolaborasikan dengan seluruh stakeholders.

Diperlukan keterlibatan aktif dari lembaga swasta dalam bentuk program tanggungjawab sosial mendorong ekonomi biru berbasis komunitas.

Selain itu, upaya ini sebaiknya berkolaborasi dengan perguruan tinggi dan lembaga masyarakat sipil untuk memastikan implementasi program yang lebih adaptif dengan konteks geografi, sosial dan ekonomi warga di setiap pulau.

Dengan membersamai warga dalam perencanaan, implementasi dan monitoring evaluasi serta mengintegrasikan dengan program ekonomi biru, potensi pulau yang selama ini terpendam dapat diwujudkan tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan. 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved