Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Teropong

Konsisten

Ketidakkonsistenan ini berlangsung tanpa adanya pengawasan  yang ketat dan serius.

Editor: Sudirman
Dok Pribadi
OPINI - Abdul Gafar, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar 
Ringkasan Berita:
  • Nilai “Taro ada taro gau” dalam budaya Bugis menegaskan pentingnya keselarasan antara kata dan perbuatan, yang kini mulai luntur di tengah kemerosotan moral dan etika publik.
  • Banyak pejabat atau mantan pejabat tidak menepati ucapan dan janji, bahkan memanipulasi kebenaran demi kepentingan pribadi dan kelompok. 
  • Langkah tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan dukungan Presiden Prabowo Subianto menjadi harapan baru dalam pemberantasan korupsi. 

Oleh: Abdul Gafar

Pendidik di Departemen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar

TRIBUN-TIMUR.COM - SALAH satu hal yang merusak kehidupan berbangsa dan bernegara karena tidak terdapatnya sikap konsisten.

Di berbagai sektor kehidupan sikap konsisten dapat luntur karena ada hal-hal tertentu yang melatarbelakanginya.

Ketidakkonsistenan ini berlangsung tanpa adanya pengawasan  yang ketat dan serius.

Apakah terjadi pembiaran atau memang tidak ada upaya meluruskan apa yang mulai ‘bengkok’.

Kita dihadapkan kepada persoalan moral dan penegakan etika yang mesti dijunjung tinggi.

Di Sulawesi Selatan dalam bahasa Bugis dikenal kata “Taro ada taro gau" artinya "satu kata, satu perbuatan".

Makna ini mengajarkan pentingnya konsistensi antara ucapan dan tindakan, di mana seseorang harus menepati janji dan bertanggung jawab penuh terhadap apa yang telah dikatakannya.

Kondisi ini menunjukkan adanya konsistensi, tanggung jawab, dan  integritas. Perilaku di atas  kini mulai luntur dalam perkembangan zaman yang  ‘menggila’.

Apa yang dikatakan, bukan itu yang dilaksanakan. Dalam pandangan agama dikatakan sifat atau sikap tersebut digelari sebagai ‘munafik’.

Ini berbahaya jika orang yang memiliki sifat atau sikap seperti itu diberi amanah. Ia dengan mudah memainkan amanah yang dipercayakan kepadanya.

Rekam jejak orang-orang munafik jelas tertulis dengan baik. Loncat sana, loncat sini. Bela sana, bela sini.

Pemutarbalikan kata atau kalimat tidak dapat terbantahkan. Ini terlihat kepada pejabat atau mantan pejabat.

Begitu mudahnya mereka melupakan apa yang pernah dikatakannya. Semua itu dilakukan untuk membangun kesejahteraan diri,  keluarga, dan  kelompoknya.

Negeri ini digerogoti oleh para penjahat secara beramai-ramai. Sudah begitu banyak kehilangan aset.

Misalnya saja Pertamina terjadi korupsi sebesar 968 Triliun rupiah, Timah 271 T, Antam 185 T, Asabri 22 T, dan Kemensos 17 T. Korupsi masih tersebar di mana-mana.

Kemunculan Menkeu RI yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa lewat gebrakan ala cowboy. Ia berani bersuara tegas dan lantang.

Banyak yang tersengat dengan sentilannya. Para penggarong negara mulai terganggu tidurnya.

“Saya tidak pernah berniat menyerang siapapun. Tetapi kalau kebenaran dianggap serangan, mungkin kita terlalu lama hidup dalam kebohongan”, ujarnya dengan tegas.

Lebih jauh Purbaya mengatakan bahwa: “Rakyat tidak pernah hutang listrik, tapi PLN rugi. Rakyat beli tiket pesawat cash, tetapi Garuda rugi. Rakyat beli bensin cash, tetapi Pertamina  rugi. Saya akan bongkar semuanya.”

Kita berharap langkah tegas diteruskan. Jangan sampai kendor karena adanya tekanan dari mana-mana.

Seorang kawan jamaah di masjid dekat rumah penulis, mantan Dekan Fakultas Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin - Dr. Ir. Hamzah Sanusi MSc- berkomentar singkat tentang Menkeu Purbaya. “Bagus, berani, menyelamatkan uang negara.”

Langkah tegas Purbaya didukung oleh Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto. Para koruptor akan ditindak tegas. “Tidak ada korupsi yang tidak bisa disentuh”.

Presiden Prabowo dalam banyak pidatonya selalu membuat jantung kita deg-degan. Dihadapan prajurit, Prabowo menyinggung adanya Jenderal Maling. Jenderal Kapal Keruk.

Semoga Prabowo menjadi dirinya sendiri, tidak mudah dipengaruhi oleh pihak lain. Sebagai presiden, ia tidak boleh lengah dengan lingkungan sekitarnya.

Musuh negara akan beradaptasi  menjadi kawan setia. Mereka mencari celah yang akan diterobos.

Presiden Prabowo betul-betul harus membuktikan omon-omonnya tanpa memandang bulu, siapapun perusak negara ini.

Guru spiritual kami di masjid, Ustadz Sanusi berharap agar Prabowo dan Purbaya tetap konsisten.

Sebaliknya, Luhut Binsar Panjaitan, tampaknya kurang mendukung Operasi Tangkap Tangan terhadap Koruptor. “Bersih amat. Di surga aja luh kau”, katanya.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved