Corat Coret Perlawanan Dari Kolong Tol Makassar
Pernah suatu malam saya mampir dengan maksud sekedar duduk sambil mengamati sekeliling kolong tol.
Apalagi pernah digadang-gadang dan disebut sebagai kota dunia. Sementara standar dan kelayakan sebagai kota dunia sangat tidak memenuhi syarat.
Masalah kota ini amat kompleks antara lain kita tidak memiliki sistem arus lalu lintas yang jelas hingga akhirnya setiap harinya pasti merasakan macet.
Paparan ekstream polusi udara sebab tidak adanya sistem pengangkutan sampah, mobil angkutan sampah kadang beroperasi saat kendaraan sedang padat-padatnya, belum lagi pusat pembuangan sampah di antang mencapai ambang batas dan tidak ada alternatif lain.
Masalah-masalah mendasar yang tidak lekas selesai seperti kekerasan kelompok, perang kelompok, tingkat kriminalitas kita yang masih sangat tinggi. Hingga akhirnya tidak ada ruang terbuka hijau seperti taman kota yang representatif.
Prasyarat kota dunia mesti memiliki ruang terbuka hijau sebanyak tiga puluh persen. Sedangkan kota Makassar tidak memiliki itu.
Sebab, banyaknya berjejer ruko-ruko bahkan tidak sedikit yang menggunakan bahu jalan sebagai tempat untuk berjualan.
Dan akhirnya kota ini perlahan menjelma menjadi kota yang sangat kapiltalistik. Artinya, Pemerintah tidak memperhatikan fenomena ini padahal ini semua adalah tanggung jawab mereka.
Hal itu terbukti dengan makin menyusutnya taman kota seperti taman Maccini Sombala hingga taman Macan, reklamasi dan pembangunan CPI makin memperparah kondisi alam dan sekeliling pantai Losari yang selama ini menjadi icon dan kebanggaan kota ini.
Dapat dikatakan tidak adanya perhatian, perawatan dan perbaikan taman-taman kota yang sudah ada.
Padahal ruang ini penting sebagai tempat belajar dan ruang ekspresi.
Fenomena corat coret di bawah kolong tol jalan Andi Pangerang Pettarani inilah contohnya, selain sebagai simbol kritik dan perlawanan.
Fenomena ini semata-mata tanda bahwa anak muda kota ini membutuhkan ruang ekspresi yang representatif dan tidak terkesan eksklusif.
Ruang ekspresi yang tidak hanya dinikmati oleh sekelompok orang melainkan semua anak muda punya akses yang sama. Ruang ekspresi ini mesti dirasakan oleh semua orang secara adil dan setara.
Sehingga dibutuhkan perhatian lebih oleh semua elemen termasuk Pemerintah dalam penciptaan ruang ekspresi ini.
Bisa saja karena tidak adanya ruang ekspresi yang representatif ini sehingga menjadi salah satu akar masalah anak muda kota ini sering melakukan tindak krimininal seperti tawuran, kekerasan hingga perang antar kelompok.
Tidak adanya ruang ekspresi seperti taman kota yang representatif ini juga menjadi tanda bahwa sebagian anak muda kota ini memilih menyalurkan kegelisahan dan kemuakan mereka melalui panggung bebas seperti penggunaan fasilitas publik dan ruang publik ini.
Salah satunya fenomena gambar dan corat coret kolong tol di jalan Andi Pangerang Pettarani.
| Abu Kamara Cedera Usai Terperosok ke Drainase Stadion BJ Habibie |
|
|---|
| Cinta yang Nyata untuk Puspa Pesona Indonesia |
|
|---|
| Poltekpar Makassar Tiga Kali Berturut Pertahankan Predikat Informatif dari Kemenpar RI |
|
|---|
| Damkar Makassar Selamatkan Bocah 1 Tahun Terjebak 3 Jam Dalam Mobil |
|
|---|
| Pilrek Unhas Hari Ini, 93 Anggota Senat Tentukan 3 Nama Calon Rektor |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.