Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Dari Merdeka ke Peradaban Dunia: Santri Sebagai Benteng Moral Bangsa

Pesantren sejak awal bukan sekadar lembaga pendidikan agama, tetapi laboratorium peradaban.

Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
OPINI TRIBUN- Noercholis Rafid A, Dosen STAIN Majene, Sulbar. Menurutnya, Hari Santri bukan hanya momentum mengenang perjuangan masa lalu, tetapi panggilan untuk meneguhkan kembali peran santri sebagai benteng moral bangsa. 

Di tengah gelombang ini, pesantren dituntut untuk terus bertransformasi tanpa kehilangan jati dirinya.

Inovasi pendidikan, digitalisasi kurikulum, dan perluasan bidang keilmuan menjadi keniscayaan.

Santri masa kini harus menguasai ilmu agama dan sains sekaligus agar dapat memimpin perubahan dengan landasan moral yang kokoh.

Pesantren yang dahulu dikenal dengan kemandirian dan kesederhanaan kini berkembang menjadi pusat pemberdayaan ekonomi umat, menggerakkan koperasi, agrobisnis, dan wirausaha sosial.

Dari sini lahir santri yang bukan hanya saleh pribadi, tetapi juga saleh sosial.

Transformasi nilai-nilai pesantren di era modern tampak dalam kiprah Lukman Hakim Saifuddin, alumni Pondok Modern Darussalam Gontor, yang menggagas pentingnya Moderasi Beragama sebagai strategi kebangsaan dan kemanusiaan.

Gagasan tersebut menunjukkan bagaimana santri memiliki peran nyata dalam merawat kedamaian, memperkuat persatuan, dan membangun ukhuwah wathaniyah di tengah kemajemukan Indonesia.

Moderasi beragama menjadi ruang dialog yang mempersatukan sebuah cara pandang khas santri yang menolak ekstremisme, menumbuhkan toleransi, dan menegaskan keseimbangan antara iman dan kemanusiaan.

Sejalan dengan itu, Prof Nazaruddin, alumni Pondok As’adiyah Sengkang, menawarkan konsep Kurikulum Berbasis Cinta yang menekankan kasih sayang sebagai inti pendidikan Islam.

Gagasannya memperlihatkan bahwa cinta adalah energi peradaban: dari cinta lahir empati, dari empati tumbuh toleransi, dan dari toleransi tercipta perdamaian.

Pendidikan berbasis cinta membentuk manusia yang lembut hati, kuat prinsip, serta mampu menjadi perekat sosial di tengah keberagaman bangsa.

Kedua gagasan ini memperlihatkan arah baru bagi pesantren Indonesia: dari ruang lokal menuju cakrawala global.

Santri bukan lagi generasi pasif yang hanya menghafal teks, tetapi aktor perubahan yang menafsirkan teks dalam konteks zaman.

Dengan moderasi dan cinta, pesantren menghadirkan wajah Islam yang damai, terbuka, dan berkeadaban nilai yang sangat dibutuhkan dunia di tengah meningkatnya konflik sosial dan degradasi moral.

Di berbagai forum internasional, banyak santri Indonesia tampil sebagai duta perdamaian.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved