Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

To MakkadangngE Ri Labu’ Tikka, Gelar Adat Menteri Agama RI Untuk Kepemimpinan Dunia

Gelar To MakkadangngE ri Labu’ Tikka yang diterima Menteri Agama RI Andi Nasaruddin Umar ini secara harfiah berarti Berpegang ke Kiblat.

dok Abbas Langaji/Tribun Timur
PENULIS OPINI - Abbas Langaji Penulis Opini "To MakkadangngE Ri Labu’ Tikka, Gelar Adat Menteri Agama RI Untuk Kepemimpinan Dunia'. Penulis merupakan Rektor UIN Palopo mengirmkan fotonya ke tribun-timur.com untuk melengkapi tulisannya di tribun timur. 

Ada kalimat tegas dan patriotik disampaikan Menteri Agama kepada YM Datu Luwu dalam sambutannya setelah menerima gelar adat tersebut. Siri’ ta, siri’ ku to (rasa malu Yang Mulia, rasa malu kami juga).

Sebuah kalimat yang menjadi angin segar bagi penegakkan kebenaran di negeri ini. 

Sebuah ikrar dari seorang anregurutta untuk menjaga amanah dari Kedatuan Luwu dari gelar adat yang diterimanya.

Ia seperti mengatakan jangan pernah khianat terhadap universalitas Islam soal kemanusiaan; jangan korupsi, jangan sombong dan jangan eksklusif.

Menteri Agama yang tiba di Istana Kedatuan sekira pukul 09.49 Wita pagi itu disambut secara adat,

mulai dari ripaduppa lellu diwata’ riolo, melewati terowongan besi ri pasessu ri manrawe, hingga

prosesi ripatudung umpasikati di pintu masuk istana.

Ia juga melalui pemasangan pakaian adat lengkap (ri pappasangi lingkajo sakko), termasuk menerima pemberian berupa pin Kedatuan dan keris Luwu. 

Sepak terjang Menteri Agama RI Andi Nasaruddin Umar sejauh ini oleh Kedatuan Luwu dinilai telah menjaga dan mengamalkan kearifan lokal melalui sikap siri’ yang berarti harga diri yang harus dijaga oleh semua orang, lempu’ bermakna lurus atau jujur dalam kehidupan sehari-hari, dan getteng yang menggambarkan sikap tegas, konsisten, tidak mudah goyah oleh berbagai tekanan termasuk godaan.

Keterbukaan Menteri Agama juga tampak ketika menjelaskan hubungan asal daerahnya dari Kerajaan Bone dengan Kerajaan Luwu yang menegaskan keduanya bersaudara dan satu ikatan.

Ketegasan sikap juga ditampilkannya ketika menerangkan bahwa dalam konteks berbangsa dan bernegara, nilai budaya dapat saling menguatkan dengan agama.

Ada hal menarik lainnya yang dikemukakan Menteri Agama, bahwa penganugerahan gelar adat ini dapat diibaratkan lampu kendaraan yang menjadi pengingat atau penanda dalam berbagai situasi kehidupan, seperti lampu stop yang berfungsi agar tidak ditabrak dari belakang, lampu malam untuk

menghindari jurang yang menjadi penerang dalam bekerja, dan lampu sein atau weser yang menjadi semacam pemandu ke mana arah yang tepat dalam mengemban sebuah amanah.

Pihak Kedatuan Luwu sendiri dalam perkembangannya cukup selektif dalam memberikan gelar adat.

Ia menjadi pengakuan atas dedikasi sejumlah tokoh nasional dengan kontribusi besar terhadap kemajuan kerukunan, kebudayaan hingga kebangsaan.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved