Opini
Jangan Mati, Kecuali Setelah Menulis Buku
Mengapa Santri dan dosen perlu Menulis karya Buku? Jawabannya, sederhana saja, ikut serta menjaga dan mewariskan budaya para ulama
Gerakan Santri Menulis terus menyebarkan virus ke berbagai pondok pesantren dan kampus-kampus di Sulawesi Selatan maupun di Indonesia.
Penulis bertindak sebagai Mentor Utamanya dengan asa jika para santri dan dosen menulis buku, maka bisa jadi terapi kurangnya akses buku-buku bermutu di Indonesia. Sekadar catatan Indonesia kekurangan buku sekira 792.887.004 buku.
Merubah Mindset tentang Buku
Sekali lagi, membaca dan menulis adalah kebutuhan pokok manusia. Membaca dan menulis tak sekadar kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan primer dan wajib dipenuhi bagi setiap manusia.
Dengan mengutip teori kebutuhan Abrahan Maslow, menempatkan membaca sebagai kebutuhan aktualisasi diri, maka benarlah jika membaca menjadi kebutuhan primer bagi setiap manusia.
Sementara teori Cultural Studi menempatkan membaca dan menulis adalah proses kebudayaan.
Sebagai proses kebudayaan, membaca dan menulis bagian dari pembiasaan. Ujungnya melahirkan budaya membaca dan menulis.
Karena itu, penulis menegaskan kalau membaca dan menulis adalah ekosistem literasi yang wajib dibangun dari setiap keluarga, pondok pesantren, sekolah dan kampus.
Dalam keluarga, misalnya ibu dan ayah adalah motor dan lokomotif figur sentral pehobi membaca dan menulis, wajib jadi contoh bagi anak-anak.
Kita butuh ibu, dosen dan santri yang hobi membaca juga hobi menulis. Karena hanya dengan dosen dan santri suka membaca dan menulis, akan melahirkan ekosistem keluarga, pondok pesantren dan kampus yang cinta membaca buku.
Bagaimana caranya? Dalam setiap rumah tangga, kampus dan pondok pesantren, selain dibutuhkan perlunya jam-jam tertentu membaca buku dan menulis, juga diperlukan “Gerakan One Book, One Santri, One Book One Lecturer”.
Jadi, menulis bagi santri dan dosen dibutuhkan waktu minimal setiap hari 35 menit setiap hari dengan menghasilkan dua halaman tulisan.
Dalam sebulan, seseorang yang rutin menulis dua halaman, akan menghasilkan 60 halaman. Berarti untuk menulis satu judul buku baru dibutuhkan waktu tiga bulan dengan jumlah 180 halaman tulisan.
Asal saja, dibutuhkan dua hal, pertama tekad yang kuat dan kedua komitmen yang tegas. Hanya dengan tekad yang kuat, bisa menjadi pemicu sekaligus penguat membaca dan menulis. Selain dibutuhkan komitmen.
Sebab hanya dengan komitmen yang kuat, seseorang bisa menjaga dan merawat konsistensi untuk melahirkan sebuah karya buku.
Akhirnya, penulis kembali menegaskan pernyataan Prof.Dr.K.H. Ali Mustafa Yaqub,” Wala tamutunna illa wa antum Katibun, Jangan mati, Kecuali Santri dan Dosen Darud Dakwah- wal_irsyad melahikran karya Buku”.
Selamat Hari Aksara Internasional, Selamat menjalankan perkuliahan di Institut Agama Islam DDI Mangkoso dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI DDI) Kabupaten Maros.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.