Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Jangan Mati, Kecuali Setelah Menulis Buku

Mengapa Santri dan dosen perlu Menulis karya Buku? Jawabannya, sederhana saja, ikut serta menjaga dan mewariskan budaya para ulama

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Bachtiar Adnan Kusuma Tokoh Literasi Penerima Penghargaan Tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional 

Misalnya saja, Prof. K.H. Ali Yafei, ketua Majelis Ulama Indonesia pada 2000-2010, tegas menyatakan membacalah, karena syariat pertama bukan shalat, tapi membaca Iqra.

Di akherat, kata Prof. K.H. Ali Yafei, perintah juga membaca “Iqra Kitabaka” bacalah, apa saja, asal jangan ambil semua. Buku karya Prof. K.H. Ali Yafei yaitu “Menggagas Fiqhi Sosial” dan “Teologi Sosial”.

Lain hal dengan Prof. Dr. K.H. Buya Hamka, selain dikenal ulama, seniman, sastrawan, ia juga menulis lebih dari 100 judul buku.

Kendatipun Buya Hamka telah wafat pada 14 Juni 1981, namun hingga hari ini masih saja tetap hidup dengan karya-karyanya tersebar di berbagai toko buku di Indonesia.

Buku “Tasauf  Moderen” yang ditulis Buya Hamka pada 1937, tebalnya 397 halaman dan 13 bab, namun sampai saat ini dicetak berulang-ulang.

Buya Hamka juga menulis Novel “Tenggelamnnya Kapal Van der Wijck”, “Di Bawah Lindungan Kabah”, “Tafsir Al-Ashar” yang ditulis saat Buya Hamka di penjara, setebal 9.000 halaman dan 9 jilid.

Para ulama  di Sulawesi Selatan ikut serta memperkaya literasi Indonesia, di antaranya K.H.Muhammad As’ad al-Bugisi, K.H. Abdurahman Ambo Dalle, K.H. Muhammad Abduh Pabbajah, Prof.Dr H.M. Rafii Yunus Maratan.

Prof.Dr.K.H. Nasaruddin Umar, M.A., K.H. Sanusi Baco, K.H. Muhammad Yusuf Surur, Prof.Dr.K.H. Muhammad Faried Wadjedy, M.A., Dr.K.H. Amirullah Amri, M.A. Dr.K.H.Masrur Makmur Latanro, M.Pd.I., Dr.K.H.Muh.Djumatang Rate, dan ulama lainnya.

Mengapa Santri dan dosen perlu didorong terus menerus menulis buku? Selain Indonesia belum bisa berbicara banyak untuk urusan minat baca, apalagi karya buku. 

Di sisi lain, jumlah buku yang terbit belum sejurus dengan jumlah penduduk kita yang berada dikisaran 270,27 juta jiwa.

Nah, berapa jumlah buku yang beredar di Indonesia? Jumlahnya hanya berada pada posisi sekitar 22.318.000 eksemplar buku jika saja dibandingkan antara jumlah buku yang terbit dengan jumlah penduduk Indonesia tidak sejurus hanya berada diangka 0.09.

Dan angkat ini sangat kecil sekaligus menunjukkan kalau satu buku baru dibaca 90 orang.

Dari analisa ini tentu kita tidak bisa menyalahkan masyarakat Indonesia, apalagi menyebut mereka masyarakat yang malas membaca dan minus berbudaya menulis.

Boleh jadi, masyarakat mau membaca buku, namun buku-buku apa yang mau dibaca kalau buku-bukunya terbatas, apalagi tidak terjangkau.  

Salah satu cara mengatasi kurangnya buku-buku bermutu, maka penulis menggerakkan Literasi Santri yang starting pointnya bermula dari Kabupaten Maros atas kerjasama dengan Fatayat NU Maros.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Angngapami?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved