Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

TNI

Selain UU Polri, Syamsul Jahidin Juga Gugat Aturan Prajurit TNI Duduki Jabatan Sipil Tanpa Mundur

keberadaan militer dalam jabatan sipil dinilai berisiko menciptakan konflik kepentingan karena mereka masih terikat pada sistem komando

Editor: Muh Hasim Arfah
Dok MK
GUGAT UU TNI-Advokat dari Nusa Tenggara Timur, Syamsul Jahidin saat sidang gugatan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK), beberapa waktu lalu. Mereka juga menilai keberadaan prajurit aktif di jabatan sipil mempersempit kesempatan kerja bagi masyarakat umum, memperburuk angka pengangguran, dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer. 

Ringkasan Berita:
  • Syamsul Jahidin menyatakan keberadaan prajurit aktif di jabatan sipil mempersempit kesempatan kerja bagi masyarakat umum, memperburuk angka pengangguran, dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer
  • Keberadaan militer dalam jabatan sipil dinilai berisiko menciptakan konflik kepentingan karena mereka masih terikat pada sistem komando, yang tidak sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas birokrasi sipil

TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA – Dua advokat, Syamsul Jahidin dan Ratih Mutiara Louk Fanggi, menggugat Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka menilai aturan tersebut membuka peluang bagi prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa perlu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas militer.

Gugatan yang teregister dengan Nomor Perkara 209/PUU-XXIII/2025 itu disampaikan langsung dalam sidang pendahuluan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

Menurut Syamsul, ketentuan tersebut tidak membedakan secara tegas antara lembaga pertahanan dan lembaga sipil. 

Akibatnya, kata dia, muncul ketidakpastian hukum dan potensi tumpang tindih kewenangan antara militer dan birokrasi sipil.

Para pemohon berpendapat, pasal tersebut menyalahi prinsip kesetaraan di hadapan hukum dan supremasi sipil sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Mereka juga menilai keberadaan prajurit aktif di jabatan sipil mempersempit kesempatan kerja bagi masyarakat umum, memperburuk angka pengangguran, dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer.

Selain itu, keberadaan militer dalam jabatan sipil dinilai berisiko menciptakan konflik kepentingan karena mereka masih terikat pada sistem komando, yang tidak sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas birokrasi sipil.

Baca juga: Syamsul Jahidin Gugat Anggota Polri Jabat di Sipil, Akibatnya 4.351 Polisi Mundur atau Pensiun Dini

Dalam petitumnya, Syamsul dan Ratih meminta MK menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU TNI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional), kecuali dimaknai hanya berlaku untuk lembaga yang berkaitan langsung dengan pertahanan dan keamanan negara.

Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, didampingi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani. Majelis meminta para pemohon menjelaskan lebih rinci bentuk kerugian konstitusional yang dialami, serta memastikan permohonan tersebut tidak melanggar asas ne bis idem, mengingat pasal serupa pernah diuji sebelumnya di MK.

Hakim Ridwan menegaskan, “Saudara perlu menguraikan lebih banyak agar terlihat perbedaan alasan hukum dari permohonan sebelumnya.”

Majelis memberi waktu 14 hari bagi para pemohon untuk memperbaiki permohonan, dan dokumen revisi paling lambat diterima MK pada 20 November 2025 pukul 12.00 WIB.

Lalu siapa Syamsul Jahidin

Nama Syamsul Jahidin mencuat setelah menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pria 31 tahun asal Mataram, Nusa Tenggara Barat ini menilai anggota Polri aktif tidak seharusnya menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri dari dinas kepolisian.

Syamsul lahir pada 27 Mei 1992 di Pangesangan, Mataram.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved