Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Heboh dengan Purbaya, Kini Dedi Mulyadi Tak Bisa Bantah Peneliti BRIN Soal Sumber Air Aqua

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat melakukan sidak ke pabrik Aqua di Kabupaten Subang. 

Kompas.com
DEDI MULYADI - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kini sibuk berurusan denganm raksasa air kemasan Aqua. Semua bermula dari sidaknya ke pabrik Aqua di Subang dan menjadi viral. Peneliti BRIN angkat bicara dan ikut memberi penjelasan yang tidak bisa dibantah Dedi Mulyadi. 

TRIBUN-TIMUR. COM - Berita tentang Dedi Mulyadi berhadapan dengan Purbaya perihal uang daerah mengendap triliunan di bank sudah mereda. 

Dedi Mulyadi yang awalnya menentang Purbaya soal data Pemda Jawa Barat mengendapkan uang Rp4,1 triliun, kini sudah makin terang. 

Dedi Mulyadi akhirnya menerima penjelasan dari Bank Indonesia. 

Sebelumnya Dedi Mulyadi ngotot tidak ada dana yang mengendap setelah mengecek ke Bank Jabar sementara data tersebut kata

Purbaya, uang triliunan mengendap di bank sentral bukan Bank Jabar. 

Sekarang Dedi Mulyadi Gubernur Jawa Barat kembali viral usai aksinya sidak ke pabrik Aqua di Subang. 

Kunjungan Dedi Mulyadi ini kemudian viral hingga netizen berkesimpulan kalau selama ini Aqua bukan mengambil air dari pegunungan tapi dari air bor. 

Setelah heboh dugaan sumber air Aqua dari sumur bor hingga direspon BRIN dan Kementerian ESDM, Dedi Mulyadi mendatangi Aqua lagi.

Respon Kementerian ESDM dan BRIN

Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menanggapi dugaan air mineral Aqua menggunakan sumber air dari sumur bor. 

Dugaan ini muncul dari video unggahan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat melakukan sidak ke pabrik Aqua di Kabupaten Subang. 

Dalam kunjungannya, Dedi mempertanyakan sumber air yang dimanfaatkan pabrik.

Hasilnya cukup mengejutkan.

Pihak pabrik menjelaskan bahwa air yang digunakan tidak berasal langsung dari mata air pegunungan, melainkan dari lapisan bawah tanah (akuifer) yang diambil melalui sumur bor sedalam 60 hingga 140 meter. 

Temuan itu pun memicu beragam reaksi dari warganet hingga menjadi viral di media sosial.

Terkait hal tersebut, BRIN menegaskan bahwa sebenarnya sumber air di alam terbagi menjadi tiga kategori, yakni air hujan, air permukaan, dan air tanah.

Peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Rachmat Fajar Lubis, menjelaskan, air tanah merupakan sumber utama bagi banyak perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK).

Air tanah sendiri dibagi menjadi dua karakter.

Pertama, air tanah bebas berada dekat permukaan dan sering dikenal sebagai air tanah dangkal. Air tanah ini memiliki tekanan sama dengan udara di sekitar.

Air dari sumber tersebut biasa dimanfaatkan masyarakat untuk sumur rumah tangga, terlebih pengambilannya mudah dan tidak terlalu dalam.

Sementara air tanah bebas, yang sering disebut akuifer dalam, memiliki tekanan lebih tinggi dari permukaan tanah dan dilindungi oleh lapisan kedap air di atasnya.

Jenis air ini tidak mudah terpengaruh oleh musim maupun aktivitas di permukaan..

Namun, karena letaknya yang dalam dan terlindung, pengambilan air tanah tertekan harus melalui izin resmi dan dikenakan pajak air tanah, tidak bisa dilakukan sembarangan.

Peneliti BRIN menjelaskan, sebenarnya semua perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) menggunakan metode bor untuk mengambil air dari lapisan akuifer yang sama.

Namun, cara pengambilannya saja yang berbeda.

Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian ESDM tengah melakukan evaluasi izin penggunaan air tanah yang dilakukan sejumlah produsen AMDK, termasuk AQUA.

“Jadi nanti berdasarkan evaluasi, kalau perusahaan sudah memenuhi persyaratan, mereka bisa tetap melaksanakan kegiatan (pengambilan air),” ujar Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung di Jakarta, Jumat (25/10/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Namun, Yuliot menegaskan, bila ditemukan pelanggaran administratif atau teknis di lapangan, ESDM akan meminta perbaikan bahkan menghentikan kegiatan bila perlu.

“Tetapi kalau itu memang harus dihentikan, itu harus dihentikan. Sesuai dengan kondisi air tanah yang ada,” tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa izin pengambilan air tanah diberikan setelah evaluasi teknis terhadap kondisi lingkungan dan merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah dan Persetujuan Air Tanah.

“Jadi, untuk proses perizinannya sudah didetailkan di dalam permen dan implementasinya di Badan Geologi,” kata Yuliot.

Lebih lanjut, Yuliot mengungkap bahwa AQUA bukan satu-satunya perusahaan yang memanfaatkan air tanah.

Hingga 17 Oktober 2025, ESDM telah menerbitkan sekitar 4.700 izin pengusahaan air tanah di seluruh Indonesia, mencakup berbagai perusahaan, termasuk sektor air minum.

“Bukan satu perusahaan, itu 4.700-an yang sudah kami terbitkan perizinannya,” tutupnya.

Dedi Mulyadi kembali bertemu pihak Aqua

Pertemuan antara Dedi Mulyadi dan perwakilan Aqua di Gedung Pakuan, Bandung, Senin (27/10/2025), menjadi sorotan publik setelah videonya diunggah ke media sosial.

Dalam kesempatan itu, Dedi, yang akrab disapa KDM, mengajukan berbagai pertanyaan tajam terkait sumber air yang digunakan perusahaan air minum tersebut.

“Orang bertanya nih hari ini, pertama mana yang lebih berkualitas? Air mata air, air kedalaman 30 meter, air kedalaman 100 meter?” tanya KDM.

Menanggapi hal itu, pihak Aqua menjelaskan bahwa seluruh jenis air memiliki kualitas yang sama selama memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan pemerintah.

“Tapi yang punya kedalaman 30 meter dan 100 meter itu lebih aman dari kerentanan, kontaminasi pencemaran itu,” ujar perwakilan Aqua.

KDM kemudian menegaskan kembali, “Artinya bahwa air yang di bawah tanah yang dibor itu jauh lebih terjamin higienitasnya dibanding yang di permukaan.”

Mendengar penjelasan tersebut, KDM menilai ada ketidaksesuaian antara praktik di lapangan dan pesan dalam iklan Aqua yang sering menggambarkan air mengalir dari pegunungan.

“Kalau begitu, jangan iklannya tidak boleh air yang terjun karena itu berpotensi tercemar yang terjun itu. Kan saya harus membaca pikiran konsumen walaupun saya bukan marketing Bapak,” ucapnya dengan nada kritis.

Selain menyoal visualisasi iklan, KDM juga menyinggung dampak pengeboran Aqua di kawasan Subang terhadap potensi bencana alam seperti longsor dan gempa bumi.

Menurut penjelasan pihak Aqua, kajian dari Badan Geologi menyebutkan aktivitas eksploitasi air tidak memiliki korelasi dengan pergeseran tanah di wilayah tersebut.

“Dengan adanya eksploitasi kita saat ini memang sudah ada kajian dari Badan Geologi seperti waktu terjadi longsor itu kan ada press release dari penyebab dari longsor itu sendiri jadi memang tidak ada korelasi,” jelas perwakilan Aqua.

KDM juga menanyakan pengaruh pengambilan air oleh perusahaan terhadap pasokan air untuk masyarakat dan pertanian sekitar.

Aqua menyebut bahwa mereka telah melakukan kajian bersama Universitas Padjadjaran (Unpad) terkait neraca air untuk memastikan keseimbangan antara hujan, resapan, dan aliran sungai.

“Jadi neraca air itu berapa sih air hujan yang jatuh? Berapa air hujan yang meresap dan berapa air hujan yang akhirnya mengalir ke sungai?

Dengan kajian itu sendiri, itu kita juga melihat adakah korelasi antara air yang kita punya ini, sumber air yang kita punya dengan mata air-mata air yang ada di banyak di luar dari pabrik itu sendiri,” terang pihak Aqua.

Ketika KDM meminta penegasan apakah aktivitas tersebut mengganggu suplai air warga, Aqua menyatakan kondisi air masih dalam batas aman.

“Kalau sampai saat ini dari data yang terakhir kita punya itu, tidak ada pengaruhnya karena masih surplus,” tuturnya.

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved