Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Menkeu Purbaya

DPR RI Fraksi PDIP Turun Tangan saat Menkeu Purbaya dan Dedi Mulyadi Terus-terusan Bersiteru

Polemik berawal dari pernyataan Menkeu Purbaya, menyebut uang milik Pemda menganggur di bank sejumlah Rp234 triliun. 

Editor: Ansar
Tribunnews.com
MENKEU PURBAYA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka (tengah) dan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi (kanan). Rieke menjadi penengah perseteruan Dedi Mulyadi dan Purbaya. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Perseteruan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyita perhatian Rieke Diah Pitaloka.

Purbaya dan Dedi Mulyadi bersitegang gegara data dana pemerintah daerah (pemda) mengendap di bank.

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka pun bereaksi.

Polemik berawal dari pernyataan Menkeu Purbaya, menyebut uang milik Pemda menganggur di bank sejumlah Rp234 triliun. 

Dari jumlah tersebut, ada 15 daerah paling banyak menyimpan dana di bank, termasuk Provinsi Jawa Barat senilai Rp 4,1 triliun. 

Purbaya menyebut hal ini menjadi wujud pemda tidak cakap dalam menyerap anggaran.

"Serapan rendah mengakibatkan menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada tapi soal kecepatan eksekusi," katanya dalam rapat bersama kepala daerah secara daring di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025), dikutip dari Kompas.com.

Data ini langsung dibantah Dedi Mulyadi

Dedi Mulyadi, bahkan menantang Purbaya untuk membuktikan tudingan dana APBD Jabar senilai Rp 4,17 triliun mengendap di bank dalam bentuk deposito.

“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dalam keterangan tertulis, Senin (20/10/2025).

Tudingan itu, kata Dedi, tidak berdasar karena tidak semua daerah mengalami kesulitan fiskal atau sengaja memarkir anggaran di perbankan.

Bahkan, sebagian besar pemerintah daerah justru mempercepat realisasi belanja publik agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.

“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi yang jumlahnya sangat banyak ini, pasti ada yang bisa melakukan pengelolaan keuangan dengan baik, bisa membelanjakan kepentingan masyarakatnya dengan baik, bisa jadi juga ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan keuangan daerahnya dengan baik,” ujarnya.

Meski begitu, Dedi tidak menutup kemungkinan ada daerah yang memang menempatkan dananya dalam bentuk deposito. Karena itu, ia mendesak pemerintah pusat membuka data secara terbuka untuk menghindari opini negatif terhadap daerah lain.

“Tentunya ini adalah sebuah problem yang harus diungkap secara terbuka dan diumumkan kepada publik sehingga tidak membangun opini bahwa seolah-olah daerah ini tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pengelolaan keuangan,” katanya.

Dedi menegaskan, tudingan ini dapat merugikan daerah yang telah bekerja maksimal dalam pengelolaan fiskal.

Ia pun meminta Purbaya bersikap adil dan transparan dengan membuka daftar daerah yang benar-benar menaruh uang APBD dalam deposito.

“Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik, bahkan yang menyimpannya dalam bentuk deposito,” kata Dedi.

“Hal ini sangat penting untuk menghormati daerah-daerah yang bekerja dengan baik,” tambahnya.

Menkeu Purbaya menegaskan, data yang ia sampaikan mengenai dana APBD yang mengendap bersumber langsung dari Bank Indonesia (BI), dan bukan merupakan hasil perhitungan internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ia bahkan menduga Gubernur Dedi menerima informasi yang tidak tepat dari stafnya.

“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia, loh. Karena itu laporan dari perbankan."

"Data pemerintah, sekian, sekian, sekian,” ujar Purbaya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa (21/10/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Purbaya juga membantah anggapan yang menyebut dirinya secara spesifik menyinggung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.

Ia menjelaskan, data mengenai dana APBD yang mengendap di bank sebelumnya telah disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (20/10/2025).

Lebih lanjut, Purbaya menilai pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi seperti sedang berdebat dengan dirinya sendiri. Hal ini karena semua data yang ia gunakan berasal dari sistem pelaporan perbankan di BI.

“Dia hanya tahu Jabar saja, kan. Saya enggak pernah sebut data Jabar. Kalau mau periksa, ya periksa saja sendiri di sistem monitoring BI. Itu laporan dari perbankan yang masuk secara rutin,” ujar Purbaya.

Dedi Mulyadi bahkan sampai mendatangi kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Bank Indonesia (BI), Rabu (22/10/2025). 

Di Kantor Kemendagri, mantan Bupati Purwakarta itu datang bersama sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, untuk audiensi dengan Mendagri Tito Karnavian.

Dedi sempat memeriksa dan mencocokkan data dari Pemprov Jabar dengan milik Kemendagri.

Hasilnya, dana Pemprov Jabar yang tersimpan di bank nilanya sekitara Rp 2,6 triliun, bukan Rp 4,1 triliun.

“Data dari Kemendagri dan data dari Pemprov sama. Bahwa terhitung pada tanggal 17 itu ya angkanya sekitar Rp 2,6 triliun,” ujar Dedi, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Ia menjelaskan, data yang dimiliki Kemendagri berasal dari laporan keuangan yang disampaikan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah.

Dedi menegaskan, dana Rp 2,6 triliun ini bukan uang mengendap, melainkan uang kas Pemprov Jabar yang memang harus disimpan di bank.

“Angkanya sekitar Rp 2,6 triliun dan itu bukan uang mengendap, itu adalah uang kas Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang disimpan di Bank Jabar. Kan kas tidak bisa disimpan di brankas,” jelasnya.

Dedi menjelaskan, kas daerah memang akan fluktuatif, mengikuti belanja yang dilakukan pemerintah daerah (Pemda).

“Angka di APBD ini kan fluktuatif. Misalnya gini, di bulan September misalnya angka Rp 3,8 triliun. Nah nanti bulan Oktober kan dibayarkan lagi untuk gaji pegawai."

"Kemudian bayar kegiatan-kegiatan pemerintah, bayar kontrak-kontrak kerja,” kata Dedi.

Kas daerah juga tidak bisa ditarik atau digunakan langsung hingga habis.

Dana yang dibelanjakan secara bertahap ini perlu disimpan di bank.

Ia juga membantah Pemprov Jabar menyimpan uang dalam bentuk deposito.

“Di Provinsi Jawa Barat per hari ini seluruh uangnya tidak ada yang tersimpan di deposito. Tersimpannya anggaran Provinsi ya, di luar BLUD. Itu tersimpannya dalam bentuk giro,” imbuhnya.

Bantahan Dedi Mulyadi itu justru akan membuat Pemprov Jabar diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Menkeu Purbaya menyebut cara menyimpan dana dalam bentuk giro malah lebih rugi karena bunga yang rendah.

"Ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposito, tapi di giro. [Itu] malah lebih rugi lagi, bunganya lebih rendah kan. Kenapa di giro kalau gitu, pasti nanti akan diperiksa BPK itu," kata Purbaya ketika ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).

Terkait dengan banyaknya kepala daerah membantah adanya dana mengendap di bank, Purbaya tak mau ambil pusing dan enggan mengurusnya.

"Enggak, bukan urusan saya itu, biar saja BI (Bank Indonesia) yang kumpulin data. Saya cuma pake data bank sentral aja," ujar Purbaya.

Rieke Diah Pitaloka Bereaksi

Melalui unggahan Instagram, Rieke Diah Pitaloka menyebut dirinya hanya menonton perdebatan tersebut. 

“Beberapa hari ini terjadi perdebatan Kang Purbaya sama Kang Dedi, dan Nyi Iroh (Rieke) jadi penonton,” ujarnya.

Dia pun meminta agar kedua belah pihak bisa duduk bersama untuk mencari solusi. 

“Yang akur-akur saja, bisa diobrolin supaya ada solusi gitu,” lanjutnya.

Dalam unggahannya tersebut, Rieke juga sempat menyinggung persoalan utang BUMN ke Bank BJB.

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved