Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

1 Muktamar 2 Ketua Umum Terpilih

PPP melalui pimpinan sidang Muktamar X, Amir Uskara, menetapkan Muhammad Mardiono sebagai ketua umum secara aklamasi.

Editor: Sudirman
Ist
MUKTAMAR PPP - Suparmanto dan Mardiono saling klaim terpilih memimpin PPP saat Muktamar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, sejak 27-29 September 2025. PPP melalui pimpinan sidang Muktamar X, Amir Uskara, menetapkan Muhammad Mardiono sebagai ketua umum secara aklamasi. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menghasilkan dua ketua umum terpilih, yakni Suparmanto dan Mardiono.

Muktamar partai berlambang Kakbah ini digelar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, sejak 27-29 September 2025.

PPP melalui pimpinan sidang Muktamar X, Amir Uskara, menetapkan Muhammad Mardiono sebagai ketua umum secara aklamasi.

“Saya ingin menyampaikan selamat kepada Pak Mardiono atas terpilihnya secara aklamasi dalam Muktamar ke-10 yang baru saja kami ketuk palunya,” ujar Amir Uskara dalam konferensi pers.

Agus Suparmanto menolak mengakui hasil tersebut.

Lewat pimpinan sidang paripurna Muktamar X, Qoyum Abdul Jabbar, mereka mengumumkan Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum PPP periode 2025-2030.

Baca juga: Alasan Agus Suparmanto Klaim Ketum Sah PPP, Bukan Mardiono

“Dengan ini ditetapkan Bapak Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan masa bakti 2025- 2030,” kata Qoyum dari arena utama Muktamar.

Agus bukan nama baru di politik. Mantan Mendag (2019-2020) itu sebelumnya memang dicalonkan sebagai ketua umum.

Perbedaan hasil aklamasi ini memicu saling klaim dan membuka babak baru polemik internal partai berlambang Ka’bah tersebut.

Aklamasi, dalam tradisi politik, berarti keputusan diambil secara mufakat tanpa voting, karena seluruh peserta menyepakati satu nama.

Namun pada Muktamar kali ini, aklamasi justru melahirkan dua kubu saling klaim.

Pengamat politik sekaligus Peneliti Citra Institut, Efriza, menilai perbedaan tafsir soal aklamasi sah atau tidaknya akan bergantung pada keputusan pemerintah.

“Sebagai proses politik, wajar jika ada dinamika soal kepemimpinan yang sah. Nanti tinggal dilihat SK Kementerian Hukum dan HAM,” kata Efriza dalam siaran persnya, Minggu (28/9/2025).

Ia mengingatkan, daripada larut dalam polemik, sebaiknya PPP menyiapkan transformasi menuju Pemilu 2029.

Pandangan serupa dari Direktur Eksekutif Ethical Politics, Hasyibulloh Mulyawan.

Menurutnya, Muktamar X PPP semestinya menjadi momentum bagi PPP untuk berbenah.

“Dengan terpilihnya Mardiono sebagai Ketua Umum secara aklamasi, ini momentum yang baik agar PPP segera bertransformasi dan kembali ke parlemen pada Pemilu
2029,” ujarnya.

Hasyibulloh menekankan, transformasi bisa dimulai dengan penyusunan kepengurusan berintegritas, amanah, dan fokus membenahi internal partai, sekaligus menyusun strategi taktis untuk meraih suara, terutama dari generasi muda dan pemilih pemula.

Adapun kemenangan Mardiono disahkan oleh pimpinan sidang Amir Uskara yang juga Wakil Ketua Umum PPP, dengan dukungan mayoritas muktamirin pemilik hak
suara.

Kejanggalan Aklamasi Penetapan Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum PPP periode 2025- 2030 dinilai janggal dan tergesa-gesa.

Direktur Indonesia Politik Review (IPR), Iwan Setiawan, menyebut aklamasi Mardiono berlangsung tanpa tahapan sidang yang semestinya.

Bahkan, aklamasi diputuskan saat laporan pertanggungjawaban (LPJ)

Mardiono sebagai Plt Ketua Umum belum disahkan.

“Terlihat sejak awal pembukaan muktamar, Mardiono memang sudah ditolak sebagian besar peserta. Aklamasi ini aneh karena langsung terjadi setelah pembukaan, tanpa melalui sidang sesuai mekanisme,” kata Iwan, Minggu (28/9/2025).

Penetapan Mardiono secara aklamasi diumumkan oleh pimpinan sidang Muktamar X, Amir Uskara. Ia menyebut mayoritas muktamirin menyetujui pencalonan Mardiono.

“Selamat kepada Pak Mardiono atas terpilihnya secara aklamasi dalam Muktamar X yang baru saja kami sahkan,” ujar Amir.

Namun fakta di lapangan berbeda. Sejumlah DPW PPP menolak LPJ Mardiono dalam sidang paripurna.

Di antaranya, DPW Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, Papua, Maluku, dan Banten.

Ketua DPW Banten, Subadri Usuludin, bahkan mengusulkan nama lain sebagai calon ketua umum.

Deklarasi aklamasi Mardiono dibacakan sebelum sidang LPJ rampung pun menimbulkan pertanyaan soal legitimasi dan proseduralitas.

Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy, menyebut aklamasi itu sebagai klaim sepihak.

“Sidang-sidang muktamar masih berlangsung. Klaim aklamasi itu tidak benar dan merupakan upaya memecah belah partai,” tegas Rommy.

Muktamar X PPP sendiri diwarnai ketegangan sejak hari pertama. Bentrok antar kader sempat terjadi saat pembukaan, meski kemudian berhasil diredam hingga forum
bisa melanjutkan proses pemilihan.

Kontroversi penetapan aklamasi ini menambah daftar panjang kisruh internal PPP, sekaligus menimbulkan sorotan publik terhadap soliditas dan tata kelola organisasi
partai berlambang Ka’bah tersebut.

Sembilan Ketum

Sejak berdiri pada 5 Januari 1973, PPP telah dipimpin oleh sembilan ketua umum.

Berikut catatan perjalanan para nakhoda partai berlambang Kakbah:

1. Mohammad Syafaat Mintaredja (1973-1978) 

Menteri Sosial era Orde Baru ini menjadi ketua umum pertama PPP.

Ia menjabat sejak partai berdiri hingga 1978. Mintaredja juga pernah menulis sejumlah buku, di antaranya Pemerintah dan Pembentukan Partai Muslimin Indonesia
(1968).

Ia wafat pada 20 Oktober 1984.

2. Djaelani Naro (1978- 1989)

Dikenal dengan nama John Naro, ia menjabat dua periode. Pernah menjadi Wakil Ketua DPR dan Wakil Ketua DPA pada era Presiden Soeharto.

Naro lahir di Palembang, 3 Januari 1929, dan meninggal pada 28 Oktober 2000.

3. Ismail Hassan Metareum (1989-1998)

Mantan Ketua Umum HMI ini menjabat selama sembilan tahun. Ia juga pernah menjadi Wakil Ketua MPR. Selain berpolitik, Ismail berkarier sebagai dosen hukum di Universitas Trisakti. Ia wafat di Jakarta pada 2 April 2005.

4. Hamzah Haz (1998-2007)

Ketua umum keempat ini juga dikenal luas sebagai Wakil Presiden RI ke-9 (2001–2004). Hamzah Haz menjabat Ketua Umum PPP selama sembilan tahun. Ia wafat pada 24 Juli 2024 di usia 84 tahun.

5 . Suryadharma A l i (2007-2014)

Politikus kelahiran 19 September 1956 ini juga pernah menjabat Menteri Koperasi (2004-2009) dan Menteri Agama (2009- 2014).

Ia tersandung kasus korupsi dana haji dan menjalani hukuman, sebelum akhirnya bebas pada 2022. Suryadharma meninggal pada Juli 2025.

6. Muhammad Romahurmuziy (2016-2019)

Dikenal sebagai Rommy, ia menjabat Ketua Umum PPP periode 2016-2019.

Kariernya sempat terhenti karena kasus korupsi di Kementerian Agama. Rommy divonis dua tahun penjara, sebelum akhirnya bebas pada 29 April 2020.

7. Suharso Monoarfa (2019-2022)

Pengusaha sekaligus politikus asal Gorontalo ini memimpin PPP hingga 2022.

Suharso juga menjabat Menteri PPN/Kepala Bappenas di era Presiden Jokowi.

8. Muhammad Mardiono (2022-2025)

Politikus asal Yogyakarta ini ditunjuk sebagai Plt Ketua Umum menggantikan Suharso pada 2022.

Ia juga pernah menjadi anggota Wantimpres serta utusan khusus Presiden Jokowi untuk bidang pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan.

9. Agus Suparmanto (2025-2030)

Agus, mantan Menteri Perdagangan, resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum PPP dalam Muktamar X.

Ia bertekad membawa PPP kembali ke Senayan pada Pemilu 2029.

 

 

 

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved