Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Bupati dan Pejabat Mamuju Tak Temui Demonstran PPPK Paruh Waktu, Honorer Nyaris Segel Kantor Sutinah

Para honorer dan tenaga kontrak mendatangi kantor bupati untuk meminta penjelasan nasib mereka.

Editor: Ansar
TribunSulbar.com
HONORER SULBAR – Ratusan honorer dan tenaga kontrak (tekon) di Kabupaten Mamuju menggelar unjuk rasa di depan Kantor Bupati Mamuju, Jalan Soekarno Hatta, Kelurahan Karema, Senin (15/9/2025). Mereka menuntut kejelasan nasib setelah tidak diusulkan dalam formasi PPPK paruh waktu tahun 2025. (Suandi/Tribun-Sulbar.com) 

TRIBUN-TIMUR.COM - Ratusan honorer dan tenaga kontrak di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, kecewa setelah unjuk rasa di depan Kantor Bupati Mamuju pada Senin (15/9/2025).

Unjuk rasa berakhir tanpa hasil.

Tidak satu pun pejabat, termasuk bupati maupun sekretaris daerah, menemui mereka.

Mereka unjuk rasa untuk perjuangkan nasibnya.

Para honorer dan tenaga kontrak mendatangi kantor bupati untuk meminta penjelasan nasib mereka.

Mereka tidak diusulkan masuk formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu tahun 2025.

Koordinator aksi, Ahyar mengatakan unsur pimpinan Pemkab Mamuju tak satu pun di tempat.

“Katanya bupati (Sutinah Suhardi) sedang umrah, wakil bupati (Yuki Permana) tiba-tiba ke Makassar, kepala BKD juga di Makassar, sementara pak Sekda (sakit) stroke,” ujar  Ahyar melalui pengeras suara.

Mendengar penjelasan itu, massa sontak kecewa.

Bahkan sempat berteriak hendak menyegel Kantor Bupati Mamuju.

Mereka juga mengaminkan ketika Ahyar menyebut kondisi Sekda yang tengah sakit. 

“Aamiin... Aamiin,” sahut peserta aksi serempak.

Dalam orasinya, massa menuntut kejelasan status kerja setelah tak lagi diakomodir pemerintah daerah. 

Mereka khawatir akan kehilangan pekerjaan jika tidak segera diangkat menjadi PPPK paruh waktu.

“Kami sudah bertahun-tahun mengabdi, ada yang 10 sampai 20 tahun, tapi justru tidak diusulkan. Kalau tidak diangkat PPPK, otomatis kami akan dirumahkan,” kata Ahyar.

Para honorer menilai alasan Pemkab Mamuju yang menyebut keterbatasan anggaran sebagai dalih tak mengusulkan mereka, tidak masuk akal.

Menurut mereka, nama-nama honorer sudah tercatat dalam basis data Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan bahkan telah mengikuti seleksi PPPK tahap sebelumnya.

“Kami bukan tenaga fiktif. Nama kami ada di database BKN, seleksi pun sudah kami ikuti. Tapi kenapa sekarang kami tidak diakomodir? Itu yang ingin kami tanyakan langsung ke bupati,” lanjutnya.

Banyak di antara honorer dan Tekon yang sudah menggantungkan hidup puluhan tahun dari status mereka saat ini.

“Kalau diberhentikan, kami mau makan apa? Anak-anak kami sekolah bagaimana? Kami hanya menuntut kepastian, bukan muluk-muluk,” teriak seorang peserta aksi.

Massa kemudian bergerak menuju Gedung DPRD Mamuju sekitar pukul 11.15 WITA untuk kembali menyuarakan aspirasi mereka.

Para honorer berharap pemerintah daerah segera membuka ruang dialog agar nasib mereka tidak digantung.

“Kalau alasannya anggaran, seharusnya ada solusi. Jangan sampai kami yang sudah lama mengabdi justru jadi korban kebijakan,” ucap Ahyar.

Massa aksi khawatir akan kehilangan pekerjaan jika pemerintah daerah tidak segera mengambil langkah.

“Kami sudah bertahun-tahun mengabdi, ada yang sampai 10 hingga 20 tahun, tapi justru tidak diusulkan. Kalau kami tidak diangkat PPPK paruh waktu, otomatis akan dirumahkan,” kata Koordinator Lapangan aksi, Ahyar, saat berorasi.

Para honorer menilai, alasan Pemkab Mamuju yang menyebut keterbatasan anggaran sebagai dasar tidak mengusulkan mereka, tidak masuk akal. 

Pasalnya, mereka mengaku telah terdata dalam basis data Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan sudah mengikuti proses seleksi PPPK tahap satu dan dua.

“Kami bukan tenaga fiktif, nama kami ada di database BKN. Proses seleksi juga sudah kami ikuti, tapi kenapa sekarang kami tidak diakomodir dalam PPPK paruh waktu? Itu yang ingin kami tanyakan,” lanjut Ahyar.

Kekhawatiran dirumahkan menghantui ratusan honorer dan Tekon di Mamuju

 Selama ini mereka menjadi tulang punggung di berbagai sektor pelayanan publik, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga administrasi pemerintahan.

Sejumlah peserta aksi bahkan mengaku sudah menggantungkan hidup puluhan tahun dari status honorer, dengan gaji yang jauh dari kata layak.

Para honorer mendesak Bupati Mamuju untuk turun langsung memberikan penjelasan terkait keputusan pemerintah daerah. 

Mereka berharap aspirasi ini segera ditindaklanjuti agar ratusan pegawai tidak kehilangan pekerjaan. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunsulbar.com

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved