Kekerasan Seksual
67 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Maros, Mayoritas Pelaku Orang Terdekat
Hingga Oktober 2025, tercatat 67 kasus kekerasan perempuan dan anak di Maros, mayoritas pelaku teman dan keluarga…
Penulis: Nurul Hidayah | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUNMAROS.COM, MAROS – Sebanyak 67 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) hingga Oktober 2025.
Angka ini hanya selisih tujuh kasus dari total laporan sepanjang 2024 mencapai 74 kasus.
Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Maros, Andi Zulkifli Riswan Akbar, menyebut mayoritas pelaku berasal dari lingkungan terdekat korban.
“Teman dekat dan anggota keluarga masih menjadi pelaku dominan dalam berbagai kasus yang ditangani,” ujarnya, Selasa (18/11/2025).
Data DP3A menunjukkan korban tersebar di berbagai kelompok usia.
Rinciannya:
- 12 korban berusia 1–10 tahun
- 39 korban berusia 11–18 tahun
- 8 korban berusia 19–25 tahun
- 3 korban berusia 26–40 tahun
- 5 korban berusia di atas 40 tahun
Jenis kekerasan yang dilaporkan beragam.
Kekerasan seksual tercatat paling banyak dengan 21 kasus.
Selain itu, ada enam laporan kekerasan psikis.
Laporan kekerasan fisik 22.
Lima laporan hak asuh anak.
Sepuluh laporan KDRT.
Dua kasus penelantaran ekonomi.
Satu kasus kekerasan berbasis gender online.
Andi Zulkifli menjelaskan setiap laporan masuk ke UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) ditangani melalui asesmen, kemudian dilanjutkan dengan pendampingan hukum, layanan kesehatan, pendampingan psikologis, mediasi, hingga reintegrasi sosial bila diperlukan.
Ia menegaskan DP3A terus berupaya menekan angka kekerasan seksual melalui penyuluhan hukum, pelatihan pencegahan OCSEA (Online Child Sexual Exploitation and Abuse), serta penguatan mekanisme layanan perlindungan anak.
“Edukasi kepada masyarakat penting agar ada keberanian melapor dan tidak menutup-nutupi,” tambahnya.
DP3A juga menyiapkan posko pengaduan di Kantor DP3A, UPTD PPA, serta kantor desa dan kelurahan.
Identitas pelapor dijamin dirahasiakan demi melindungi dari stigma dan tekanan sosial.
Ketua Komisi III DPRD Maros, Haeriah Rahman, menilai lonjakan kasus tidak lepas dari pengaruh negatif media sosial dan lemahnya pengawasan orang tua.
“Pergaulan anak-anak sekarang sangat bebas. Bahkan di rumah, mereka bisa mengakses berbagai hal lewat gawai tanpa pengawasan,” katanya.
Menurutnya, sosialisasi DP3A ke sekolah-sekolah belum menyentuh akar persoalan.
“Sosialisasi penting, tapi tidak cukup. Harus ada pendekatan yang lebih menyeluruh dan kolaboratif,” tegasnya. (*)
| Tak Ada Toleransi untuk Kekerasan Seksual, PPA Makassar: Jangan Dimediasi! |
|
|---|
| LBH Makassar Desak Polres Wajo Tetapkan Eks Komisioner Bawaslu Tersangka Pelecehan Seksual |
|
|---|
| Remaja di Sidrap Ngaku Dirudapaksa dan Disekap 3 Hari, Pelaku DPO |
|
|---|
| Makassar Darurat Kekerasan Seksual! Sepekan Ayah Kandung dan Tiri Ditangkap Rudapaksa Anak Sendiri |
|
|---|
| Gadis Disabilitas Jadi Korban Rudapaksa Tetangganya Sendiri di Tamalate Makassar |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/2025-11-18-maros-111.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.