Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Guru Dipecat

Rasnal Klaim Tak Terima Gaji Sebagai Guru Selama 1 Tahun 3 Bulan Jalani Hukum

Rasnal sebelumnya di PTDH setelah putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan mereka bersalah karena memungut dana sebesar Rp20 ribu dari peserta didik.

|
Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Saldy Irawan
ISTIMEWA
RDP GURU DI PECAT - Rasnal saat menyampaikan aspirasi ke DPRD Sulsel Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (12/11/2025). Rasnal klaim tak terima gaji selama 1 tahun 3 bulan. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Rasnal, mengaku tidak menerima gaji selama satu tahun tiga bulan setelah dirinya diberhentikan secara tidak hormat (PTDH).

Hal itu ia sampaikan saat hadir bersama rekannya, Abdul Muis, untuk mengadukan nasib mereka ke DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel), Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (12/11/2025).

Sk pemecatan Rasnal baru keluar pada 21 Agustus 2025.

Sementara itu dirinya menjalani proses hukuman selama delapan bulan sejak putusan MA September 2023 lalu.

Rasnal sebelumnya di PTDH setelah putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan mereka bersalah karena memungut dana sebesar Rp20 ribu dari peserta didik.

Uang itu dipergunakan untuk membayar gaji para honorer yang tidak terbayarkan selama beberapa bulan.

Keterlambatan gaji itu sebelum Rasnal menjadi Kepal Sekolah di SMA 1 Luwu Utara.

Rasnal mengatakan, sejak 1 Oktober tahun lalu, gajinya tiba-tiba tidak lagi masuk ke rekening.

“Pada tanggal 1 Oktober, gaji saya tidak masuk. Saya tanya ke teman-teman, semua bilang sudah terima. Saya cek ke bank, ternyata nama saya dilingkari dan tertulis ‘gaji ditahan sementara’,” katanya.

Menurut Rasnal, pihak bank menjelaskan bahwa penahanan gajinya bukan wewenang mereka dan menyarankan agar ia berkoordinasi langsung dengan Dinas Pendidikan.

“Saya hubungi bagian gaji di Dinas Pendidikan. Mereka bilang, memang ada nota dinas dari Kepala Cabang Dinas Wilayah 12 untuk menahan gaji saya,” ungkapnya.

Ia kemudian menemui Kepala Cabang Dinas Wilayah, untuk meminta penjelasan.

“Beliau bilang tidak bermaksud mengirim nota dinas untuk menahan gaji saya. Tapi kenyataannya, gaji saya tetap tidak dibayarkan,” ujarnya.

Meski tidak menerima gaji, Rasnal tetap mengajar selama lebih dari satu tahun.

“Saya tidak terima gaji pokok, tunjangan sertifikasi, maupun TPP. Saya tetap mengajar dalam kondisi sakit dan bingung. Saya merasa benar-benar dizalimi,” kata dia.

Rasnal mengaku sudah berulang kali berusaha mencari keadilan. 

Ia menemui bagian hukum Dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel, namun selalu mendapat jawaban yang sama.

“Setiap kali saya datang, mereka bilang, kalau sudah pernah dipenjara sehari saja, berarti sudah otomatis PTDH,” tuturnya.

Ia menambahkan, satu-satunya pegawai yang menurutnya bersikap ramah dan terbuka adalah pejabat BKD bernama Jiriana.

“Saya sudah tiga atau empat kali ke sana. Ibu Jiriana selalu menerima saya dengan baik, meski jawabannya tetap sama,” katanya.

Rasnal mengaku harus menggunakan uang pinjaman untuk ongkos ke Makassar dan mengurus nasibnya sendiri. 

Hingga akhirnya, pada 25 September lalu, ia menerima kabar bahwa SK PTDH atas namanya sudah terbit.

“Saya hanya bisa bilang Alhamdulillah. Setidaknya saya tahu kejelasannya. Tapi saya sedih, bertanya dalam hati, apa yang saya curi dari negara sampai harus diberi hukuman seperti ini?” ucapnya sambil menahan kesedihan.

Ia menegaskan, seluruh dana komite di sekolah dikelola secara transparan berdasarkan hasil rapat bersama orang tua siswa. 

Namun, hal itu tidak mengubah nasibnya yang tetap diberhentikan.

Merasa tidak mendapat keadilan, Rasnal akhirnya mengadukan kasusnya ke Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara.

“Pak Ismar dan Pak Abdul Muis dari PGRI Luwu Utara mendengarkan cerita saya. Setelah itu, mereka mengadakan beberapa kali rapat solidaritas,” jelasnya.

Puncaknya, pada 4 November lalu, para guru di Luwu Utara menggelar aksi solidaritas menuntut keadilan bagi dua guru yang dipecat tersebut.

“Saya dengar, gerakan ini akan terus meluas hingga ke tingkat Sulawesi Selatan,” ujarnya.

Rasnal berharap DPRD Sulsel dapat memperjuangkan keadilan bagi dirinya dan rekannya.

“Saya dan Pak Abdul Muis sudah tidak punya daya dan dana. Bahkan datang ke Makassar pun kami dibantu oleh teman-teman PGRI yang setiap malam rapat memikirkan nasib kami,” jelasnya.

Diketahui, dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar DPRD Sulsel terkait kasus pemecatan dua guru di Kabupaten Luwu Utara, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sulawesi Selatan (Sulsel) Iqbal Najmuddin tak hadir.

Rapat tersebut berlangsung di Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK), Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (12/11/2025).

RDP tersebut dijadwalkan membahas duduk persoalan pemecatan dua guru SMA di Luwu Utara yang dipecat dengan tidak hormat setelah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) karena memungut dana sebesar Rp20 ribu dari siswa.

Pantauan Tribun-Timur.com, sejumlah anggota DPRD Sulsel telah hadir dalam ruang rapat Komisi E sejak pagi, namun pihak Disdik Sulsel belum juga datang hingga rapat dinyatakan ditunda.

Terlihat ada Wakil Ketua DPRD Sulsel, Fauzi Andi Wawo dan Ketua Komisi E DPRD Sulsel, Andi Tenri Indah.

Sementara itu, Gubernur Sulsel hanya di wakili oleh Kepala Badan (Kaban) BKD Sulsel, Erwin Sodding.

Dua guru yang di pecat juga yakni Rasnal dan Abdul Muin terlihat hadir dan duduk pada barisan paling depan.

Ada juga Ketua PGRI Sulsel, Prof Hasnawi Haris dan Ketua PGRI Lutra Ismaruddin.

Padahal, rapat tersebut dinilai penting untuk mendengarkan langsung klarifikasi dari pihak pemerintah provinsi terkait alasan dan dasar keputusan pemecatan tersebut.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved