Presiden The Macz Man: PSM Itu Seperti Lagu India, Kadang Menari, Kadang Menangis
Hadir sebagai narasumber lainnya, mantan Asisten Manajer Bidang Humas PSM Makassar Nurman Idrus dan mantan Asisten Manajer PSM, Amir Pallawa Rukka.
Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Abdul Azis Alimuddin
Saya juga tidak setuju kalau pemain asing terlalu banyak. Kontrak mereka mahal: harus disediakan mobil, apartemen, fasilitas khusus.
Pernah waktu masih di Bali, hanya karena masalah kecil, pemain digigit anjing, klub harus keluar Rp18 juta untuk biaya vaksin dan perawatan. Itu baru satu kasus kecil.
Jadi, kalau ada yang bilang mengelola klub sepak bola itu menguntungkan, mereka belum tahu kenyataannya.
Soal sponsor dan merchandise, saya berharap PSSI dan supporter juga ikut membantu. Misalnya, jangan beli jersey palsu.
Mungkin terlihat sepele, tapi uang dari pembelian jersey asli bisa membantu menggaji kitman atau staf klub.
Kita beli jersey palsu sepuluh ribu, padahal kalau beli yang asli, itu bisa menyelamatkan satu orang pekerja klub selama sebulan. Jadi, mari bantu klub dengan cara sederhana itu.
Bisa diceritakan suka duka selama bersama PSM Makassar?
Amir PR: Dukanya banyak, tapi syukurnya juga banyak. Saya bersyukur karena sejak kecil saya memang sudah cinta PSM. Dulu waktu masih SMA, saya pernah digendong ayah saya menonton PSM.
Saya sempat bercita-cita bisa masuk stadion tanpa tiket, dan akhirnya bisa terwujud karena saya terlibat langsung di dalamnya.
Saya juga pernah bercita-cita bisa melihat PSM mengangkat piala, dan itu pun dikabulkan. Tidak banyak orang bisa punya pengalaman seperti itu.
Tentu dukanya juga banyak, termasuk menghadapi masalah gaji pemain menunggak berbulan-bulan, sampai ada pemain yang mogok.
Tapi semua itu terbayar dengan pengalaman dan kebanggaan yang tidak ternilai.
Bertemu supporter di berbagai daerah juga menjadi pengalaman berharga. Mereka selalu membantu, bahkan ketika kami kesulitan logistik.
Di Papua, ada suporter yang membantu mengurus tiket kami. Hal-hal seperti itu membuat saya semakin cinta PSM.
Nurmal Idrus: Saya sepakat manajemen klub memang harus lebih aktif berkomunikasi dengan supporter.
Dulu kami selalu diingatkan oleh manajer untuk terus menjalin komunikasi dengan Kak Ocha dan kelompok-kelompok lain, karena mereka adalah bagian penting dari klub.
Masalah harga tiket, misalnya. Kalau terlalu mahal, stadion jadi sepi. Lebih baik harga murah tapi stadion penuh, karena semangat pemain juga lebih besar saat main di hadapan banyak penonton.
Saya sendiri dulu wartawan sebelum akhirnya ditunjuk jadi juru bicara PSM pada 2008. Banyak suka dukanya.
Kalau PSM menang, banyak yang menyapa dan memberi apresiasi. Tapi kalau kalah, dua hari saya tidak berani keluar rumah karena semua orang marah-marah, termasuk tukang parkir dan orang di warung kopi.
Namun, dari situ saya belajar bahwa loyalitas masyarakat terhadap PSM itu luar biasa.
Bahkan sampai sekarang, PSM bukan hanya klub, tapi sudah menjadi identitas warga Sulawesi Selatan.
Sebagai fotografer dan saksi perjalanan panjang PSM, momen apa paling berkesan?
Ocha Alim: Momen paling berkesan bagi saya adalah ketika bisa hadir di Istana Negara, saat PSM diundang Presiden untuk menerima piala juara.
Tapi selama tiga kali PSM juara, saya tidak pernah menyentuh piala itu, karena saya tahu yang berhak hanya pemain dan pelatih. Saya cukup bangga bisa mengabadikan momen itu lewat kamera.
Foto-foto saya pernah memenangkan penghargaan Nikon Award, termasuk foto terkenal Tendangan Kung Fu Syamsul Chaeruddin.
Sebagai fotografer, saya merasa sepak bola ini bukan hanya olahraga, tapi seni juga. Ia mengasah keseimbangan antara otak kiri dan kanan.
Karena itu saya selalu bilang, kalau mau cari jodoh, carilah fotografer, karena mereka punya keseimbangan antara logika dan rasa.
Saya juga punya banyak kenangan bersama manajemen dan suporter. Kadang kalau tahu kondisi keuangan sedang sulit, saya tidak ambil uang saku saya ketika ikut perjalan dinas.
Saya tahu mereka berjuang keras, jadi saya bantu dengan cara itu. Salah satu momen paling emosional adalah ketika suporter PSM dan Bonek akhirnya berdamai setelah kerusuhan di era Ligina 8.
Dari situ lahir rekonsiliasi besar, bahkan sampai masuk ke catatan ASEAN Football sebagai salah satu suporter terbaik di Asia Tenggara.
Itu kebanggaan yang luar biasa. Karena bukan hanya PSM yang mendapat kehormatan, tapi seluruh masyarakat Sulawesi Selatan.(Renaldi Cahyadi)
| Tomas Trucha Punya PR Berat, Lini Belakang PSM Mudah Ditembus |
|
|---|
| Yuran Fernandes Is Back! Kapten PSM Makassar Kembali Bermain Saat Lawan Dewa United |
|
|---|
| PSM Makassar Kehilangan Gaya Cepat, Pelatih Baru Ubah Filosofi Bermain |
|
|---|
| Ingat Adilson Silva eks PSM Makassar? Makin Gacor di Klub Barunya Adhyaksa FC, PSPS Tumbal Terakhir |
|
|---|
| Siri na Pacce Pemain Lokal PSM Makassar |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.