Taruna Ikrar: BPOM dan Kemenko Ekonomi Perjuangkan Obat dan Makanan Indonesia di Perang Tarif Trump
Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan perdagangan memicu reaksi dunia: penerapan tarif 19 persen untuk sejumlah produk ekspor Indonesia.
TRIBUN-TIMUR.COM - Di tengah tensi geopolitik dan ekonomi global meningkat, hubungan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat memasuki babak baru.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan perdagangan memicu reaksi dunia: penerapan tarif 19 persen untuk sejumlah produk ekspor Indonesia.
Langkah ini, disebut sebagai bagian dari “reciprocal trade policy”, menjadi ujian diplomasi ekonomi Indonesia sekaligus momentum memperkuat posisi nasional dalam perundingan dagang internasional.
Dalam Rapat Koordinasi Terbatas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Prof Taruna Ikrar hadir bersama sejumlah pejabat lintas kementerian.
Forum ini membahas langkah strategis menghadapi kebijakan tarif tersebut sekaligus mempersiapkan posisi Indonesia untuk pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) yang akan berlangsung pada 14–16 Oktober secara virtual dan tatap muka di Washington, D.C. pada 22–24 Oktober 2025.
Taruna Ikrar menegaskan bahwa “perang tarif” ini tidak sekadar berbicara tentang angka, tetapi tentang nilai, keadilan, dan kedaulatan regulasi nasional.
“Kita tidak bisa menilai tarif hanya dari sisi ekonomi. Setiap kebijakan dagang menyentuh rantai panjang produksi, pengawasan, dan perlindungan masyarakat. Bagi BPOM, isu ini juga menyangkut keamanan pangan, mutu obat, dan kepastian regulasi ekspor kita,” ungkap Taruna Ikrar dalam forum internal koordinasi.
Kebijakan tarif 19 persen yang diumumkan Donald Trump mendapat sorotan internasional.
Media seperti The Guardian dan Reuters melaporkan bahwa AS meminta Indonesia meningkatkan pembelian produk Amerika seperti pesawat Boeing dan bahan baku farmasi, dengan imbalan “perlakuan khusus” di sektor tertentu.
Namun, posisi Indonesia masih bersikap hati-hati. Seperti disampaikan pejabat Kemenko Ekonomi, “Negosiasi belum final.
Kami masih mengupayakan pengecualian sektor vital seperti farmasi, pangan, dan energi agar tidak terkena dampak langsung.”
Taruna Ikrar melihat potensi dampak kebijakan ini pada sektor farmasi dan pangan Indonesia.
Kenaikan tarif berpotensi menekan ekspor bahan baku herbal dan jamu, serta produk pangan olahan yang sedang tumbuh pesat di pasar Amerika.
Namun di sisi lain, situasi ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat ketahanan industri lokal melalui inovasi dan hilirisasi berbasis riset.
“Perdagangan internasional seharusnya tidak hanya soal ekspor murah dan impor cepat. Ini tentang kepercayaan,” ujar Taruna Ikrar.
“Kalau kita bisa menunjukkan bahwa sistem pengawasan dan keamanan produk kita transparan dan berstandar tinggi, maka tarif tidak lagi menjadi penghalang, melainkan tantangan yang bisa kita jawab dengan kualitas.”
Dalam pembahasan bersama Kemenko Ekonomi, BPOM dipercaya menangani isu non-tariff measures dalam teks Agreement on Reciprocal Trade (ART), khususnya import licensing.
Aspek ini krusial karena menyangkut prosedur izin edar dan sertifikasi produk impor.
Taruna Ikrar menekankan bahwa pengawasan harus tetap menjaga keseimbangan antara keterbukaan pasar dan perlindungan konsumen.
“Kita terbuka terhadap perdagangan, tapi tidak kompromi terhadap keselamatan rakyat,” tegasnya.
Dari sisi industri, para pelaku usaha farmasi dan pangan domestik menyambut langkah pemerintah dengan sikap waspada namun optimistis.
Ketua Asosiasi Farmasi Nasional menyebut bahwa sektor ini siap menghadapi tantangan dengan meningkatkan efisiensi dan digitalisasi sistem produksi.
“Selama regulasi jelas dan ada perlindungan terhadap produk dalam negeri, kami siap beradaptasi,” ujarnya.
Bagi Taruna Ikrar, perang tarif ini justru menjadi ruang pembelajaran nasional.
Ia menilai diplomasi ekonomi tidak cukup hanya dengan data perdagangan, tapi juga narasi kepercayaan dan integritas regulasi.
Dalam setiap pertemuan internasional, ia membawa pesan sederhana namun kuat: “Indonesia bukan hanya mitra dagang, tapi mitra yang punya nilai.”
Melalui kerja sama erat antara BPOM dan Kemenko Ekonomi, pemerintah menyiapkan strategi ganda memperkuat posisi dalam perundingan sambil memastikan bahwa standar keamanan, mutu, dan transparansi tetap menjadi prioritas utama.
“Perdagangan yang sehat adalah perdagangan yang adil dan aman. Kita boleh bicara tentang angka dan keuntungan, tapi yang paling penting adalah menjaga kepercayaan dunia pada kualitas bangsa kita,” tutup Taruna Ikrar dengan nada optimistis.(*)
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar
Taruna Ikrar
Prof dr Taruna Ikrar
Prof Taruna Ikrar
Prof dr Taruna Ikrar MD MPharm PhD
Taruna Ikrar Bawa BPOM Diakui Dunia, Jadi Certifying Entity Resmi US FDA |
![]() |
---|
Kepala BPOM Taruna Ikrar: Kekuatan Kesehatan Sama Pentingnya Kekuatan Militer |
![]() |
---|
Kepala BPOM di Hari Kesaktian Pancasila: Terdepan Lindungi Rakyat dari Obat dan Makanan Berbahaya |
![]() |
---|
DPR, BPOM, BGN Sepakat Perkuat Keamanan Pangan dan Gizi Nasional |
![]() |
---|
Politeknik Pengawasan Obat dan Makanan Pertama di Indonesia Bakal Dibangun di Pucak Maros |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.